Rabu, 19 November 2014

KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)
DAN LANGKAH-LANGKAH PENYELIDIKAN KLB

Disusun untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah
Dasar Epidemiologi




Oleh :
Anggra Putra Bimantara
G1B013002
Edoargo Billawa Yudha
G1B013036
Setyaningrum Adi Kusuma
G1B013041
Rizky Adrian Noer
G1B013042
Nurlita Permata Dewi
G1B013098

JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2014


BAB I.                        PENDAHULUAN

A.            LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan negara yang masih memiliki angka kejadian luar biasa (KLB) penyakit menular dan keracunan yang cukup tinggi. Kondisi ini menyebabkan perlunya peningkatan sistem kewaspadaan dini dan respon terhadap KLB tersebut dengan langkah-langkah yang terprogram dan akurat, sehingga proses penanggulangannya menjadi lebih cepat dan akurat pula. Untuk dapat mewujudkan respon KLB yang cepat, diperlukan bekal pengetahuan dan keterampilan yang cukup dari para petugas yang diterjunkan ke lapangan. Kenyataan tersebut mendorong kebutuhan para petugas di lapangan untuk memiliki pedoman penyelidikan dan penanggulangan KLB yang terstruktur, sehingga memudahkan kinerja para petugas mengambil langkah-langkah dalam rangka melakukan respon KLB.
Dewasa ini kejadian wabah penyakit sudah merupakan masalah global, sehingga mendapat perhatian utama dalam penetapan kebijakan kesehatan masyarakat. Letusan penyakit akibat pangan (foodborne disease) dan kejadian wabah penyakit lainnya terjadi tidak hanya di berbagai negara berkembang dimana kondisi sanitasi dan higiene umumnya buruk, tetapi juga di negara-negara maju. Oleh karena itu disiplin ilmu epidemiologi berupaya menganalisis sifat dan penyebaran berbagai masalah kesehatan dalam  suatu penduduk tertentu serta mempelajari sebab timbulnya masalah dan gangguan kesehatan tersebut untuk tujuan pencegahan maupun penanggulangannya.
Peristiwa bertambahnya penderita atau kematian yang disebabkan oleh suatu penyakit di wilayah tertentu, kadang-kadang dapat merupakan kejadian yang mengejutkan dan membuat panik masyarakat di wilayah itu. Secara umum kejadian ini kita sebut sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB), sedangkan yang dimaksud dengan penyakit adalah semua penyakit menular yang dapat menimbulkan KLB, penyakit yang disebabkan oleh keracunan makanan dan keracunan lainnya. Penderita atau yang beresiko penyakit dapat menimbulkan KLB dapat diketahui jika dilakukan pengamatan yang merupakan semua kegiatan yang dilakukan secara teratur, teliti dan terus-menerus, meliputi pengumpulan, pengolahan, analisa/interpretasi, penyajian data dan pelaporan. Apabila hasil pengamatan menunjukkan adanya tersangka KLB, maka perlu dilakukan penyelidikan epidemiologis yaitu semua kegiatan yang dilakukan untuk mengenal sifat-sifat penyebab dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya dan penyebarluasan KLB tersebut di samping tindakan penanggulangan seperlunya. Hasil penyelidikan epidemiologis mengarahkan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam upaya penanggulangan KLB. Upaya penanggulangan ini meliputi pencegahan penyebaran KLB, termasuk pengawasan usaha pencegahan tersebut dan pemberantasan penyakitnya. Upaya penanggulangan KLB yang direncanakan dengan cermat dan dilaksanakan oleh semua pihak yang terkait secara terkoordinasi dapat menghentikan atau membatasi penyebarluasan KLB sehingga tidak berkembang menjadi suatu wabah (Efendy Ferry, 2009).

B.            TUJUAN
            Tujuan dari makalah ini adalah
1.             Untuk mengetahui definisi Kejadian Luar Biasa (KLB).
2.             Untuk mengetahui kriteria Kejadian Luar Biasa (KLB).
3.             Untuk mengetahui penyakit-penyakit yang berpotensi menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB).
4.             Untuk mengetahui klasifikasi Kejadian Luar Biasa (KLB).
5.             Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya Kejadian Luar Biasa (KLB).
6.             Untuk mengetahui langkah-langkah penyelidikan Kejadian Luar Biasa (KLB).


BAB II.           TINJAUAN PUSTAKA

A.            DEFINISI KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1501/MENKES/PER/X/2010, Kejadian Luar Biasa adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan dan/atau kematian yang bermakna secara epidemiologi pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu dan merupakan keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya wabah.
Selain itu, Mentri Kesehatan RI (2010) membatasi pengertian wabah sebagai berikut: “Kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi daripada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka”.
Istilah wabah dan KLB memiliki persamaan, yaitu peningkatan kasus yang melebihi situasi yang lazim atau normal, namun wabah memiliki konotasi keadaan yang sudah kritis, gawat atau berbahaya, melibatkan populasi yang banyak pada wilayah yang lebih luas. 

B.            KRITERIA KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1501/MENKES/PER/X/2010, suatu derah dapat ditetapkan dalam keadaan KLB apabila memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut:
1.         Timbulnya suatu penyakit menular tertentu yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal pada suatu daerah.
2.             Peningkatan kejadian kesakitan terus-menerus selama 3 (tiga) kurun waktu dalam jam, hari atau minggu berturut-turut menurut jenis penyakitnya.
3.       Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari, atau minggu menurut jenis penyakitnya.
4.             Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata jumlah per bulan dalam tahun sebelumnya.
5.             Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu) tahun menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata jumlah kejadian kesakitan perbulan pada tahun sebelumnya.
6.            Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu) kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% (lima puluh persen) atau lebih dibandingkan dengan angka kematian kasus suatu penyakit periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama. 
7.             Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita baru pada satu periode menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding satu periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.

C.            PENYAKIT-PENYAKIT YANG BERPOTENSI MENJADI KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)
 Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1501/MENKES/PER/X/2010, penyakit menular tertentu yang menimbulkan wabah adalah:
1.             Kholera
2.             Pes
3.             Demam berdarah
4.             Campak
5.             Polio
6.             Difteri
7.             Pertusis
8.             Rabies
9.             Malaria
10.         Avian Influenza H5N1
11.         Antraks
12.         Leptospirosis
13.         Hepatitis
14.         Influenza H1N1
15.         Meningitis
16.         Yellow Fever
17.         Chikungunya

Penyakit-penyakit berpotensi Wabah/KLB:
1.             Penyakit karantina/penyakit wabah penting: kholera, pes, yellow fever.
2.       Penyakit potensi wabah/KLB yang menjalar dalam waktu cepat/ mempunyai memerlukan tindakan segera: DHF, campak, rabies, tetanus neonatorum, diare, pertusis, poliomyelitis.
3.     Penyakit potensial wabah/KLB lainnya dan beberapa penyakit penting: malaria, frambosia, influenza, anthrax, hepatitis, typhus abdominalis, meningitis, keracunan, encephalitis, tetanus.
4.           Penyakit-penyakit menular yang tidak berpotensi wabah dan atau KLB, tetapi masuk program: kecacingan, kusta, tuberkulosa, syphilis, gonorrhoe, filariasis, dan lain-lain.

D.      KLASIFIKASI KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)
Menurut Bustan (2002), Klasifikasi Kejadian Luar Biasa dibagi berdasarkan penyebab dan sumbernya, yakni sebagai berikut:
1.       Berdasarkan Penyebab
a.       Toxin
1)  Entero toxin, misal yang dihasilkan oleh Staphylococcus aureus, Vibrio, Kholera, Eschorichia, Shigella
2)     Exotoxin (bakteri), misal yang dihasilkan oleh Clostridium botulinum, Clostridium perfringens
3)     Endotoxin
b.      Infeksi
1)      Virus
2)      Bakteri
3)      Protozoa
4)      Cacing
c.       Toxin Biologis
1)      Racun jamur
2)      Alfatoxin
3)      Plankton
4)      Racun ikan
5)      Racun tumbuh-tumbuhan
d.      Toxin Kimia
1)   Zat kimia organik: logam berat (seperti air raksa, timah), logam-logam lain cyanida, nitrit, pestisida.
2)      Gas-gas beracun: CO, CO2, HCN, dan sebagainya.

2.      Berdasarkan sumber
a.      Sumber dari manusia
Misalnya: jalan napas, tangan, tinja, air seni, muntahan seperti: Salmonella, Shigella, hepatitis.
b.      Bersumber dari kegiatan manusia
Misalnya: toxin dari pembuatan tempe bongkrek, penyemprotan pencemaran lingkungan.
c.       Bersumber dari binatang
Misalnya: binatang peliharaan, rabies dan binatang mengerat.
d.      Bersumber pada serangga (lalat, kecoak)
Misalnya: Salmonella, Staphylococcus, Streptococcus
e.       Bersumber dari udara
Misalnya: Staphylococcus, Streptococcus virus
f.       Bersumber dari permukaan benda-benda atau alat-alat
Misalnya: Salmonella
g.      Bersumber dari makanan dan minuman
Misalnya:  keracunan singkong, jamur, makanan dalam kaleng.

E.             FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TIMBULNYA KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)
Menurut Notoatmojo (2003), faktor yang mempengaruhi timbulnya Kejadian Luar Biasa adalah:
1.        Herd Immunity yang rendah
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya KLB/ wabah adalah herd immunity. Secara umum dapat dikatakan bahwa herd immunity ialah kekebalan yang dimiliki oleh sebagian penduduk yang dapat menghalangi penyebaran. Hal ini dapat disamakan dengan tingkat kekebalan individu. Makin tinggi tingkat kekebalan seseorang, makin sulit terkena penyakit tersebut.
2.             Patogenesitas
Patogenesitas merupakan kemampuan bibit penyakit untuk menimbulkan reaksi pada pejamu sehingga timbul sakit.
3.             Lingkungan Yang Buruk
Seluruh kondisi yang terdapat di sekitar organism, tetapi mempengaruhi kehidupan ataupun  perkembangan organisme tersebut.

  F.    LANGKAH-LANGKAH  PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)
Penyelidikan KLB mempunyai tujuan utama yaitu mencegah meluasnya (penanggulangan) dan terulangnya KLB di masa yang akan datang (pengendalian).
Langkah-langkah yang harus dilalui pada penyelidikan KLB, sebagai berikut:
1.             Mempersiapkan penelitian lapangan
2.             Menetapkan apakah kejadian tersebut suatu KLB
3.             Memastikan diagnosa etiologis
4.             Mengidentifikasikan dan menghitung kasus atau paparan
5.             Mendeskripsikan kasus berdasarkan orang, waktu, dan tempat
6.             Membuat cara penanggulangan sementara dengan segera (jika diperlukan)
7.             Mengidentifikasi sumber penularan dan keadaan penyebab KLB
8.             Merencanakan penelitian lain yang sistematis
9.             Menetapkan saran cara pengendalian dan penanggulangan
10.         Melaporkan hasil penyelidikan kepada instansi kesehatan setempat dan kepada sistim pelayanan kesehatan yang lebih tinggi
(CDC, 1979; Barker, 1979; Greg, 1985; Mausner and Kramer, 1985; Kelsey et al., 1986; Goodman et al., 1990 dalam Maulani, 2010)

Pada pelaksanaan penyelidikan KLB, langkah-langkah tersebut tidak harus dikerjakan secara berurutan, kadang-kadang beberapa langkah dapat dikerjakan secara serentak. Pemastian diagnosa dan penetapan KLB merupakan langkah awal yang harus dikerjakan (Mausner and Kramer, 1985; Vaughan and Marrow, 1989 dalam Maulani, 2010).


1.             Persiapan Penelitian Lapangan
Persiapan lapangan sebaiknya dikerjakan secepat mungkin, dalam 24 jam pertama sesudah adanya informasi.  Kelsey., (1986), Greg (1985) dan Bres (1986) dalam Maulani (2010) mengatakan bahwa persiapan penelitian lapangan meliputi:
a.             Pemantapan (konfirmasi) informasi.
b.             Pembuatan rencana kerja
c.             Pertemuan dengan pejabat setempat.

2.             Pemastian Diagnosis Penyakit
Cara diagnosis penyakit pada KLB dapat dilakukan dengan mencocokan gejala/tanda penyakit yang terjadi pada individu, kemudian disusun distribusi frekuensi gejala klinisnya.

3.             Penetapan KLB
Penetapan KLB dilakukan dengan membandingkan insidensi penyakit yang tengah berjalan dengan insidensi penyakit dalam keadaan biasa (endemik) pada populasi yang dianggap berisiko, pada tempat dan waktu tertentu. Adanya KLB juga ditetapkan apabila memenuhi salah satu dari kriteria KLB. Pada penyakit yang endemis, maka cara menentukan KLB bisa menyusun dengan grafik pola maksimum-minimum 5 tahunan atau 3 tahunan.

4.             Identifikasi kasus atau paparan
Identifikasi kasus penting dilakukan untuk membuat perhitungan kasus dengan teliti. Hasil perhitungan kasus ini digunakan selanjutnya untuk mendeskripsikan KLB. Dasar yang dipakai pada identifikasi kasus adalah hasil pemastian diagnosis penyakit.
Identifikasi paparan perlu dilakukan sebagai arahan untuk indentifikasi sumber penularan. Pada tahap ini cara penentuan paparan dapat dilakukan dengan mempelajari teori cara penularan penyakit tersebut. Ini penting dilakukan terutama pada penyakit yang cara penularannya tidak jelas (bervariasi). Pada KLB keracunan makanan identifikasi paparan ini secara awal perlu dilakukan untuk penanggulangan sementara dengan segera (CDC, 1979 dalam Maulani, 2010).

5.             Deskripsi KLB
a.       Deskripsi Kasus Berdasarkan Waktu.
Penggambaran kasus berdasarkan waktu pada periode wabah (lamanya KLB berlangsung) digambarkan dalam suatu kurva epidemik. Kurva epidemik adalah suatu grafik yang menggambarkan frekuensi kasus berdasarkan saat mulai sakit (onset of illness) selama periode wabah. Penggunaan kurva epidemik untuk menentukan cara penularan penyakit. Salah satu cara untuk menentukan cara penularan penyakit pada suatu KLB yaitu dengan melihat tipe kurva epidemik, sebagai berikut:
1)        Kurva epidemik dengan tipe point common source (penularan berasal dari satu sumber). Tipe kurva ini terjadi pada KLB dengan kasus-kasus yang terpapar dalam waktu yang sama dan singkat. Biasanya ditemui pada penyakit-penyakit yang ditularkan melalui air dan makanan (misalnya: kolera, typoid).
2)             Kurva epidemik dengan tipe propagated. Tipe kurva ini terjadi pada KLB dengan cara penularan kontak dari orang ke orang. Terlihat adanya beberapa puncak. Jarak antara puncak sistematis, kurang lebih sebesar masa inkubasi rata rata penyakit tersebut.
3)              Tipe kurva epidemik campuran antara common source dan propagated. Tipe kurva ini terjadi pda KLB yang pada awalnya kasus-kasus memperoleh paparan suatu sumber secara bersama, kemudian terjadi karena penyebaran dari orang ke orang (kasus sekunder).

b.      Deskripsi kasus berdasarkan tempat
Tujuan menyusun distribusi kasus berdasarkan tempat adalah untuk mendapatkan petunjuk populasi yang rentan kaitannya dengan tempat (tempat tinggal, tempat pekerjaan). Hasil analisis ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi sumber penularan. Agar tujuan tercapai, maka kasus dapat dikelompokan menurut daerah variabel geografi (tempat tinggal, blok sensus), tempat pekerjaan, tempat (lingkungan) pembuangan limbah, tempat rekreasi, sekolah, kesamaan hubungan (kesamaan distribusi air, makanan), kemungkinan kontak dari orang ke orang atau melalui vektor (CDC, 1979; Friedman, 1980 dalam Maulani, 2010).

c.             Deskripsi kasus berdasarkan orang
Teknik ini digunakan untuk membantu merumuskan hipotesis sumber penularan atau etiologi penyakit.
Orang dideskripsikan menurut variabel umur, jenis kelamin, ras, status kekebalan, status perkawinan, tingkah laku, atau kebudayaan setempat. Pada tahap dini kadang hubungan kasus dengan variabel orang ini tampak jelas. Keadaan ini memungkinkan memusatkan perhatian pada satu atau beberapa variabel di atas. Analisis kasus berdasarkan umur harus selalu dikerjakan, karena dari age spscific rate dengan frekuensi dan beratnya penyakit. Analisis ini akan berguna untuk membantu pengujian hipotesis mengenai penyebab penyakit atau sebagai kunci yang digunakan untuk menentukan sumber penyakit (MacMahon and Pugh, 1970; Mausner and Kramer, 1985; Kelsey et al., 1986 dalam Maulani, 2010).

6.             Penanggulangan sementara
Kadang-kadang cara penanggulangan sementara sudah dapat dilakukan atau diperlukan, sebelum semua tahap penyelidikan dilampaui. Cara penanggulangan ini dapat lebih spesifik atau berubah sesudah semua langkah penyelidikan KLB dilaksanakan.
Menurut Goodman et al. (1990) dalam Maulani (2010), kecepatan keputusan cara penanggulangan sangat tergantung dari diketahuinya etiologi penyakit, sumber dan cara penularannya, sebagai berikut:
a.    Jika etiologi telah diketahui, sumber dan cara penularannya dapat dipastikan maka penanggulangan dapat dilakukan tanpa penyelidikan yang luas.
Sebagai contoh adanya kasus Hepatitis A di rumah sakit, segera dapat dilakukan penanggulangannya yaitu memberikan imunisasi pada penderita yang diduga kontak, sehingga penyelidikan hanya dilakukan untuk mencari orang yang kontak dengan penderita (MMWR, 1985 dalam Maulani, 2010).
b.       Jika etiologi diketahui tetapi sumber dan cara penularan belum dapat dipastikan, maka belum dapat dilakukan penanggulangan. Masih diperlukan penyelidikan yang lebih luas untuk mencari sumber dan cara penularannya.
Sebagai contoh: KLB Salmonella Muenchen tahun 1971. Pada penyelidikan telah diketahui etiologinya (Salmonella). Walaupun demikian cara penanggulangan tidap segera ditetapkan sebelum hasil penyelidikan mengenai sumber dan cara penularan ditemukan. Cara penanggulangan baru dapat ditetapkan sesudah diketahui sumber penularan dengan suatu penelitian kasus pembanding (Taylor et al., 1982 dalam Maulani, 2010).
c.      Jika etiologi belum diketahui tetapi sumber dan cara penularan sudah diketahui maka penanggulangan segera dapat dilakukan, walaupun masih memerlukan penyelidikan yang luas tentang etiologinya.
Sebagai contoh: suatu KLB Organophosphate pada tahun 1986. Diketahui bahwa sumber penularan adalah roti, sehingga cara penanggulangan segera dapat dilakukan dengan mengamankan roti tersebut. Penyelidikan KLB masih diperlukan untuk mengetahui etiologinya yaitu dengan pemeriksaan laboratorium, yang ditemukan parathion sebagai penyebabnya (Etzel et al., 1987 dalam Maulani, 2010).
d.           Jika etiologi dan sumber atau cara penularan belum diketahui, maka penanggulangan tidak dapat dilakukan. Dalam keadaan ini cara penanggulangan baru dapat dilakukan sesudah penyelidikan.
Sebagai contoh: Pada KLB Legionare pada tahun 1976, cara penanggulangan baru dapat dikerjakan sesudah suatu penyelidikan yang luas mengenai etiologi dan cara penularan penyakit tersebut (Frase et al., 1977 dalam Maulani, 2010).

7.             Identifikasi sumber penularan dan keadaan penyebab KLB
a.       Identifikasi sumber penularan
Untuk mengetahui sumber dan cara penularan dilakukan dengan membuktikan adanya agent pada sumber penularan.
 b.     Identifikasi keadaan penyebab KLB
Secara umum keadaan penyebab KLB adalah adanya perubahan keseimbangan dari agent, penjamu, dan lingkungan.

8.             Perencanaan penelitian lain yang sistematis
Goodman et al (1990) dalam Maulani, 2010 mengatakan bahwa KLB merupakan kejadian yang alami (natural), oleh karenanya selain untuk mencapai tujuan utamanya penyelidikan epidemiologi KLB merupakan kesempatan baik untuk melakukan penelitian.
Mengingat hal ini sebaiknya pada penyelidikan epidemiologi KLB selalu dilakukan:
a.         Pengkajian terhadap sistem surveilans yang ada, untuk mengetahui kemampuannya yang ada sebagai alat deteksi dini adanya KLB, kecepatan informasi dan pemenuhan kewajiban pelaksanaan sistem surveilans.
b.             Penelitian faktor risiko kejadian penyakit KLB yang sedang berlangsung.
c.             Evaluasi terhadap program kesehatan.

9.             Penyusunan Rekomendasi
a.             Program Pengendalian
Program pengendalian dilakukan oleh institusi kesehatan dalam upaya menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan akibat penyakit menular dan penyakit tidak menular.
Tahapan – tahapan program, yaitu:
1)             Perencanaan
Dalam tahap perencanaan dilakukan analisis situasi masalah, penetapan masalah prioritas, inventarisasi alternatif pemecahan masalah, penyusunan dokumen perencanaan. Dokumen perencaan harus detail terhadap target/tujuan yang ingin dicapai, uraian kegiatan dimana, kapan, satuan setiap kegiatan, volume, rincian kebutuhan biaya, adanya petugas penanggungjawab setiap kegiatan, metode pengukuran keberhasilan.
2)             Pelaksanaan
Dalam tahap pelaksanaan dilakukan implemantasi dokumen perencanaan, menggerakan dan mengkoordinasikn seluruh komponen dan semua pihak yang terkait.
3)             Pengendalian (Monitoring/Supervisi)
Supervisi dilakukan untuk memastikan seluruh kegiatan benar-benar dilaksanakan sesuai dengan dokumen perencanaan. 
(Pickett dan John, 2009).
b.             Penanggulangan KLB
Penanggulanagn dilakukan melalui kegiatan yang secara terpadu oleh pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat, meliputi: 
1)      Penyelidikan epidemilogis
Penyelidikan epidemiologi pada Kejadian Luar Biasa adalah untuk mengetahui keadaan penyebab KLB dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang berkontribusi terhadap kejadian tersebut, termasuk aspek sosial dan perilaku sehingga dapat diketahui cara penanggulangan dan pengendaian yang efektif dan efisien (Anonim, 2004 dalam Wuryanto, 2009).

2)    Pemeriksaan, pengobatan, perawatan, dan isolasi penderita termasuk tindakan karantina.
Tujuannya adalah:
a)             Memberikan pertolongan medis kepada penderita agar sembuh dan mencegah agar mereka tidak menjadi sumber penularan.
b)             Menemukan dan mengobati orang yang tampaknya sehat, tetapi mengandung penyebab penyakit sehingga secara potensial dapat menularkan penyakit (carrier).

3)             Pencegahan dan pengendalian
Merupakan tindakan yang dilakukan untuk memberi perlindungan kepada orang-orang yang belum sakit, tetapi mempunyai resiko terkena penyakit agar jangan sampai terjangkit penyakit.

4)             Pemusnahan penyebab penyakit
Pemusnahan penyebab penyakit terutama pemusnahan terhadap bibit penyakit/kuman dan hewan tumbuh-tumbuhan atau benda yang mengandung bibit penyakit.

5)             Penanganan jenazah akibat wabah
Terhadap jenazah akibat penyebab wabah perlu penanganan secara khusus menurut jenis penyakitnya untuk menghindarkan penularan penyakit pada orang lain.

6)             Penyuluhan kepada masyarakat
Penyuluhan kepada masyarakat, yaitu kegiatan komunikasi yang bersifat persuasif edukatif tentang penyakit yang dapat menimbulkan wabah agar mereka mengerti sifat-sifat penyakit, sehingga dapat melindungi diri dari penyakit tersebut dan apabila terkena, tidak menularkannya kepada orang lain. Penyuluhan juga dilakukan agar masyarakat dapat berperan serta aktif dalam menanggulangi wabah.

7)             Upaya penanggulangan lainnya
Upaya penanggulangan lainya adalah tindakan-tindakan khusus masing-masing penyakit yang dilakukan dalam rangka penanggulangan wabah.
(Menteri Kesehatan RI, 2010)

10.         Penyusunan laporan KLB
Hasil penyelidikan epidemiologi hendaknya dilaporkan kepada pihak yang berwenang baik secara lisan maupun secara tertulis. Laporan secara lisan kepada instansi kesehatan setempat berguna agar tindakan penanggulangan dan pengendalian KLB yang disarankan dapat dilaksanakan. Laporan tertulis diperlukan agar pengalaman dan hasil penyelidikan epidemiologi dapat dipergunakan untuk merancang dan menerapkan teknik-teknik sistim surveilans yang lebih baik atau dipergunakan untuk memperbaiki program kesehatan serta dapat dipergunakan untuk penanggulangan atau pengendalian KLB.



BAB III.         KESIMPULAN 

·        Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1501/MENKES/PER/X/2010, Kejadian Luar Biasa adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan dan/atau kematian yang bermakna secara epidemiologi pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu dan merupakan keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya wabah.
·               Istilah wabah dan KLB memiliki persamaan yaitu peningkatan kasus yang melebihi situasi yang lazim atau normal, namun wabah memiliki konotasi keadaan yang sudah kritis, gawat atau berbahaya, melibatkan populasi yang banyak pada wilayah yang lebih luas. 
·               Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1501/MENKES/PER/X/2010, suatu derah dapat ditetapkan dalam keadaan KLB apabila memenuhi salah satu dari 7 kriteria KLB.
·   Faktor yang mempengaruhi Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah herd immunity yang rendah, patogenesitas, dan lingkungan yang buruk.
·           Langkah-langkah yang harus dilalui pada penyelidikan KLB, adalah: (1) mempersiapkan penelitian lapangan, (2) menetapkan apakah kejadian tersebut suatu KLB, (3) memastikan diagnosa etiologis, (4) mengidentifikasikan dan menghitung kasus atau paparan, (5) mendeskripsikan kasus berdasarkan orang, waktu, dan tempat; (6) membuat cara penanggulangan sementara dengan segera (jika diperlukan), (7) mengidentifikasi sumber penularan dan  keadaan penyebab KLB, (8) merencanakan penelitian lain yang sistematis, (9) menetapkan saran cara pengendalian dan penanggulangan, (10) melaporkan hasil penyelidikan kepada instansi kesehatan setempat dan kepada sistim pelayanan kesehatan yang lebih tinggi.
·         Penanggulanagn dilakukan melalui kegiatan yang secara terpadu oleh pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat, meliputi: (1) penyelidikan epidemilogis, (2) pemeriksaan, pengobatan, perawatan, dan isolasi penderita termasuk tindakan karantina, (3) pencegahan dan pengendalian, (4) pemusnahan penyebab penyakit, (5) penanganan jenazah akibat wabah, (6) penyuluhan kepada masyarakat, (7) upaya penanggulangan lainnya.




DAFTAR PUSTAKA

Bustan, 2002. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Chandra, Budiman. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Effendi, Ferry. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas. Jakarta: Salemba Medika.
Maulani, Novie Sri. 2010. “Kejadian Luar Biasa”, Catatan Kuliah. Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat STIKES HAKLI Semarang.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1501/MENKES/PER/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan. Jakarta: (tidak diterbitkan).
Notoatmojo, Soekidjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat: Prinsip Prinsip Dasar. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Pickett, George., dan John J Hanlon. 2009. Kesehatan Masyarakat : Administrasi dan Praktik, Edisi 9. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Reingold , Arthur L. 1998. “Outbreak Investigations—A Perspective”. Emerging Infectious Diseases.Vol. 4, No. 1 : 21-27.
Timmreck, Thomas C. 2005. Epidemiologi Suatu Pengantar, Edisi 2. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Wuryanto, M.Arie. “Aspek Sosial Dan Lingkungan Pada Kejadian Luar Biasa (KLB) Chikungunya (Studi Kasus KLB Chikungunya di Kelurahan Bulusan Kecamatan Tembalang Kota Semarang)”. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia. Vol. 4 No. 1: 68-54.



1 komentar: