Jumat, 14 November 2014

PRAKTIK ABORSI OLEH DOKTER “RD”
DI KABUPATEN CILACAP

Tugas terstruktur dalam rangka memenuhi kewajiban dalam pembelajaran
mata kuliah Etika dan Hukum Kesehatan

 



Kelompok 4 :
Lala Shofia Latifah
G1B013040
Setyaningrum Adi Kusuma
G1B013041
Arya Adhi Nugraha
G1B013044
Harsanji Pratomo M.
G1B013047
Fero Amelia F.
G1B013056

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
PURWOKERTO
2014


BAB I
PENDAHULUAN

A.            Latar Belakang
Membahas persoalan aborsi sudah bukan merupakan rahasia umum dan bukan hal yang tabu untuk dibicarakan. Sekarang aborsi dapat terjadi dimana-mana dan bisa saja dilakukan oleh berbagai kalangan,baik oleh pasutri, pasangan remaja, bahkan oleh tenaga kesehatan. Kelahiran anak yang seharusnya dianggap sebagai suatu anugerah yang tidak terhingga dari Allah SWT sebagai Sang Pencipta justru dianggap sebagai suatu beban yang kehadirannya tidak diinginkan.
Sejauh ini, persoalan aborsi pada umumnya dianggap oleh sebagian besar masyarakat sebagai tindak pidana. Namun, dalam hukum positif di Indonesia, tindakan aborsi pada sejumlah kasus tertentu dapat dibenarkan apabila merupakan abortus provokatus medicialis. Sedangkan aborsi yang digeneralisasi menjadi suatu tindak pidana lebih dikenal sebagai abortus provokatus criminalis.
Terlepas dari adanya sikap penerimaan maupun sikap penolakan yang saling bertentangan tersebut, tetap saja angka kematian akibat aborsi begitu mencengangkan dan sangat memprihatinkan. Data WHO (World Health Organization) menyebutkan bahwa 15-50% kematian ibu disebabkan oleh pengguguran kandungan yang tidak aman. Dari 20 juta pengguguran kandungan tidak aman yang dilakukan tiap tahun, ditemukan 70.000 perempuan meninggal dunia. Dengan kata lain, 1 dari 8 ibu meninggal dunia akibat aborsi yang tidak aman. Hasil riset Allan Guttmacher Institute ( 1989 ) melaporkan bahwa setiap tahun sekitar 55 juta bayi digugurkan. Angka ini memberikan bukti bahwa setiap hari 150.658 bayi dibunuh, atau setiap menit 105 nyawa bayi direnggut sewaktu masih dalam kandungan.

B.            Rumusan Permasalahan
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.             Apa definisi aborsi?
2.             Apa saja jenis-jenis aborsi?
3.             Apa saja faktor yang mendorong terjadinya aborsi?
4.             Bagaimana risiko aborsi?
5.             Apa perundang-undangan tentang aborsi di Indonesia?
6.             Bagaimana sanksi pidana bagi pelaku aborsi di Indonesia?
7.     Bagaiman menanggapi kasus aborsi oleh tenaga kesehatan berdasarkan konsep aborsi dan peraturan perundangan tentang aborsi?

C.            Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini antara lain:
1.             Untuk mengetahui definisi aborsi.
2.             Untuk mengetahui jenis-jenis aborsi.
3.             Untuk mengetahui faktor pendorong terjadinya aborsi.
4.             Untuk mengetahui risiko aborsi.
5.             Untuk mengetahui perundang-undangan tentang aborsi di Indonesia.
6.             Untuk mengetahui sanksi pidana bagi pelaku aborsi di Indonesia.
7.         Untuk dapat menanggapi kasus aborsi oleh tenaga kesehatan berdasarkan konsep aborsi dan peraturan perundangan tentang aborsi.

D.           Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan makalah ini antara lain:
1.             Mahasiswa dapat mengetahui definisi aborsi.
2.             Mahasiswa dapat mengetahui jenis-jenis aborsi.
3.             Mahasiswa dapat mengetahui faktor pendorong terjadinya aborsi.
4.             Mahasiswa dapat mengetahui risiko aborsi.
5.             Mahasiswa dapat mengetahui perundang-undangan tentang aborsi di Indonesia.
6.             Mahasiswa dapat mengetahui sanksi pidana bagi pelaku aborsi di Indonesia.
7.        Mahasiswa dapat menanggapi kasus aborsi oleh tenaga kesehatan berdasarkan konsep aborsi dan peraturan perundangan tentang aborsi.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.            Konsep tentang Aborsi
1.             Pengertian Aborsi
Menggugurkan kandungan atau dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah “abortus”, berarti pengeluaran hasil konsepsi (pertemuannya sel telur dan sel sperma) sebelum janin dapat hidup diluar kandungan. Ini adalah suatu proses pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi kesempatan untuk bertumbuh. Sedangkan Menurut WHO, aborsi adalah penghentian kehamilan sebelum usia janin 20 minggu atau berat janin 500 mg.

2.             Jenis-Jenis Aborsi
Aborsi dapat dibagi menjadi 2, yaitu:
a.             Abortus provokatus medicialis
Merupakan aborsi yang dilakukan dengan disertai indikasi medis. Aborsi ini dapat dipertimbangkan, dipertanggung-jawabkan, dan dibenarkan oleh hukum. Misalnya, calon ibu yang sedang hamil tetapi mempunyai penyakit yang berbahaya seperti penyakit jantung, bila kehamilan diteruskan akan membahayakan nyawa ibu serta janin. Dalam hal ini, keputusan menggugurkan akan sangat dipikirkan secara matang.

b.              Abortus provokatus criminalis
Merupakan aborsi yang sengaja dilakukan tanpa adanya indikasi medis (ilegal). Aborsi ini melanggar hukum kode etik kedokteran, melanggar hukum agama, dan melanggar undang-undang(kriminal). Dalam proses menggugurkan janin pun kurang mempertimbangkan segala kemungkinan apa yang akan terjadi kepada wanita/ calon ibu yang melakukan tindakan aborsi ilegal.

3.             Faktor Pendorong Aborsi
 Aborsi dilakukan oleh seorang wanita dengan alasan medis maupun non-medis, tetapi alasan yang paling utama pada banyak kasus adalah alasan-alasan yang non-medis.
Pernyataan tersebut  didukung oleh studi dari Aida Torres dan Jacqueline Sarroch Forrest (1998) yang menyatakan bahwa:
a.             Sebanyak 1% kasus aborsi karena perkosaan atau incest (hubungan intim satu darah).
b.             Sebanyak 3% kasus aborsi karena membahayakan nyawa calon ibu.
c.             Sebanyak 3% kasus aborsi karena janin akan bertumbuh dengan cacat tubuh yang serius.
d.         Sebanyak  93% kasus aborsi  karena alasan-alasan yang sifatnya untuk kepentingan diri sendiri, diantaranya:  takut tidak mampu membiayai, takut dikucilkan, malu atau gengsi.

4.             Risiko Aborsi
 Aborsi memiliki risiko yang tinggi terhadap kesehatan dan  keselamatan fisik seorang wanita, maupun  terhadap kesehatan  mental wanita.  Menurut Brian Clowes, Phd dalam buku Facts of Life , ada 2 macam  risiko kesehatan terhadap wanita yang melakukan aborsi, yaitu:
a.             Risiko kesehatan dan keselamatan secara fisik
 Pada saat melakukan aborsi dan setelah melakukan aborsi ada beberapa risiko yang akan dihadapi seorang wanita, yaitu:
1)             Kematian mendadak karena pendarahan hebat.
2)             Kematian mendadak karena pembiusan yang gagal.
3)             Kematian akibat infeksi serius disekitar kandungan.
4)             Rahim yang sobek (uterine perforation).
5)             Kerusakan leher rahim (cervical lacerations) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya.
6)             Kanker payudara karena ketidakseimbangan hormon estrogen pada wanita.
7)             Kanker indung telur (ovarian cancer).
8)             Kanker leher rahim (cervical cancer).
9)             Kanker hati (liver cancer).
10)     Kelainan pada plasenta/ari-ari (placenta previa) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya dan pendarahan hebat pada saat kehamilan berikutnya.
11)         Menjadi mandul/tidak mampu memiliki keturunan lagi (ectopic pregnancy).
12)         Infeksi rongga panggul (pelvic inflammatory disease).
13)         Infeksi pada lapisan rahim (endometriosis).

b.             Risiko kesehatan mental
Proses aborsi bukan saja suatu proses yang memiliki risiko tinggi dari segi kesehatan dan keselamatan seorang wanita secara fisik, tetapi juga memiliki dampak yang sangat hebat terhadap keadaan mental seorang wanita. Gejala ini dikenal dalam dunia psikologi sebagai Post-Abortion Syndrome (PAS) atau  Sindrom Paska Aborsi.
 Pada dasarnya seorang wanita yang melakukan aborsi akan mengalami hal-hal seperti berikut ini:
1)             Kehilangan harga diri.
2)             Berteriak-teriak histeris.
3)             Mimpi buruk berkali-kali mengenai bayi.
4)             Ingin melakukan bunuh diri.
5)             Mulai mencoba menggunakan obat-obat terlarang.
6)             Tidak bisa menikmati lagi hubungan seksual.
7)        Dipenuhi perasaan bersalah yang tidak hilang selama bertahun-tahun dalam hidupnya.

B.            Perundang-Undangan Tentang Aborsi dan Sanksi Pidana Bagi  Pelaku Aborsi
1.             Perundang-undangan tentang Aborsi
Berkaitan dengan masalah aborsi, Indonesia telah mengatur hal-hal tentang aborsi di dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, terutama pada pasal 75, pasal 76, dan pasal 77.
a.       Pasal 75
(1)     Setiap orang dilarang melakukan aborsi.
(2)     Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:
(a)    indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
(b)    kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.
(3)   Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.
(4)  Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

b.      Pasal 76
Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan:
a)        sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;
b)      oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;
c)             dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
d)             dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
e)             penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.

c.             Pasal 77
Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dan ayat (3) yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab serta bertentangan dengan norma agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Selanjutnya, untuk melaksanakan ketentuan Pasal 75 ayat (2), (3) dan ayat (4) pada Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009  tentang Kesehatan, maka hadirlah Peraturan Pemerintah tentang Indikasi Kedaruratan Medis dan Perkosaan untuk Pengecualian Larangan Aborsi.
Selain itu, kaitannya dengan kode etik profesi tenaga medis, misalnya kode etik dokter, dijelaskan juga bahwa “Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insan”, maka yang jelas dilarang baik oleh Kode Etik Kedokteran juga dilarang oleh agama,maupun Undang-Undang Negara adalah perbuatan-perbuatan:
a.             Menggugurkan kandungan (abortus) tanpa indikasi yang benar.
b.             Mengakhiri kehidupan seseorang pasien dengan alasan bahwa menurut ilmu kedokteran penyakit yang dideritanya tidak mungkin lagi bisa disembuhkan (euthanasia).

2.             Sanksi Bagi Pelaku Tindak Pidana Aborsi
Di Indonesia  , sanksi bagi pelaku tindak pidana aborsi diatur di dalam Undang-Undang Nomor  36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Pasal 194. Dalam Pasal 194 disebutkan:
“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”.
Selain itu, sanksi bagi  pelaku tindak pidana aborsi diatur juga dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana , di dalam pasal 229, pasal 346, pasal 347, pasal 348, dan  pasal 349.
a.             Pasal 229 KUHP
(1)          Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh seorang wanita supaya diobati dengan memberitahu atau menerbitkan pengharan bahwa oleh karena pengobatan itu dapat gugur kandungannya, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya empat tahun (4 tahun) atau denda sebanyak-banyaknya empat puluh lima ribu rupiah (Rp 45.000,-).
(2)         Kalau yang bersalah berbuat karena mencari keuntungan, atau melakukan kejahatan itu sebagai mata pencaharian atau kebiasaan atau kalau ia seorang doker, bidan atau juru obat pidana dapat ditambah sepertiganya.
(3)          Kalau yang bersalah melakukan kejahatan itu dalam pekerjaannya maka, dapat dicabut haknya melakukan pekerjaan itu.
b.             Pasal 346 KUHP
Wanita dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungannya atau menyuruh orang lain menyebabkan itu, dipidana penjara selama-lamanya empat tahun (4 tahun).
c.             Pasal 347 KUHP
(1)          Barang siapa dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungan seorang wanita dengan izin wanita itu, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya duabelas tahun (12 tahun).
(2)          Jika perbuatan itu berakibat wanita itu mati, ia dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima belas tahun (15 tahun).
d.             Pasal 348 KUHP
(1)     Barang siapa dengan sengaja menyebabkan gagal atau mati kandungan seorang wanita dengan izin wanita itu,dipidana dengan pidana selama-lamanya lima tahun enam bulan (5 tahun 6 bulan).
(2)     Jika perbuatan itu berakhir wanita itu mati, ia dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya tujuh tahun (7 tahun).
e.             Pasal 349 KUHP
(1)        Bila dokter,bidan, atau juru obat membantu kejahatan tersebut dalam pasal 346, atau bersalah melakukan atau membantu salah satu kejahatan diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat dicabut haknya melakukan pekerjaan yang dipergunakan untuk menjalankan kejahatan itu.




BAB III
TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN

A.            Tinjauan Kasus
Seorang dokter  kandungan di Kabupaten Cilacap berinisial RD mengaku sudah melakukan praktik aborsi berulang-ulang dan sudah lupa sudah berapa janin yang sudah digugurkannya. Dokter RD sudah menjalani praktiknya sebagai dokter kandungan selama 30 tahun.
Polisi menangkap RD pada Kamis, 15 Maret 2012, dan  langsung melanjutkan penyelidikan dengan membongkar septic tank yang diduga sebagai tempat pembuangan janin hasil aborsi. Dalam  pembongkaran septic tank yang dilakukan tim forensik, mereka menemukan potongan organ tubuh yang tertanam dalam septic tank. Selain menemukan potongan tubuh janin, tim forensik juga menemukan tiga buah botol. Botol tersebut masing-masing berisi potongan tangan, tulang belakang, dan sisa kuretase janin.
Polisi menduga dokter RD  tidak hanya melakukan praktik aborsi di rumahnya saat ini di Jalan Gatot Subroto, Cilacap. Dari pengungkapan kasus ini, polisi mendapati barang bukti sejumlah alat medis yang digunakan untuk praktek aborsi yang dilakukan RD. Selain RD, polisi juga menetapkan lima tersangka lainnya. Seorang tersangka lainnya merupakan pasien RD yang melakukan aborsi, DH, 19 tahun, asal Pemalang; HRK; SM; AK; dan NK yang membiayai aborsi.


B.            Pembahasan
Kasus aborsi di atas termasuk abortus provokatus criminalis karena praktik aborsi tersebut sengaja dilakukan tanpa adanya indikasi medis (ilegal) dan aborsi tersebut  melanggar hukum kode etik kedokteran. Setelah mempelajari tinjauan pustaka di atas, maka pada kasus ini yang dapat menerima sanksi tindakan abosi  adalah wanita yang melakukan aborsi, orang - orang yang mendukung terlaksananya aborsi, dan dokter yang membantu melakukan aborsi.
1.             Wanita yang melakukan aborsi
Pada kasus ini, wanita yang melakukan aborsi terjerat pasal 194 dalam Undang-Undang Nomor  36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan subsider pasal 346 KUHP dengan  ancaman pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

2.             Orang - orang yang mendukung terlaksananya aborsi
Pada kasus ini, orang - orang yang mendukung terlaksananya  aborsi terjerat pasal 194 dalam Undang-Undang Nomor  36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan subsider pasal 229 KUHP dengan  ancaman pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

3.             Dokter yang membantu melakukan aborsi
Pada kasus ini, dokter yang membantu melakukan aborsi telah melanggar kode etik dokter, dan terjerat pasal 194 dalam Undang-Undang Nomor  36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan subsider pasal 348 KUHP subsider pasal 349 KUHP dengan  ancaman pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

  
BAB IV
PENUTUP

A.            Simpulan
Dari uraian di atas, maka dapat kami simpulkan:
1.             Aborsi berarti pengeluaran hasil konsepsi (pertemuannya sel telur dan sel sperma) sebelum janin dapat hidup diluar kandungan.
2.        Aborsi dilihat dari aspek hukum dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu: aborsi legal (abortus provocatus therapeticus) dan aborsi ilegal (abortus provocatus criminalis).
3.       Faktor pendorong aborsi bisa karena alasan medis maupun non-medis, tetapi pada banyak kasus,  faktor pendorong utama adalah alasan-alasan yang bersifat non-medis.
4.     Praktik aborsi pada wanita dapat menimbulkan risiko kehatan dan keselamatan fisik, serta kesehatan mental.
5.       Dalam Perundang-Undangan Negara Republik Indonesia, pengaturan tentang aborsi terdapat dalam dua Undang-Undang, yakni Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Kesehatan.
6.           Dalam KUHP hanya mengatur tentang ancaman hukuman melakukan aborsi ilegal, sedangkan  tentang aborsi legal diatur dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Kesehatan.


B.            Saran
Sesuai dengan simpulan di atas, maka kami memberi saran, sebagai berikut:
1.    Masyarakat hendaknya meningkatkan pendalaman ajaran agama dan menjaga etika dalam pergaulan  untuk mencegah kehamilan yang tidak diinginkan dan mencegah tindakan aborsi yang tidak aman.
2.        Para dokter dan tenaga medis lainnya hendaknya selalu menjaga sumpah profesi dan kode etiknya dalam melakukan pekerjaan sehingga kasus aborsi ilegal dapat dikurangi.
3.          Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari tindak aborsi yang tidak aman, tidak bermutu, dan tidak bertanggung jawab, dengan cara menindak pelaku-pelaku praktek aborsi yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4.       Pemerintah wajib melakukan pengawasan terhadap prosedur dan metode aborsi agar sesuai ketentuan perundang-undangan.



DAFTAR PUSTAKA

Andrianto, Aris. 2012. 30 Tahun Dokter RD Praktek Aborsi. http://www.tempo.co/read/news/2012/03/16/058390730/30-Tahun-Dokter-RD-Praktek-Aborsi , diakses 15 mei 2014.
 Depkes RI. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. http://www.depkes.go.iddownloadsUU_No._36_Th_2009_ttg_Kesehatan.pdf , diakses 15 Mei 2014.
 FK USU. 2006. Kode Etik Kedokteran Indonesia dan Pedoman Pelaksanaan Kode Etik Kedokteran Indonesia. http://www.dikti.go.id/files/atur/sehat/Kode-Etik-Kedokteran.pdf,  Kode Etik Kedokteran IDI  , diakses 15 Mei 2014.
 Kemenkes RI. 2010. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia tentang Indikasi Kedaruratan Medis Dan Perkosaan. http://www.ykesehatanperempuan.orgwp-contentuploadsDraft-PP-Indikasi-Kedaruratan-Medis.pdf , diakses 15 Mei 2014.
 Law Skripsi. 2008. Tinjauan Atas Tindakan Aborsi Dengan Dalih Indikasi Medis Karena Terjadinya Kehamilan Akibat Perkosaan Incest. http://www.lawskripsi.com/index.php?option=com_content&view=article&id=125&Itemid=125, diakses 15 Mei 2014.
Rahmadi, Akhmad. 2013.  Makalah Aborsi Perpektif Kesehatan. http://www.akhmadrahmadi2103.blogspot.com/2013/10/makalah-aborsi-perpektif-kesehatan.html , diakses 15 Mei 2014.


Lampiran
30 Tahun, Dokter RD Praktek Aborsi
Jumat, 16 Maret 2012 || 19:49 WIB , oleh Aris Andrianto
EMPO.COCilacap – Seorang dokter berinisial RD mengaku lupa sudah berapa janin yang sudah digugurkannya. Dokter RD sendiri sudah menjalani prakteknya sebagai dokter kandungan selama 30 tahun.
“Dalam pemeriksaan, RD mengaku sudah melakukan praktek aborsi berulang-ulang. Dia tidak ingat jumlahnya,” kata Kepala Satuan Resor Kriminal Kepolisian Resor Cilacap, Ajun Komisaris Polisi Guntur Saputra, Jumat, 16 Maret 2012 petang.
Guntur mengatakan RD sudah menjalani praktek kandungan selama 30 tahun. Menurut pengakuan RD ke penyidik, proses aborsi dilakukan atas analisis dokter itu seorang diri.
Polisi menangkap RD pada Kamis, 15 Maret 2012, dan langsung melanjutkan penyelidikan dengan membongkar septic tank yang diduga sebagai tempat pembuangan janin hasil aborsi.
Guntur menambahkan, dalam pembongkaran septic tank yang dilakukan tim forensik, mereka menemukan potongan organ tubuh yang tertanam dalam septic tank. “Kami menemukan sedikitnya 14 potongan organ tubuh," kata dia.
Selain menemukan potongan tubuh janin, tim forensik juga menemukan tiga buah botol. Botol tersebut masing-masing berisi potongan tangan, tulang belakang, dan sisa kuretase janin.
Potongan organ tubuh itu akan dikirim ke laboratorium forensik di Jakarta untuk dilakukan tes DNA. Polisi juga akan meminta pendapat Dinas Kesehatan setempat, apakah tindakan aborsi yang dilakukan RD merupakan praktek legal atau ilegal.
Masih menurut Guntur, pihaknya akan terus mengembangkan kasus tersebut. Diduga dokter tersebut tidak hanya melakukan praktek aborsi di rumahnya saat ini di Jalan Gatot Subroto, Cilacap.
Selain RD, polisi juga menetapkan lima tersangka lainnya. Seorang tersangka lainnya merupakan pasien RD yang melakukan aborsi, DH, 19 tahun, asal Pemalang; HRK; SM; AK; dan NK yang membiayai aborsi.
Dari pengungkapan kasus ini, polisi mendapati barang bukti sejumlah alat medis yang digunakan untuk praktek aborsi yang dilakukan RD. RD dikenai Pasal 194 UU Nomor 36 Tahun 2000  tentang Kesehatan subsider Pasal 348 KUHP. Para tersangka diancam hukuman 10 tahun dengan denda Rp 1 miliar.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Cilacap dr Bambang Setyono mengatakan pihaknya akan mengedepankan asas praduga tak bersalah sebelum menjatuhkan sanksi. Kata dia, RD merupakan dokter senior di Cilacap dan sudah lama membuka praktek. "Kita akan menunggu proses persidangan untuk menjatuhkan sanksi," katanya.
Ketua RT 01 RW 01 Kelurahan Gunung Simping, Kecamatan Cilacap Tengah, T. Kadi, mengatakan ia tidak tahu-menahu bahwa RD selama ini melakukan praktek aborsi. “Justru saya baru tahu dari Anda,” kata dia kepada wartawan.
Kadi mengatakan, selama ini, rumah RD yang digunakan sebagai tempat praktek khusus kandungan memang terkenal tertutup. RD merupakan dokter yang sering membantu warga yang ingin berobat tapi tak mempunyai uang.




4 komentar: