Penyakit
Infeksi TORCH (Toksoplasma, Rubela, Cytomegalovirus/CMV dan Herpes
simplex) adalah sekelompok infeksi yang dapat ditularkan dari
wanita hamil kepada bayinya. Ibu hamil yang terinfeksi TORCH berisiko tinggi
menularkan kepada janinnya yang bisa menyebabkan cacat bawaan. Dugaan terhadap
infeksi TORCH baru bisa dibuktikan dengan melakukan pemeriksaan darah atau
skrining. Jika hasilnya positif, atau terdapat infeksi aktif, selanjutnya
disarankan pemeriksaan diagnostik berupa pengambilan sedikit cairan ketuban
untuk diperiksa di laboratorium.
Infeksi TORCH
ini sering menimbulkan berbagai masalah kesuburan (fertilitas) baik pada wanita
maupun pria sehingga menyebabkan sulit terjadinya kehamilan. Infeksi TORCH
bersama dengan paparan radiasi dan obat-obatan teratogenik dapat mengakibatkan
kerusakan pada embrio. Beberapa kecacatan janin yang bisa timbul akibat TORCH
yang menyerang wanita hamil antara lain kelainan pada saraf, mata, kelainan
pada otak, paru-paru, mata, telinga, terganggunya fungsi motorik, hidrosepalus,
dan lain sebagainya.
TORCH tidak hanya berkaitan dengan masalah kehamilan saja. TORCH juga bisa
menyerang orang tua, anak muda, dari berbagai kalangan, usia, dan jenis
kelamin. TORCH bisa menyerang otak (timbul gejala sering sakit kepala
misalnya), menyebabkan sering timbul radang tenggorokan, flu berkepanjangan,
sakit pada otot, persendian, pinggang, sakit pada kaki, lambung, mata, dan
sebagainya.
1. Toksoplasmosis
Infeksi ini disebabkan oleh parasit (protozoan parasite Toxoplasma gondii)
yang ditularkan dari hewan bertubuh panas kepada manusia. Parasit ini masuk ke
dalam tubuh manusia melalui makanan. Sumber terutamanya adalah daging yang
tidak dimasak matang atau sayuran mentah. Tangan yang tercemar toksoplasma juga
bisa menjadi media penularan jika kita tidak mencuci tangan sebelum makan.
Pada kasus infeksi maternal primer yang terjadi pada kehamilan, parasit
bisa ditularkan dari plasenta dan menyebabkan cacat pada janin berupa gangguan
penglihatan atau keguguran spontan, meski persentasenya kecil.
Pada umumnya, infeksi Toxoplasma terjadi tanpa disertai gejala yang
spesifik. Kira-kira hanya 10-20% kasus infeksi Toxoplasma yang disertai gejala
ringan, mirip gejala influenza, bisa timbul rasa lelah, malaise, demam, dan
umumnya tidak menimbulkan masalah.
Infeksi Toxoplasma berbahaya bila terjadi saat ibu sedang hamil atau pada
orang dengan sistem kekebalan tubuh terganggu (misalnya penderita AIDS, pasien
transpalasi organ yang mendapatkan obat penekan respon imun). Jika wanita hamil
terinfeksi Toxoplasma maka akibat yang dapat terjadi adalah abortus spontan
atau keguguran (4%), lahir mati (3%) atau bayi menderita Toxoplasmosis bawaan.
Pada Toxoplasmosis bawaan, gejala dapat muncul setelah dewasa, misalnya
kelainan mata dan telinga, retardasi mental, kejang-kejang dan ensefalitis.
Diagnosis Toxoplasmosis secara klinis sukar ditentukan karena
gejala-gejalanya tidak spesifik atau bahkan tidak menunjukkan gejala (sub
klinik). Oleh karena itu, pemeriksaan laboratorium mutlak diperlukan untuk
mendapatkan diagnosis yang tepat. Pemeriksaan yang lazim dilakukan adalah
Anti-Toxoplasma IgG, IgM dan IgA, serta Aviditas Anti-Toxoplasma IgG. Pemeriksaan
tersebut perlu dilakukan pada orang yang diduga terinfeksi Toxoplasma, ibu-ibu
sebelum atau selama masa hamil (bila hasilnya negatif pelu diulang sebulan
sekali khususnya pada trimester pertma, selanjutnya tiap trimeter), serta bayi
baru lahir dari ibu yang terinfeksi Toxoplasma.
2. Infeksi rubella
Infeksi ini juga dikenal dengan campak Jerman dan sering diderita
anak-anak. Rubella yang dialami pada tri semester pertama kehamilan 90
persennya menyebabkan kebutaan, tuli, kelainan jantung, keterbelakangan mental,
bahkan keguguran. Ibu hamil disarankan untuk tidak berdekatan dengan orang yang
sedang sakit campak Jerman.
Untuk mencegah infeksi rubella, kaum wanita disarankan untuk melakukan
vaksinasi. Perlindungannya mencapai 100 persen. Infeksi Rubella ditandai dengan
demam akut, ruam pada kulit dan pembesaran kelenjar getah bening.
Infeksi ini disebabkan oleh virus Rubella, dapat menyerang anak-anak dan
dewasa muda. Infeksi Rubella berbahaya bila tejadi pada wanita hamil muda,
karena dapat menyebabkan kelainan pada bayinya. Jika infeksi terjadi pada bulan
pertama kehamilan maka risiko terjadinya kelainan adalah 50%, sedangkan jika
infeksi tejadi trimester pertama maka risikonya menjadi 25%.
Tanda tanda dan gejala infeksi Rubella sangat bervariasi untuk tiap
individu, bahkan pada beberapa pasien tidak dikenali, terutama apabila ruam
merah tidak tampak. Oleh Karena itu, diagnosis infeksi Rubella yang tepat perlu
ditegakkan dengan bantuan pemeriksaan laboratorium.Pemeriksaan Laboratorium
yang dilakukan meliputi pemeriksaan Anti-Rubella IgG dana IgM. Pemeriksaan
Anti-rubella IgG dapat digunakan untuk mendeteksi adanya kekebalan pada saat
sebelum hamil. Jika ternyata belum memiliki kekebalan, dianjurkan untuk
divaksinasi. Pemeriksaan Anti-rubella IgG dan IgM terutama sangat berguna untuk
diagnosis infeksi akut pada kehamilan < 18 minggu dan risiko infeksi rubella
bawaan.
3. Cytomegalovirus (CMV)
CMV merupakan keluarga virus herpes. Infeksi CMV disebabkan oleh virus
Cytomegalo, dan virus ini temasuk golongan virus keluarga Herpes. Seperti
halnya keluarga herpes lainnya, virus CMV dapat tinggal secara laten dalam
tubuh dan CMV merupakan salah satu penyebab infeksi yang berbahaya bagi janin
bila infeksi yang berbahaya bagi janin bila infeksi terjadi saat ibu sedang
hamil. Transmisi vertikal dari ibu ke bayi melalui transplacental. Infeksi CMV
pada ibu hamil bisa secara primer atau rekuren.
Infeksi primer pada ibu hamil ditandai dengan terjadinya serokonversi dari
IgG antibodi CMV selama kehamilan atau didapatkan IgG dan IgM CMV bersama-sama
selama kehamilan. Sedangkan infeksi rekuren ditandai adanya antibodi CMV pada
fase sebelum terjadinya pembuahan. Pada infeksi primer, transmisi infeksi ke
bayi sebesar 40%. Adanya IgG anti CMV pada ibu hamil tidak memberi perlindungan
kepada bayi, sehingga kelainan kongenital mungkin terjadi.
Pemeriksaan laboratorium sangat bermanfaat untuk mengetahui infeksi akut
atau infeski berulang, dimana infeksi akut mempunyai risiko yang lebih tinggi.
Pemeriksaan laboratorium yang silakukan meliputi Anti CMV IgG dan IgM, serta
Aviditas Anti-CMV IgG.Virus ini ditularkan melalui kontak seksual atau selama
kehamilan. Akibat infeksi ini bisa fatal karena menyebabkan cacat bawaan pada
janin. Belum ada pengobatan yang bisa mencegah infeksi virus ini.
4. Herpes simplex
Virus herpes terdiri dari 2 jenis, yaitu herpes simplex 1 (HSV-1) dan
herpes simplex virus 2 (HSV 2). Penularan biasanya terjadi pada kontak seksual
pada orang dewasa. HSV 1 juga bisa ditularkan melalui kontak sosial pada masa
anak-anak. Prevelansi HSV 2 lebih tinggi pada kelompok HIV positif dan mereka
yang melakukan hubungan seks tanpa kondom. Infeksi herpes pada alat genital
(kelamin) disebabkan oleh Virus Herpes Simpleks tipe II (HSV II). Virus ini
dapat berada dalam bentuk laten, menjalar melalui serabut syaraf sensorik dan
berdiam diganglion sistem syaraf otonom.
Bayi yang dilahirkan dari ibu yang terinfeksi HSV II biasanya
memperlihatkan lepuh pada kulit, tetapi hal ini tidak selalu muncul sehingga
mungkin tidak diketahui. Infeksi HSV II pada bayi yang baru lahir dapat
berakibat fatal (Pada lebih dari 50 kasus) Pemeriksaan laboratorium, yaitu
Anti-HSV II IgG dan Igm sangat penting untuk mendeteksi secara dini terhadap
kemungkinan terjadinya infeksi oleh HSV II dan mencegah bahaya lebih lanjut
pada bayi bila infeksi terjadi pada saat kehamilan.
Fakta Mengenai Infeksi TORCH
Pada Kehamilan
- Infeksi TORCH
merupakan gangguan pada kehamilan yang bisa membahayakan janin. Jika
infeksi ini diketahui di awal masa kehamilan, risiko penularan dari ibu
pada janin bisa dikurangi sehingga cacat bawaan bisa dicegah.
- Infeksi TORCH dapat
menyebabkan 5-10 persen keguguran dan cacat bawaan pada janin yang
meliputi gangguan pendengaran, retardasi mental serta kebutaan. Sebagian
besar cacat itu bisa dicegah dengan melakukan skrining TORCH di trimester
pertama kehamilan. Jika hasilnya negatif, para ibu bisa diberi edukasi
pentingnya menjaga kebersihan diri. Namun jika hasilnya positif, dokter
bisa memberikan pengobatan untuk menurunkan risiko transmisi dari ibu ke
janin.
- Di Indonesia, dari
54.000 kehamilan yang terinfeksi toksoplasma 70 persennya memiliki
antibodi. Sementara itu, 60 persen wanita memiliki antibodi terhadap virus
herpes simplex. Kendati demikian, 50-85 persen ibu hamil yang terinfeksi
rubela di trimester pertama kehamilan janinnya beresiko tinggi mengalami
cacat organ.
- Pada 10.000 ibu hamil
yang hasil skriningnya positif TORCH, hanya 10 saja yang hasil
diagnostiknya juga positif. Karena itu, skrining TORCH masih diperdebatkan
keakuratannya. Skrining prenatal hanya disarankan untuk mereka yang
termasuk dalam kelompok berisiko tinggi, misalnya ibu yang terinfeksi HIV.
Untuk memberikan pengobatan pun standarnya adalah hasil diagnostiknya
positif.
- Pemeriksaan diagnostik
dilakukan dengan cara pengambilan sedikit air ketuban untuk diperiksa di
laboratorium. Hasilnya jauh lebih akurat dibanding dengan skrining berupa
pengambilan darah. Jika hasil skrining positif baru disarankan untuk
melakukan diagnostik tes sebelum diberikan pengobatan. Saat ini,
pemeriksaan TORCH masih tergolong mahal untuk kebanyakan masyarakat. Akan
tetapi, tindakan preventif jauh lebih murah daripada kuratif.
Dampak TORCH Pada Bayi
1. Toksoplasmosis
- Pada wanita hamil,
toksoplasma berdampak signifikan yaitu bisa mengakibatkan keguguran dan
cacat.
- Tiga serangkai klasik
dampak pada bayi akibat infeksi toksoplasmosis pada kehamilan adalah
meliputi korioretinitis, hidrosefalus, dan kalsifikasi intrakranial.
- Gangguan yang dapat
terjadi pada bayi dan janin akibat Toksoplasmosis pada kehamilan adalah:
cairan tulang belakang tidak normal, anemia, Chorioretinitis, Kejang ,
Tuli, Demam, Growth retardation (gangguan pertumbuhan), Hepatomegaly
(pembesaran liver), Hydrocephalus, Intracranial calcifications (pengapyran
di otak), Kuning, Gangguan Belajar, Lymphadenopathy (pembedsaran
kelenjar), Maculopapular rash (kemerahan kulit), Mental retardation
(gangguan kecerdasan), Microcephaly (ukuran kepala kecil), Spasticity and
palsies (kelumpuhan dan kelemahan otot), Splenomegaly (limpa membesar),
Thrombocytopenia dan gangguan penglihatan
- Toksoplasmosis
kongenital hampir mirip penyakit yang disebabkan oleh organisme seperti
virus herpes simplex, cytomegalovirus, dan virus rubella. Bayi
prematur dengan toksoplasmosis dapat mengembangkan SSP dan penyakit mata
pada tiga bulan pertama kehidupan. Sebaliknya, T. gondii yang terinfeksi
penuh bayi lebih sering memiliki manifestasi penyakit ringan, dengan
hepatosplenomegali dan limfadenopati dalam dua bulan pertama. Meskipun
sebagian besar bayi terinfeksi dalam kandungan dilahirkan tanpa
tanda-tanda jelas toksoplasmosis pada pemeriksaan rutin bayi baru lahir,
hingga 80 persen mengakibatkan cacat visual di kemudian hari.
- Infeksi kongenital itu
berdampak pengurangan ketajaman visual dan lesi mata baru dapat terjadi
melalui dekade ketiga kehidupan atau bahkan kemudian. Masalah pada mata
memerlukan evaluasi ophthalmologic lengkap.
- 90% bayi yang
terinfeksi toksoplasma menderita gangguan penglihatan sampai buta setelah
beberapa bulan atau beberapa tahun sejak ia lahir. Dari jumlah tersebut,
10% dapat mengalami gangguan pendengaran.
- Bayi yang terinfeksi
toksoplasma akan beresiko mengalami 85% terkena retardasi mental, 75%
mengalami gangguan saraf, 50% mengalami gangguan penglihatan dan 15%
mengalami gangguan pendengaran.
- Indikasi infeksi pada
bayi dapat diketahui melalu USG yang memperlihatkan adanya cairan
berlebihan pada perut, pengapuran pada otak serta pelebaran saluran otak.
Bayi yang terinfeksi toksoplasma akan mengalami gangguan fungsi saraf yang
mengakibatkan keterlambatan perkembangan psikomotor dalam bentuk gangguan
kecerdasan maupun keterlambatan perkembangan bicara, serta kejang kejang
dan kekakuan yang akhirnya menimbulkan keterlambatan motorik. Toksoplasma
juga berpotensi menyebabkan cacat bawaan, terutama bila terjadi pada usia
kehamilan awal,sampai 3 bulan dan bahkan kematian.
2. Rubela
- Infeksi Rubella pada
kehamilan dapat menyebabkan keguguran, bayi lahir mati atau gangguan
terhadap janin. Sebanyak 50% lebih ibu yang mengalami Rubella tidak merasa
apa-apa. Sebagian lain mengalami demam, tulang ngilu, kelenjar belakang
telinga membesar dan agak nyeri. Setelah 1-2 hari muncul bercak-bercak
merah seluruh tubuh yang hilang dengan sendirinya setelah beberapa hari.
- Berdasarkan data dari
WHO, paling tidak 236.000 kasus Sindrom Rubella Kongenital terjadi setiap
tahun di negara-negara berkembang dan dapat meningkat 10 kali lipat pada
saat terjadi epidemi Tidak semua janin akan tertular. Jika ibu hamil
terinfeksi saat usia kehamilannya < 12 minggu maka risiko janin
tertular 80-90 persen. Jika infeksi dialami ibu saat usia kehamilan 15-30
minggu, maka risiko janin terinfeksi turun yaitu 10-20 persen. Namun,
risiko janin tertular meningkat hingga 100 persen jika ibu terinfeksi saat
usia kehamilan > 36 minggu.
- Sindrom Rubella
Kongenital biasanya terjadi hanya bila ibu terinfeksi pada saat umur
kehamilan masih kurang dari 4 bulan. Bila sudah lewat 5 bulan, jarang
sekali terjadi infeksi.
- Sindrom Rubella
Kongenital akibatnya katarak pada lensa mata bayi, gangguan pendengaran
atau tuli, gangguan jantung, dan kerusakan otak. Di samping itu, bayi juga
berisiko lebih besar untuk terkena diabetes melitus, gangguan tiroid,
gangguan pencernaan dan gangguan syaraf (pan-encephalitis)
3. Cytomegalovirus (CMV)
- Infeksi
Cytomegalovirus (CMV) kongenital terjadi sekitar 30.000-40.000 bayi
dilahirkan setiap tahun di Amerika Serikat, membuat Cytomegalovirus
merupakan infeksi yang paling umum dan penting dari semua infeksi
kongenital.
- Kemungkinan infeksi
dan luasnya penyakit pada bayi baru lahir tergantung pada status kekebalan
ibu. Jika infeksi primer ibu terjadi selama kehamilan, tingkat rata-rata
transmisi ke janin adalah 40%, sekitar 65% dari bayi ini memiliki penyakit
Cytomegalovirus saat lahir. Dengan infeksi ibu yang berulang, risiko
penularan pada janin lebih rendah, berkisar 0,5-1,5%, dengan sebagian
besar bayi tampak normal saat lahir .
- Sekitar 10% bayi
dengan infeksi kongenital memiliki bukti klinis penyakit saat lahir.
Bentuk yang paling parah dari infeksi CMV kongenital disebut sebagai
Cytomegalic inclusion disease (CID). CID hampir selalu terjadi pada wanita
yang memiliki infeksi sitomegalovirus primer selama kehamilan, meskipun
kasus yang jarang dijelaskan pada wanita dengan kekebalan yang sudah ada
sebelumnya yang mungkin memiliki reaktivasi infeksi selama kehamilan.
- CID ditandai dengan
retardasi pertumbuhan intrauterin, hepatosplenomegali, abnormalitas
hematologi (trombositopenia), dan manifestasi kulit berbagai, termasuk
petechiae dan purpura (blueberry muffin bayi). Namun, manifestasi paling
signifikan dari CID melibatkan SSP. Mikrosefali, ventrikulomegali, atrofi
otak, korioretinitis, dan gangguan pendengaran sensorineural konsekuensi
neurologis yang paling umum dari CID.
- Kalsifikasi
intraserebral biasanya menunjukkan distribusi periventricular dan yang
biasa ditemui menggunakan CT scan. Temuan kalsifikasi intrakranial adalah
prediksi defisit kognitif dan audiologic di kemudian hari dan memprediksi
prognosis perkembangan buruk persarafan.
- Jika ibu hamil
terinfeksi, maka janin yang dikandung mempunyai risiko tertular sehingga
mengalami gangguan misalnya pembesaran hati, kuning, pekapuran otak,
ketulian, retardasi mental, dan lain-lain. Bayi akan kehilangan
pendengaran (tuli).
- Sekitar 20%
dijumpai pada bayi yang terinfeksi virus adalah Limpa atau hati membesar
disertai gejala kuning pada kulit atau mata. 90% bayi yang masih bertahan
akan mengalami gangguan saraf berat seperti keterlambatan perkembangan
mental.
- Bila seorang ibu hamil
didiagnosa tertular virus sitomegalo, janin dalam kandungan bisa diperiksa
dengan melakukan pemeriksaan amniosintesa. Cara pemeriksaan ini hampir 80%
dapat mendeteksi bayi apakah juga terinfeksi virus atau tidak. Tetapi
tetap belum dapat diketahui apakah bayi menderita penyakit berat atau
tidak. Namun demikian, periksaan USG pada janin dalam kandungan, bisa
mengetahui kelainan otak dan organ lain.
- Pada bayi baru lahir,
10% diantaranya akan menunjukkan gejala klinik berupa: IUGR, Ikterus
(kuning), Hepatosplenomegali (pembesaran liver dan limpa), Ptekie sampai
purpura (perdarahan bawah kulit), Pneumonia. Biasanya juga dijumpai
kelainan kongenital lain seperti: penyakit jantung bawaan (defek septal),
atresia bilier, hernia inguinalis dan abnormalitas musculoskeletal.
Kebanyakan bayi yang bertahan hidup gejala CID memiliki gejala sisa
neurologis dan perkembangan saraf jangka panjang yang signifikan .
- Memang, telah
diperkirakan bahwa sitomegalovirus kongenital mungkin terjadi pada kasus
sindrom Down sebagai diketahui penyebab keterbelakangan mental pada anak.
4. Herpes Simpleks
Bayi paling berisiko tertular herpes neonatus bila ibunya sendiri tertular
herpes simpleks pada akhir masa kehamilan. Hal ini terjadi karena ibu yang baru
tertular belum memiliki antibodi terhadap virus, sehingga tidak ada
perlindungan untuk bayi saat lahir. Tambahan, infeksi herpes baru sering aktif,
sehingga ada kemungkinan yang lebih tinggi bahwa virus akan timbul di saluran
kelahiran saat melahirkan.
Herpes neonatus dapat menyebabkan infeksi yang berat, mengakibatkan
kerusakan yang menahun pada susunan saraf pusat, perlambatan mental, atau
kematian.
Pengobatan, bila diberi secara dini, dapat membantu mencegah atau
mengurangi kerusakan menahun, tetapi bahkan dengan pengobatan antiviral,
infeksi ini berdampak buruk pada kebanyakan bayi.
Diagnosa Penyakit TORCH
Proses diagnosa medis merupakan langkah pertama untuk menangani suatu
penyakit. Tetapi diagnosa berdasarkan pengamatan gejala klinis sering sukar
dilaksanakan, maka dilakukan diagnosa laboratorik dengan memeriksa serum darah,
untuk mengukur titer-titer antibodi IgM atau IgG-nya.
Diagnosis laboratorik dilakukan dengan menggunakan tes ELISA. Jika
ditemukan bahwa antibodi IgM menunjukkan hasil positif 40 (10.52%) untuk
toksoplasma, 102 (26.8%) untuk Rubella, 32 (8.42%) untuk CMV dan 14 (3.6%)
untuk HSV-II. Antibodi IgG menunjukkan hasil positif 160 (42.10%) untuk
Toxoplasma, 233 (61.3%) untuk Rubella, 346 (91.05%) untuk CMV dan 145 (33.58%) untuk
HSV-II.
Penderita TORCH kadang tidak menunjukkan gejala klinis yang spesifik,
bahkan bisa jadi sama sekali tidak merasakan sakit. Secara umum keluhan yang
dirasakan adalah mudah pingsan, pusing, vertigo, migran, penglihatan kabur,
pendengaran terganggu, radang tenggorokan, radang sendi, nyeri lambung, lemah
lesu, kesemutan, sulit tidur, epilepsi, dan keluhan lainnya.
Untuk kasus kehamilan: sulit hamil, keguguran, organ tubuh bayi tidak
lengkap, cacat fisik maupun mental, autis, keterlambatan tumbuh kembang anak,
dan ketidaksempurnaan lainnya.
Namun begitu, gejala diatas tentu belum membuktikan adanya penyakit TORCH
sebelum dibuktikan dengan uji laboratorik.
Pengobatan TORCH
Infeksi-infeksi TORCH ini dapat dideteksi dari pemeriksaan darah. Biasanya
ada 2 petanda yang diperiksa untuk tiap infeksi yaitu Imunoglobulin G (IgG) dan
Imunoglobulin M (IgM). Normalnya keduanya negatif.
Jika IgG positif dan IgMnya negatif, artinya infeksi terjadi dimasa lampau
dan tubuh sudah membentuk antibodi. Pada keadaan ini tidak perlu diobati.
Namun, jika IgG negatif dan Ig M positif, artinya infeksi baru terjadi dan
harus diobati. Selama pengobatan tidak dianjurkan untuk hamil karena ada
kemungkinan infeksi ditularkan ke janin. Kehamilan ditunda sampai 1 bulan
setelah pengobatan selesai (umumnya pengobatan memerlukan waktu 1 bulan).
Jika IgG positif dan IgM juga positif, maka perlu pemeriksaan lanjutan
yaitu IgG Aviditas. Jika hasilnya tinggi, maka tidak perlu pengobatan, namun
jika hasilnya rendah maka perlu pengobatan seperti di atas dan tunda kehamilan.
Pada infeksi Toksoplasma, jika dalam pengobatan terjadi kehamilan, teruskan
kehamilan dan lanjutkan terapi sampai melahirkan. Untuk Rubella dan CMV, jika
terjadi kehamilan saat terapi, pertimbangkan untuk menghentikan kehamilan
dengan konsultasi kondisi kehamilan bersama dokter kandungan anda.
Pengobatan TORCH secara medis diyakini bisa dengan menggunakan obat-obatan
seperti isoprinocin, repomicine, valtrex, spiromicine, spiradan, acyclovir,
azithromisin, klindamisin, alancicovir, dan lainnya. Namun tentu pengobatannya
membutuhkan biaya yang sangat mahal dan waktu yang cukup lama. Selain itu,
terdapat pula beberapa cara pengobatan alternatif yang ditawarkan.
Pengobatan TORCH secara medis pada wanita hamil dengan menggunakan obat
spiramisin (spiromicine), azithromisin dan klindamisin misalnya bertujuan untuk
menurunkan dampak (resiko) infeksi yang timbul pada janin. Namun sayangnya
obat-obatan tersebut seringkali menimbulkan efek mual, muntah dan nyeri perut.
Sehingga perlu disiasati dengan meminum obat-obatan tersebut sesudah atau pada
waktu makan.
Cara Penularan TORCH
Penularan TORCH pada manusia dapat melalui 2 (dua) cara. Pertama, secara
aktif (didapat) dan yang kedua, secara pasif (bawaan). Penularan secara aktif
disebabkan antara lain sebagai berikut :
- Makan daging setengah
matang yang berasal dari hewan yang terinfeksi (mengandung sista),
misalnya daging sapi, kambing, domba, kerbau, babi, ayam, kelinci dan
lainnya. Kemungkinan terbesar penularan TORCH ke manusia adalah melalui
jalur ini, yaitu melalui masakan sati yang setengah matang atau masakan
lain yang dagingnya diamsak tidak semnpurna, termasuk otak, hati dan
lainnya.
- Makan makanan yang
tercemar oosista dari feses (kotoran) kucing yang menderita TORCH. Feses
kucing yang mengandung oosista akan mencemari tanah (lingkungan) dan dapat
menjadi sumber penularan baik pada manusia maupun hewan. Tingginya resiko
infeksi TORCH melalui tanah yang tercemar, disebabkan karena oosista bisa
bertahan di tanah sampai beberapa bulan ( Howard, 1987).
- Transfusi darah
(trofozoid), transplantasi organ atau cangkok jaringan (trozoid, sista),
kecelakaan di laboratorium yang menyebabkan TORCH masuk ke dalam tubuh
atau tanpa sengaja masuk melalui luka (Remington dan McLeod 1981, dan
Levine 1987).
- Hubungan seksual
antara pria dan wanita juga bisa menyebabkan menularnya TORCH. Misalnya
seorang pria terkena salah satu penyakit TORCH kemudian melakukan hubungan
seksual dengan seorang wanita (padahal sang wanita sebelumnya belum
terjangkit) maka ada kemungkinan wanita tersebut nantinya akan terkena
penyakit TORCH sebagaimana yang pernah diderita oleh lawan jenisnya.
- Ibu hamil yang
kebetulan terkena salah satu penyakit TORCH ketika mengandung maka ada
kemungkinan juga anak yang dikandungnya terkena penyakit TORCH melalui
plasenta.
- Air Susu Ibu (ASI)
juga bisa sebagai penyebab menularnya penyakit TORCH. Hal ini bisa terjadi
seandainya sang ibu yang menyusui kebetulan terjangkit salah satu penyakit
TORCH maka ketika menyusui penyakit tersebut bisa menular kepada sang bayi
yang sedang disusuinya.
- Keringat yang menempel
pada baju atau pun yang masih menempel di kulit juga bisa menjadi penyebab
menularnya penyakit TORCH. Hal ini bisa terjadi apabila seorang yang
kebetulan kulitnya menempel atau pun lewat baju yang baru saja dipakai si
penderita penyakit TORCH.
- Faktor lain yang dapat
mengakibatkan terjadinya penularan pada manusia, antara lain adalah
kebiasaan makan sayuran mentah dan buah - buahan segar yang dicuci kurang
bersih, makan tanpa mencuci tangan terlebih dahulu, mengkonsumsi makanan
dan minuman yang disajikan tanpa ditutup, sehingga kemungkinan
terkontaminasi oosista lebih besar.
- Air liur juga bisa
sebagai penyebab menularnya penyakit TORCH. Cara penularannya juga hampir
sama dengan penularan pada hubungan seksual.
Berdasarkan kenyataan
di atas, penyakit TORCH ini sifatnya menular. Oleh karena itu dalam satu
keluarga biasanya kalau salah satu anggota keluarga terkena penyakit tersebut
maka yang lainnya pun juga bisa terkena. Malah ada beberapa kasus dalam satu
keluarga seluruh anggota keluarganya mulai dari kakek - nenek, kakak - adik,
bapak - ibu, anak - anak semuanya terkena penyakit TORCH.
Cara Menghindari TORCH
Untuk menghindari sedini mungkin penyakit TORCH yang sangat membahayakan
ini, ada beberapa hal sebagai solusi awal yang bisa dilakukan antara lain
sebagai berikut :
- Bila mengkonsumsi
daging seperti daging ayam, sapi, kambing, kelinci, babi dan lainnya
terlebih dahulu dimasak dengan matang hingga suhu mencapai 66 derajat
Celcius, agaroosista - oosista yang mungkin terbawa di dalam daging
tersebut bisa mati.
- Kucing peliharaan di
rumah hendaknya diberi daging matang untuk mencegah infeksi yang masuk ke
dalam tubuh kucing. Tempat makan, minum dan alas tidur harus selalu dicuci
/ dibersihkan.
- Hindari kontak dengan
hewan - hewan mamalia liar, seperti rodensia liar (tikus, bajing, musang
dan lain - lain) serta reptilia kecil seperti cecak, kadal, dan bengkarung
yang kemungkinan dapat sebagai hewan perantara TORCH.
- Penanganan kotoran
kucing sebaiknya dilakukan melalui sarung tangan yang disposable (dibuang
setelah dipakai).
- Bagi wanita yang
sedang hamil, terutama yang dinyatakan secara serologis sudah negatif,
jangan memelihara atau menangani kucing kecuali dengan sarung tangan.
- Bila sedang memegang
daging, bekerja di tempat atau perusahaan daging atau organ yang masih
mentah, hindari untuk tidak menyentuh mata, mulut, dan hidung dan
peralatan dapur setelah selesai sebaiknya dicuci dengan sabun.
- Bagi yang senang
berkebun atau bekerja di kebun, sebaiknya menggunakan sarung tangan,
mencuci sayuran atau buah sebelum dimakan.
- Darah penderita
seropositif tidak boleh ditransfusikan pada penderita yang menderita
imunosupresif, demikian pula transplantasi organ pada penderita
seronegatif harus dari orang dengan seronegatif TORCH.
- Pemberantasan terhadap
lalat dan kecoa sebagai pembawa oosista perlau dilakukan.
- Penggunaan desinfektan
komersial yang ada di toko - toko dapat berguna untuk membasmi oosista.
- Memeriksakan hewan
peliharaan secara kontinyu ke dokter hewan atau poliklinik hewan agar
supaya hewan keanyangan selalu dalam keadaan sehat.
cara alami menghilangkan lemak di jantung
BalasHapusI hope you can receive information from us.
BalasHapusApakah Penyakit Gondok Beracun Bisa Menular
Syaraf Kejepit Di Pinggang
I got a page from my friend, thank you for the very useful information.
BalasHapuspantangan makanan penderita infeksi ginjal
makanan yang baik untuk penderita infeksi ginjal
Health is a very valuable asset.
BalasHapusMakanan Sehat Bagi Penderita Tumor Colli Dextra
Gejala Tumor Colli Dextra
Your information is really useful. always work
BalasHapusCara Mengobati Infeksi Pencernaan
Thank you for your cooperation, hopefully it can pay off.
BalasHapusBiaya Operasi Tumor Rahang