KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)
DAN LANGKAH-LANGKAH PENYELIDIKAN KLB
Disusun
untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah
Dasar
Epidemiologi
Oleh
:
Anggra
Putra Bimantara
|
G1B013002
|
Edoargo
Billawa Yudha
|
G1B013036
|
Setyaningrum
Adi Kusuma
|
G1B013041
|
Rizky
Adrian Noer
|
G1B013042
|
Nurlita
Permata Dewi
|
G1B013098
|
JURUSAN
KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS
KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS
JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2014
BAB I. PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Indonesia
merupakan negara yang masih memiliki angka kejadian luar biasa (KLB) penyakit
menular dan keracunan yang cukup tinggi. Kondisi ini menyebabkan perlunya
peningkatan sistem kewaspadaan dini dan respon terhadap KLB tersebut dengan
langkah-langkah yang terprogram dan akurat, sehingga proses penanggulangannya
menjadi lebih cepat dan akurat pula. Untuk dapat mewujudkan respon KLB yang
cepat, diperlukan bekal pengetahuan dan keterampilan yang cukup dari para
petugas yang diterjunkan ke lapangan. Kenyataan tersebut mendorong kebutuhan
para petugas di lapangan untuk memiliki pedoman penyelidikan dan penanggulangan
KLB yang terstruktur, sehingga memudahkan kinerja para petugas mengambil
langkah-langkah dalam rangka melakukan respon KLB.
Dewasa ini
kejadian wabah penyakit sudah merupakan masalah global, sehingga mendapat
perhatian utama dalam penetapan kebijakan kesehatan masyarakat. Letusan
penyakit akibat pangan (foodborne disease)
dan kejadian wabah penyakit lainnya terjadi tidak hanya di berbagai negara
berkembang dimana kondisi sanitasi dan higiene umumnya buruk, tetapi juga di
negara-negara maju. Oleh karena itu disiplin ilmu epidemiologi berupaya
menganalisis sifat dan penyebaran berbagai masalah kesehatan dalam suatu
penduduk tertentu serta mempelajari sebab timbulnya masalah dan gangguan kesehatan
tersebut untuk tujuan pencegahan maupun penanggulangannya.
Peristiwa
bertambahnya penderita atau kematian yang disebabkan oleh suatu penyakit di
wilayah tertentu, kadang-kadang dapat merupakan kejadian yang mengejutkan dan
membuat panik masyarakat di wilayah itu. Secara umum kejadian ini kita sebut
sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB), sedangkan yang dimaksud dengan penyakit
adalah semua penyakit menular yang dapat menimbulkan KLB, penyakit yang
disebabkan oleh keracunan makanan dan keracunan lainnya. Penderita atau yang
beresiko penyakit dapat menimbulkan KLB dapat diketahui jika dilakukan
pengamatan yang merupakan semua kegiatan yang dilakukan secara teratur, teliti
dan terus-menerus, meliputi pengumpulan, pengolahan, analisa/interpretasi,
penyajian data dan pelaporan. Apabila hasil pengamatan menunjukkan adanya
tersangka KLB, maka perlu dilakukan penyelidikan epidemiologis yaitu semua
kegiatan yang dilakukan untuk mengenal sifat-sifat penyebab dan faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi terjadinya dan penyebarluasan KLB tersebut di samping
tindakan penanggulangan seperlunya. Hasil penyelidikan epidemiologis
mengarahkan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam upaya penanggulangan
KLB. Upaya penanggulangan ini meliputi pencegahan penyebaran KLB, termasuk
pengawasan usaha pencegahan tersebut dan pemberantasan penyakitnya. Upaya
penanggulangan KLB yang direncanakan dengan cermat dan dilaksanakan oleh semua
pihak yang terkait secara terkoordinasi dapat menghentikan atau membatasi
penyebarluasan KLB sehingga tidak berkembang menjadi suatu wabah (Efendy Ferry,
2009).
B.
TUJUAN
Tujuan dari makalah ini adalah
1.
Untuk mengetahui
definisi Kejadian Luar Biasa (KLB).
2.
Untuk mengetahui
kriteria Kejadian Luar Biasa (KLB).
3.
Untuk mengetahui
penyakit-penyakit yang berpotensi menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB).
4.
Untuk mengetahui
klasifikasi Kejadian Luar Biasa (KLB).
5.
Untuk mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya Kejadian Luar Biasa (KLB).
6.
Untuk mengetahui langkah-langkah
penyelidikan Kejadian Luar Biasa (KLB).
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A.
DEFINISI KEJADIAN LUAR
BIASA (KLB)
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 1501/MENKES/PER/X/2010, Kejadian Luar Biasa adalah timbulnya
atau meningkatnya kejadian kesakitan dan/atau kematian yang bermakna secara
epidemiologi pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu dan merupakan keadaan
yang dapat menjurus pada terjadinya wabah.
Selain itu, Mentri Kesehatan RI (2010)
membatasi pengertian wabah sebagai berikut: “Kejadian berjangkitnya suatu
penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara
nyata melebihi daripada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta
dapat menimbulkan malapetaka”.
Istilah wabah dan KLB memiliki
persamaan, yaitu peningkatan kasus yang melebihi situasi yang lazim atau
normal, namun wabah memiliki konotasi keadaan yang sudah kritis, gawat atau
berbahaya, melibatkan populasi yang banyak pada wilayah yang lebih luas.
B.
KRITERIA KEJADIAN LUAR
BIASA (KLB)
Menurut
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1501/MENKES/PER/X/2010, suatu
derah dapat ditetapkan dalam keadaan KLB apabila memenuhi salah satu kriteria
sebagai berikut:
1. Timbulnya suatu
penyakit menular tertentu yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal pada
suatu daerah.
2.
Peningkatan kejadian
kesakitan terus-menerus selama 3 (tiga) kurun waktu dalam jam, hari atau minggu
berturut-turut menurut jenis penyakitnya.
3. Peningkatan kejadian
kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya dalam
kurun waktu jam, hari, atau minggu menurut jenis penyakitnya.
4.
Jumlah penderita baru
dalam periode waktu 1 (satu) bulan menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih
dibandingkan dengan angka rata-rata jumlah per bulan dalam tahun sebelumnya.
5.
Rata-rata jumlah
kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu) tahun menunjukkan kenaikan dua
kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata jumlah kejadian kesakitan
perbulan pada tahun sebelumnya.
6. Angka kematian kasus
suatu penyakit (Case Fatality Rate)
dalam 1 (satu) kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% (lima puluh
persen) atau lebih dibandingkan dengan angka kematian kasus suatu penyakit
periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.
7.
Angka proporsi penyakit
(Proportional Rate) penderita baru
pada satu periode menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding satu
periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.
C.
PENYAKIT-PENYAKIT YANG BERPOTENSI
MENJADI KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 1501/MENKES/PER/X/2010, penyakit menular tertentu yang
menimbulkan wabah adalah:
1.
Kholera
2.
Pes
3.
Demam berdarah
4.
Campak
5.
Polio
6.
Difteri
7.
Pertusis
8.
Rabies
9.
Malaria
10.
Avian Influenza H5N1
11.
Antraks
12.
Leptospirosis
13.
Hepatitis
14.
Influenza H1N1
15.
Meningitis
16.
Yellow Fever
17.
Chikungunya
Penyakit-penyakit berpotensi Wabah/KLB:
1.
Penyakit
karantina/penyakit wabah penting: kholera, pes, yellow fever.
2. Penyakit potensi
wabah/KLB yang menjalar dalam waktu cepat/ mempunyai memerlukan tindakan segera:
DHF, campak, rabies, tetanus neonatorum, diare, pertusis, poliomyelitis.
3. Penyakit potensial
wabah/KLB lainnya dan beberapa penyakit penting: malaria, frambosia, influenza,
anthrax, hepatitis, typhus abdominalis, meningitis, keracunan,
encephalitis, tetanus.
4. Penyakit-penyakit
menular yang tidak berpotensi wabah dan atau KLB, tetapi masuk program: kecacingan,
kusta, tuberkulosa, syphilis, gonorrhoe, filariasis, dan lain-lain.
D. KLASIFIKASI KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)
Menurut Bustan (2002), Klasifikasi Kejadian
Luar Biasa dibagi berdasarkan penyebab dan sumbernya, yakni sebagai berikut:
1. Berdasarkan Penyebab
a. Toxin
1) Entero
toxin, misal yang dihasilkan oleh Staphylococcus
aureus, Vibrio, Kholera, Eschorichia, Shigella
2) Exotoxin
(bakteri), misal yang dihasilkan oleh Clostridium
botulinum, Clostridium perfringens
3) Endotoxin
b. Infeksi
1) Virus
2) Bakteri
3) Protozoa
4) Cacing
c.
Toxin Biologis
1) Racun
jamur
2) Alfatoxin
3) Plankton
4) Racun
ikan
5) Racun
tumbuh-tumbuhan
d.
Toxin Kimia
1) Zat
kimia organik: logam berat (seperti air raksa, timah), logam-logam lain cyanida, nitrit,
pestisida.
2) Gas-gas
beracun: CO, CO2, HCN, dan sebagainya.
2.
Berdasarkan sumber
a. Sumber
dari manusia
Misalnya: jalan napas, tangan, tinja, air seni,
muntahan seperti: Salmonella, Shigella,
hepatitis.
b. Bersumber
dari kegiatan manusia
Misalnya: toxin dari pembuatan tempe bongkrek,
penyemprotan pencemaran lingkungan.
c. Bersumber
dari binatang
Misalnya: binatang peliharaan, rabies dan binatang
mengerat.
d. Bersumber
pada serangga (lalat, kecoak)
Misalnya: Salmonella,
Staphylococcus, Streptococcus
e. Bersumber
dari udara
Misalnya: Staphylococcus,
Streptococcus virus
f. Bersumber
dari permukaan benda-benda atau alat-alat
Misalnya: Salmonella
g. Bersumber
dari makanan dan minuman
Misalnya: keracunan singkong, jamur, makanan
dalam kaleng.
E.
FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI TIMBULNYA KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)
Menurut
Notoatmojo (2003), faktor yang mempengaruhi timbulnya Kejadian Luar Biasa
adalah:
1. Herd Immunity yang rendah
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
timbulnya KLB/ wabah adalah herd
immunity. Secara umum dapat dikatakan bahwa herd immunity ialah kekebalan yang dimiliki oleh sebagian
penduduk yang dapat menghalangi penyebaran. Hal ini dapat disamakan dengan
tingkat kekebalan individu. Makin tinggi tingkat kekebalan seseorang, makin
sulit terkena penyakit tersebut.
2.
Patogenesitas
Patogenesitas merupakan kemampuan
bibit penyakit untuk menimbulkan reaksi pada pejamu sehingga timbul sakit.
3.
Lingkungan Yang Buruk
Seluruh kondisi yang terdapat di sekitar
organism, tetapi mempengaruhi kehidupan ataupun perkembangan organisme
tersebut.
F. LANGKAH-LANGKAH
PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)
Penyelidikan KLB mempunyai tujuan
utama yaitu mencegah meluasnya (penanggulangan) dan terulangnya KLB di masa
yang akan datang (pengendalian).
Langkah-langkah yang harus dilalui pada penyelidikan
KLB, sebagai berikut:
1.
Mempersiapkan
penelitian lapangan
2.
Menetapkan apakah
kejadian tersebut suatu KLB
3.
Memastikan diagnosa etiologis
4.
Mengidentifikasikan dan
menghitung kasus atau paparan
5.
Mendeskripsikan kasus
berdasarkan orang, waktu, dan tempat
6.
Membuat cara
penanggulangan sementara dengan segera (jika diperlukan)
7.
Mengidentifikasi sumber
penularan dan keadaan penyebab KLB
8.
Merencanakan penelitian
lain yang sistematis
9.
Menetapkan saran cara
pengendalian dan penanggulangan
10.
Melaporkan hasil
penyelidikan kepada instansi kesehatan setempat dan kepada sistim pelayanan
kesehatan yang lebih tinggi
(CDC, 1979; Barker, 1979; Greg, 1985;
Mausner and Kramer, 1985; Kelsey et al., 1986; Goodman et al., 1990 dalam
Maulani, 2010)
Pada pelaksanaan penyelidikan KLB, langkah-langkah
tersebut tidak harus dikerjakan secara berurutan, kadang-kadang beberapa
langkah dapat dikerjakan secara serentak. Pemastian diagnosa dan penetapan KLB
merupakan langkah awal yang harus dikerjakan (Mausner and Kramer, 1985; Vaughan
and Marrow, 1989 dalam Maulani, 2010).
1.
Persiapan Penelitian
Lapangan
Persiapan lapangan sebaiknya
dikerjakan secepat mungkin, dalam 24 jam pertama sesudah adanya informasi. Kelsey., (1986), Greg (1985) dan Bres (1986) dalam
Maulani (2010) mengatakan bahwa persiapan penelitian lapangan meliputi:
a.
Pemantapan (konfirmasi)
informasi.
b.
Pembuatan rencana kerja
c.
Pertemuan dengan
pejabat setempat.
2.
Pemastian Diagnosis
Penyakit
Cara diagnosis penyakit pada KLB
dapat dilakukan dengan mencocokan gejala/tanda penyakit yang terjadi pada
individu, kemudian disusun distribusi frekuensi gejala klinisnya.
3.
Penetapan KLB
Penetapan KLB dilakukan dengan
membandingkan insidensi penyakit yang tengah berjalan dengan insidensi penyakit
dalam keadaan biasa (endemik) pada populasi yang dianggap berisiko, pada tempat
dan waktu tertentu. Adanya KLB juga ditetapkan apabila memenuhi salah satu dari
kriteria KLB. Pada penyakit yang endemis, maka cara menentukan KLB bisa
menyusun dengan grafik pola maksimum-minimum 5 tahunan atau 3 tahunan.
4.
Identifikasi kasus atau
paparan
Identifikasi kasus penting
dilakukan untuk membuat perhitungan kasus dengan teliti. Hasil perhitungan
kasus ini digunakan selanjutnya untuk mendeskripsikan KLB. Dasar yang dipakai
pada identifikasi kasus adalah hasil pemastian diagnosis penyakit.
Identifikasi paparan perlu dilakukan sebagai arahan untuk indentifikasi sumber penularan. Pada tahap ini cara penentuan paparan dapat dilakukan dengan mempelajari teori cara penularan penyakit tersebut. Ini penting dilakukan terutama pada penyakit yang cara penularannya tidak jelas (bervariasi). Pada KLB keracunan makanan identifikasi paparan ini secara awal perlu dilakukan untuk penanggulangan sementara dengan segera (CDC, 1979 dalam Maulani, 2010).
Identifikasi paparan perlu dilakukan sebagai arahan untuk indentifikasi sumber penularan. Pada tahap ini cara penentuan paparan dapat dilakukan dengan mempelajari teori cara penularan penyakit tersebut. Ini penting dilakukan terutama pada penyakit yang cara penularannya tidak jelas (bervariasi). Pada KLB keracunan makanan identifikasi paparan ini secara awal perlu dilakukan untuk penanggulangan sementara dengan segera (CDC, 1979 dalam Maulani, 2010).
5.
Deskripsi KLB
a. Deskripsi Kasus Berdasarkan Waktu.
Penggambaran kasus berdasarkan
waktu pada periode wabah (lamanya KLB berlangsung) digambarkan dalam suatu
kurva epidemik. Kurva epidemik adalah suatu grafik yang menggambarkan frekuensi
kasus berdasarkan saat mulai sakit (onset
of illness) selama periode wabah. Penggunaan kurva epidemik untuk menentukan
cara penularan penyakit. Salah satu cara untuk menentukan cara penularan
penyakit pada suatu KLB yaitu dengan melihat tipe kurva epidemik, sebagai
berikut:
1) Kurva epidemik dengan
tipe point common source (penularan
berasal dari satu sumber). Tipe kurva ini terjadi pada KLB dengan kasus-kasus
yang terpapar dalam waktu yang sama dan singkat. Biasanya ditemui pada
penyakit-penyakit yang ditularkan melalui air dan makanan (misalnya: kolera,
typoid).
2)
Kurva epidemik dengan
tipe propagated. Tipe kurva ini
terjadi pada KLB dengan cara penularan kontak dari orang ke orang. Terlihat
adanya beberapa puncak. Jarak antara puncak sistematis, kurang lebih sebesar
masa inkubasi rata rata penyakit tersebut.
3)
Tipe kurva epidemik campuran antara common source dan propagated. Tipe kurva ini terjadi pda KLB yang pada awalnya
kasus-kasus memperoleh paparan suatu sumber secara bersama, kemudian terjadi
karena penyebaran dari orang ke orang (kasus sekunder).
b. Deskripsi kasus berdasarkan tempat
Tujuan menyusun distribusi kasus
berdasarkan tempat adalah untuk mendapatkan petunjuk populasi yang rentan
kaitannya dengan tempat (tempat tinggal, tempat pekerjaan). Hasil analisis ini
dapat digunakan untuk mengidentifikasi sumber penularan. Agar tujuan tercapai,
maka kasus dapat dikelompokan menurut daerah variabel geografi (tempat tinggal,
blok sensus), tempat pekerjaan, tempat (lingkungan) pembuangan limbah, tempat
rekreasi, sekolah, kesamaan hubungan (kesamaan distribusi air, makanan), kemungkinan
kontak dari orang ke orang atau melalui vektor (CDC, 1979; Friedman, 1980 dalam
Maulani, 2010).
c.
Deskripsi kasus
berdasarkan orang
Teknik ini digunakan untuk membantu
merumuskan hipotesis sumber penularan atau etiologi penyakit.
Orang dideskripsikan menurut variabel umur, jenis kelamin, ras, status kekebalan, status perkawinan, tingkah laku, atau kebudayaan setempat. Pada tahap dini kadang hubungan kasus dengan variabel orang ini tampak jelas. Keadaan ini memungkinkan memusatkan perhatian pada satu atau beberapa variabel di atas. Analisis kasus berdasarkan umur harus selalu dikerjakan, karena dari age spscific rate dengan frekuensi dan beratnya penyakit. Analisis ini akan berguna untuk membantu pengujian hipotesis mengenai penyebab penyakit atau sebagai kunci yang digunakan untuk menentukan sumber penyakit (MacMahon and Pugh, 1970; Mausner and Kramer, 1985; Kelsey et al., 1986 dalam Maulani, 2010).
Orang dideskripsikan menurut variabel umur, jenis kelamin, ras, status kekebalan, status perkawinan, tingkah laku, atau kebudayaan setempat. Pada tahap dini kadang hubungan kasus dengan variabel orang ini tampak jelas. Keadaan ini memungkinkan memusatkan perhatian pada satu atau beberapa variabel di atas. Analisis kasus berdasarkan umur harus selalu dikerjakan, karena dari age spscific rate dengan frekuensi dan beratnya penyakit. Analisis ini akan berguna untuk membantu pengujian hipotesis mengenai penyebab penyakit atau sebagai kunci yang digunakan untuk menentukan sumber penyakit (MacMahon and Pugh, 1970; Mausner and Kramer, 1985; Kelsey et al., 1986 dalam Maulani, 2010).
6.
Penanggulangan
sementara
Kadang-kadang cara penanggulangan
sementara sudah dapat dilakukan atau diperlukan, sebelum semua tahap
penyelidikan dilampaui. Cara penanggulangan ini dapat lebih spesifik atau
berubah sesudah semua langkah penyelidikan KLB dilaksanakan.
Menurut Goodman et al. (1990) dalam Maulani (2010), kecepatan keputusan cara penanggulangan sangat tergantung dari diketahuinya etiologi penyakit, sumber dan cara penularannya, sebagai berikut:
Menurut Goodman et al. (1990) dalam Maulani (2010), kecepatan keputusan cara penanggulangan sangat tergantung dari diketahuinya etiologi penyakit, sumber dan cara penularannya, sebagai berikut:
a. Jika etiologi telah
diketahui, sumber dan cara penularannya dapat dipastikan maka penanggulangan
dapat dilakukan tanpa penyelidikan yang luas.
Sebagai contoh adanya kasus Hepatitis A
di rumah sakit, segera dapat dilakukan penanggulangannya yaitu memberikan
imunisasi pada penderita yang diduga kontak, sehingga penyelidikan hanya
dilakukan untuk mencari orang yang kontak dengan penderita (MMWR, 1985 dalam
Maulani, 2010).
b. Jika etiologi diketahui
tetapi sumber dan cara penularan belum dapat dipastikan, maka belum dapat
dilakukan penanggulangan. Masih diperlukan penyelidikan yang lebih luas untuk
mencari sumber dan cara penularannya.
Sebagai contoh: KLB Salmonella Muenchen tahun 1971. Pada penyelidikan telah diketahui
etiologinya (Salmonella). Walaupun demikian cara penanggulangan tidap segera
ditetapkan sebelum hasil penyelidikan mengenai sumber dan cara penularan
ditemukan. Cara penanggulangan baru dapat ditetapkan sesudah diketahui sumber
penularan dengan suatu penelitian kasus pembanding (Taylor et al., 1982 dalam
Maulani, 2010).
c. Jika etiologi belum
diketahui tetapi sumber dan cara penularan sudah diketahui maka penanggulangan
segera dapat dilakukan, walaupun masih memerlukan penyelidikan yang luas
tentang etiologinya.
Sebagai contoh: suatu KLB
Organophosphate pada tahun 1986. Diketahui bahwa sumber penularan adalah roti,
sehingga cara penanggulangan segera dapat dilakukan dengan mengamankan roti
tersebut. Penyelidikan KLB masih diperlukan untuk mengetahui etiologinya yaitu
dengan pemeriksaan laboratorium, yang ditemukan parathion sebagai penyebabnya
(Etzel et al., 1987 dalam Maulani, 2010).
d. Jika etiologi dan sumber atau cara penularan
belum diketahui, maka penanggulangan tidak dapat dilakukan. Dalam keadaan ini
cara penanggulangan baru dapat dilakukan sesudah penyelidikan.
Sebagai contoh: Pada KLB Legionare pada
tahun 1976, cara penanggulangan baru dapat dikerjakan sesudah suatu
penyelidikan yang luas mengenai etiologi dan cara penularan penyakit tersebut
(Frase et al., 1977 dalam Maulani, 2010).
7.
Identifikasi sumber
penularan dan keadaan penyebab KLB
a. Identifikasi
sumber penularan
Untuk mengetahui sumber dan cara penularan dilakukan
dengan membuktikan adanya agent pada sumber penularan.
b. Identifikasi
keadaan penyebab KLB
Secara umum keadaan penyebab KLB adalah adanya
perubahan keseimbangan dari agent, penjamu, dan lingkungan.
8.
Perencanaan penelitian
lain yang sistematis
Goodman
et al (1990) dalam Maulani, 2010 mengatakan bahwa KLB merupakan kejadian yang
alami (natural), oleh karenanya selain untuk mencapai tujuan utamanya
penyelidikan epidemiologi KLB merupakan kesempatan baik untuk melakukan
penelitian.
Mengingat
hal ini sebaiknya pada penyelidikan epidemiologi KLB selalu dilakukan:
a. Pengkajian terhadap
sistem surveilans yang ada, untuk mengetahui kemampuannya yang ada sebagai alat
deteksi dini adanya KLB, kecepatan informasi dan pemenuhan kewajiban
pelaksanaan sistem surveilans.
b.
Penelitian faktor
risiko kejadian penyakit KLB yang sedang berlangsung.
c.
Evaluasi terhadap
program kesehatan.
9.
Penyusunan Rekomendasi
a.
Program Pengendalian
Program
pengendalian dilakukan oleh institusi kesehatan dalam upaya menurunkan angka
kesakitan, kematian dan kecacatan akibat penyakit menular dan penyakit tidak
menular.
Tahapan –
tahapan program, yaitu:
1)
Perencanaan
Dalam
tahap perencanaan dilakukan analisis situasi masalah, penetapan masalah
prioritas, inventarisasi alternatif pemecahan masalah, penyusunan dokumen
perencanaan. Dokumen perencaan harus detail terhadap target/tujuan yang ingin
dicapai, uraian kegiatan dimana, kapan, satuan setiap kegiatan, volume, rincian
kebutuhan biaya, adanya petugas penanggungjawab setiap kegiatan, metode
pengukuran keberhasilan.
2)
Pelaksanaan
Dalam
tahap pelaksanaan dilakukan implemantasi dokumen perencanaan, menggerakan dan
mengkoordinasikn seluruh komponen dan semua pihak yang terkait.
3)
Pengendalian
(Monitoring/Supervisi)
Supervisi
dilakukan untuk memastikan seluruh kegiatan benar-benar dilaksanakan sesuai
dengan dokumen perencanaan.
(Pickett
dan John, 2009).
b.
Penanggulangan KLB
Penanggulanagn
dilakukan melalui kegiatan yang secara terpadu oleh pemerintah, pemerintah
daerah dan masyarakat, meliputi:
1) Penyelidikan epidemilogis
Penyelidikan
epidemiologi pada Kejadian Luar Biasa adalah untuk mengetahui keadaan penyebab
KLB dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang berkontribusi terhadap kejadian
tersebut, termasuk aspek sosial dan perilaku sehingga dapat diketahui cara
penanggulangan dan pengendaian yang efektif dan efisien (Anonim, 2004 dalam
Wuryanto, 2009).
2) Pemeriksaan,
pengobatan, perawatan, dan isolasi penderita termasuk tindakan karantina.
Tujuannya
adalah:
a)
Memberikan pertolongan
medis kepada penderita agar sembuh dan mencegah agar mereka tidak menjadi
sumber penularan.
b)
Menemukan dan mengobati
orang yang tampaknya sehat, tetapi mengandung penyebab penyakit sehingga secara
potensial dapat menularkan penyakit (carrier).
3)
Pencegahan dan
pengendalian
Merupakan
tindakan yang dilakukan untuk memberi perlindungan kepada orang-orang yang
belum sakit, tetapi mempunyai resiko terkena penyakit agar jangan sampai
terjangkit penyakit.
4)
Pemusnahan penyebab
penyakit
Pemusnahan
penyebab penyakit terutama pemusnahan terhadap bibit penyakit/kuman dan hewan
tumbuh-tumbuhan atau benda yang mengandung bibit penyakit.
5)
Penanganan jenazah
akibat wabah
Terhadap jenazah akibat penyebab wabah perlu
penanganan secara khusus menurut jenis penyakitnya untuk menghindarkan
penularan penyakit pada orang lain.
6)
Penyuluhan kepada
masyarakat
Penyuluhan
kepada masyarakat, yaitu kegiatan komunikasi yang bersifat persuasif edukatif
tentang penyakit yang dapat menimbulkan wabah agar mereka mengerti sifat-sifat
penyakit, sehingga dapat melindungi diri dari penyakit tersebut dan apabila
terkena, tidak menularkannya kepada orang lain. Penyuluhan juga dilakukan agar
masyarakat dapat berperan serta aktif dalam menanggulangi wabah.
7)
Upaya penanggulangan
lainnya
Upaya
penanggulangan lainya adalah tindakan-tindakan khusus masing-masing penyakit
yang dilakukan dalam rangka penanggulangan wabah.
(Menteri
Kesehatan RI, 2010)
10.
Penyusunan laporan KLB
Hasil
penyelidikan epidemiologi hendaknya dilaporkan kepada pihak yang berwenang baik
secara lisan maupun secara tertulis. Laporan secara lisan kepada instansi
kesehatan setempat berguna agar tindakan penanggulangan dan pengendalian KLB
yang disarankan dapat dilaksanakan. Laporan tertulis diperlukan agar pengalaman
dan hasil penyelidikan epidemiologi dapat dipergunakan untuk merancang dan menerapkan
teknik-teknik sistim surveilans yang lebih baik atau dipergunakan untuk
memperbaiki program kesehatan serta dapat dipergunakan untuk penanggulangan
atau pengendalian KLB.
BAB III. KESIMPULAN
· Menurut Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1501/MENKES/PER/X/2010, Kejadian Luar
Biasa adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan dan/atau kematian
yang bermakna secara epidemiologi pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu
dan merupakan keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya wabah.
·
Istilah wabah dan KLB
memiliki persamaan yaitu peningkatan kasus yang melebihi situasi yang lazim
atau normal, namun wabah memiliki konotasi keadaan yang sudah kritis, gawat
atau berbahaya, melibatkan populasi yang banyak pada wilayah yang lebih
luas.
·
Menurut Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1501/MENKES/PER/X/2010, suatu derah
dapat ditetapkan dalam keadaan KLB apabila memenuhi salah satu dari 7 kriteria
KLB.
· Faktor yang
mempengaruhi Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah herd immunity yang rendah, patogenesitas, dan lingkungan
yang buruk.
· Langkah-langkah yang
harus dilalui pada penyelidikan KLB, adalah: (1) mempersiapkan penelitian
lapangan, (2) menetapkan apakah kejadian tersebut suatu KLB, (3) memastikan
diagnosa etiologis, (4) mengidentifikasikan dan menghitung kasus atau paparan,
(5) mendeskripsikan kasus berdasarkan orang, waktu, dan tempat; (6) membuat
cara penanggulangan sementara dengan segera (jika diperlukan), (7)
mengidentifikasi sumber penularan dan keadaan penyebab KLB, (8) merencanakan penelitian
lain yang sistematis, (9) menetapkan saran cara pengendalian dan
penanggulangan, (10) melaporkan hasil penyelidikan kepada instansi kesehatan
setempat dan kepada sistim pelayanan kesehatan yang lebih tinggi.
· Penanggulanagn
dilakukan melalui kegiatan yang secara terpadu oleh pemerintah, pemerintah
daerah dan masyarakat, meliputi: (1) penyelidikan
epidemilogis, (2) pemeriksaan, pengobatan, perawatan, dan isolasi penderita
termasuk tindakan karantina, (3) pencegahan dan pengendalian, (4) pemusnahan
penyebab penyakit, (5) penanganan jenazah akibat wabah, (6) penyuluhan kepada
masyarakat, (7) upaya penanggulangan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Bustan, 2002. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: PT.
Rineka Cipta.
Chandra, Budiman. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.
Effendi, Ferry. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas. Jakarta:
Salemba Medika.
Maulani, Novie Sri. 2010. “Kejadian Luar Biasa”, Catatan Kuliah. Program Studi S1
Kesehatan Masyarakat STIKES HAKLI Semarang.
Menteri Kesehatan Republik
Indonesia. 2010. Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 1501/MENKES/PER/X/2010 tentang Jenis Penyakit
Menular Tertentu yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan. Jakarta:
(tidak diterbitkan).
Notoatmojo, Soekidjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat: Prinsip Prinsip
Dasar. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Pickett, George., dan John J
Hanlon. 2009. Kesehatan Masyarakat :
Administrasi dan Praktik, Edisi 9. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Reingold , Arthur L. 1998. “Outbreak
Investigations—A Perspective”. Emerging
Infectious Diseases.Vol. 4, No. 1 : 21-27.
Timmreck, Thomas C. 2005. Epidemiologi Suatu Pengantar, Edisi 2.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Wuryanto, M.Arie. “Aspek Sosial Dan Lingkungan Pada
Kejadian Luar Biasa (KLB) Chikungunya (Studi Kasus KLB Chikungunya di Kelurahan
Bulusan Kecamatan Tembalang Kota Semarang)”. Jurnal
Promosi Kesehatan Indonesia. Vol. 4 No. 1: 68-54.
Sangat lengkap informasinya. Kunjungi kami di: Mitra Kesehatan Masyarakat
BalasHapus