Rabu, 19 November 2014

LAPORAN PRAKTIKUM
MATA KULIAH PARASITOLOGI
 



KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
PURWOKERTO

2014

PEMERIKSAAN CACING TREMATODA PADA KEONG

BAB I
PENDAHULUAN

A.            Latar Belakang
Trematoda atau cacing daun termasuk dalam filum Platyhelminthes dan hidup sebagai parasit. Banyak sekali macam hewan yang dapat berperan sebagai hospes definitif bagi cacing trematoda. Tidak ketinggalan manusia pun merupakan hospes utama bagi cacing trematoda. Trematoda menurut tempat hidupnya dibagi menjadi empat yaitu trematoda hati, trematoda paru, trematoda usus, dan trematoda darah (Sutanta, 2009).
Menurut Sardjono, Winarsih, dan Khalidi (2006), Trematoda diketahui bisa menyebabkan penyakit infeksi pada manusia. Dalam siklus hidupnya, trematoda memerlukan hospes perantara untuk pertumbuhan dan perkembangannya, berupa Mollusca (biasanya kelas Gastropoda), orang awam biasanya menyebutnya degan siput. Siput dapat dengan mudah ditemukan di lingkungan yang lembab atau berair. Salah satu contoh lingkungan yang cocok untuk pertumbuhan siput adalah daerah persawahan. Keberadaan Siput di persawahan ini diikuti dengan terdapatnya hewan-hewan lain seperti bebek, sapi, dan kambing yang merupakan hospes definitif dari trematoda. Hal ini menyebabkan siput yang terdapat di persawahan kemungkinan mengandung trematoda yang berpotensi sebagai penyebab infeksi pada manusia.
Siput merupakan perantara (hospes) dari cacing trematoda yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia dan hewan. Pada tubuh siput tersebut berkembang cerkaria yang pada waktu tertentu keluar mencari hospes untuk bertumbuh lebih lanjut. Apabila mendapatkan hospes maka mirasidium tersebut akan masuk ke dalam tubuh manusia atau hewan dengan menembus kulit, selanjutnya akan masuk dalam pembuluh darah dan bertumbuh menjadi cacing dewasa (Hafsah, 2013).

B.            Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya infeksi larva cacing trematoda pada sampel siput yang diperiksa.

  
BAB II
METODE

A.            Metode Pemeriksaan
Dalam praktikum parasitologi ini, kelompok saya menggunakan sampel keong mas, kraca, dan sumpil yang saya ambil dari persawahan  Desa Panerusan Kulon, Kecamatan Susukan, Kabupaten Banjarnegara pada satu hari sebelum praktikum dilaksanakan.
Prinsip dari praktikum ini adalah  perkembangbiakan Trematoda secara aseksual berada pada hospes perantara yaitu tubuh siput yang berlokasi di hati (berada pada segmen ketiga). Dasar teori Trematoda termasuk digenea yang mengalami reproduksi seksual pada stadium dewasanya diikuti oleh reproduksi seksual selama larvanya yang terjadi dalam tubuh siput sebagai hospes perantaranya. Pada waktu keluar dari badan mengandung larva yang telah ataupun yang belum matang. Telur yang menetas dalam air menjadi mirasidium yang bergerak aktif menembus kepala, alat peraba, kaki siput dapat juga tertelan dan menetas ditubuh siput. Di dalam jaringan siput, mirasidium mengalami metamorphosis menjadi sporokista tingkat dua atau redia. Redia mempunyai farinx dan usus sederhana atau ekskresi dengan sela api dan saluran pengumpul serta sel yang akhirnya melewati integument siput masuk ke dalam air. Serkaria akan keluar dari tubuh siput, berenang menuju ke binatang air (hewan atau tumbuhan) sebagai hospes perantara kedua dan akan tumbuh menjadi kista yang dikenal dengan metaserkaria dalam bentuk infektif.

B.            Alat  dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam pemeriksaan ini, antara lain:
1.             Objek glass
2.             Cover glass
3.             Mikroskop
4.             Pisau
5.             Talenan
6.             Tisu
7.             Keong Mas
8.             Kraca
9.             Sumpil

C.            Cara Kerja
Cara kerja yang dilakukan dalam pemeriksaan cacing trematoda pada keong mas, kraca dan sumpil adalah sebagai berikut.
1.             Keong mas, kraca, sumpil diambil dan diletakan di atas talenan.
2.             Segmen ketiga dari belakang dipotong tanpa merusak cangkangnya.
3.             Lendir dari keong mas dioleskan pada objek glass.
4.             Objek glass ditutup dengan cover glass.
5.             Sampel diamati di mikroskop.


BAB III
HASIL

Pada pemeriksaan keong mas (Pomacea canaliculata), kraca (Pila ampullaceae), dan sumpil (Helix pomatia), yang diambil dari persawahan  Desa Panerusan Kulon, Kecamatan Susukan, Kabupaten Banjarnegara didapatkan hasil:
Hasil Pengamatan
Jenis Gastropoda
Larva serkaria (+/-)
Keong mas
-
Kraca
-
Sumpil
-







Dari percobaan yang kelompok saya lakukan, dapat diketahui bahwa ketiga hasil pemeriksaan menunjukkan hasil negatif dengan tidak ditemukanya larva serkaria pada pengamatan yang kami lakukan di bawah mikroskop.

  
BAB IV
PEMBAHASAN

Dalam praktikum  ini, kelompok saya  melakukan pembelahan keong mas, kraca, dan sumpil. Pada pelaksanaannya, saya menemukan kelebihan dan kekurangan metode ini, yaitu:
Kelebihan    : .mudah dilakukan, membutuhkan waktu yang sebentar, dan alat yang digunakan pun sederhana.
Kekurangan   :  membutuhkan kehati-hatian saat memotong keong mas, kraca, dan sumpil karena berisiko pecah.

   Jenis siput, seperti keong mas (Pomacea canaliculata), kraca (Pila ampullaceae), dan sumpil (Helix pomatia) potensial untuk menyerang persawahan. Siput adalah herbivora yang sangat rakus. Selain padi muda, mereka juga menyukai tanaman air seperti Azolla, eceng gondok, kangkung, dan berbagai jenis sayuran lainnya. Oleh karena itu, kelompok siput dengan mudah dapat berkembang biak di persawahan (Susanto, 1995).
         Keong mas (Pomacea canaliculata) tergolong dalam famili Ampullaridae dan ordo Mesogastropoda. Cangkang keong mas berwarna kuning. Lingkaran (ubin) cangkang terdiri dari lima sampai enam buah dipisahkan dengan kedalaman yang disebut suture, bukaan cangkang (aperture) berbentuk panjang dan hampir bulat. Keong mas jantan memiliki aperture lebih bulat dari betina. Ukuran cangkang bervariasi dengan lebar 4-6 cm dan tinggi 4,5-7,5 cm. Operculum (tutup cangkang) umumnya tebal dan strukturnya berpusat di pusat cangkang. Oper-culum dapat ditarik masuk ke dalam aperture. Pada bagian kepala keong mas terdapat sepasang tentakel panjang berpangkal di atas kepala (Rusdy, 2010).
            Keong sawah (Pilla ampullaceal) adalah jenis siput air yang mudah dijumpai di perairan tawar Asia tropis, seperti di sawah, aliran parit, dan danau. Hewan bercangkang ini dikenal pula sebagai kraca, keong gondang, siput sawah, siput air, atau tutut. Bentuknya agak menyerupai siput murbai, tetapi keong sawah memiliki warna cangkang hijau pekat sampai hitam. Sebagaimana anggota Ampullariidae lainnya, ia memiliki operculum , semacam penutup/ pelindung tubuhnya yang lunakketika menyembungikan diri di dalam cangkangnya (Muchsin dkk, 2010).
            Sampel ketiga yang digunakan adalah sumpil (Helix pomatia). Sumpil sering dijumpai di sungai atau di areal persawahan. Sumpil sangat mudah dibedakan dengan Gastropoda lain karena sumpil  berbentuk kerucut lancip dan kecil. Cangkang sumpil berwarna hitam polos, walaupun jenis lain ada yang berwarna kecoklatan dengan bintik-bintik hitam maupun coklat yang lebih tua (Nurhudda, 2012). 
Di daerah pedesaan yang pengolahan sawahnya masih dilakukan secara tradisional dengan menggunakan hewan seperti kerbau atau sapi, perpindahan siput bisa terjadi karena terbawa hewan pembajak tersebut. Siput muda atau telur siput mungkin terselip diantara kaki-kaki hewan pembajak, dan jika kemudian sapi atau kerbau tersebut dipakai membajak sawah lain, maka tertularlah sawah lain tersebut (Susanto, 1995).
Pada praktikum ini, kelompok saya mengambil sampel siput di daerah persawahan, sehingga jika terdapat larva trematoda diperkirakan adalah larva dari Echinostoma sp dan Fasciola sp. (Sardjono, Winarsih, Khalidi, 2006).
Trematoda atau cacing daun termasuk dalam filum Platyhelminthes dan hidup sebagai parasit. Trematoda dalam hidupnya memiliki hospes devinitif dan hospes perantara. Hospes devinitif Trematoda adalah manusia dan berbagai mamalia. Hospes perantara pertama Treamatoda adalah molluska. Sedangkan hospes perantara keduanya, antara lain: tumbuhan air, ikan, udang atau ketam, dan siput. Trematoda memiliki siklus hidup sebagai berikut:
Telur
à larva àcacing dewasa (Soedarto, 2011).
Menurut Soedarto (2011), Trematoda memiliki lima jenis larva, yaitu:
1.           Mirasidium, merupakan larva stadium pertama yang menetas dari telur pada waktu masuk ke dalam air. Larva ini memiliki silia untuk bergerak.
2.          Sporokista, merupakan larva yang terbentuk di dalam tubuh molluska. Larva ini merupakan kantong yang berisi redia muda.
3.         Redia, merupakan larva yang terbentuk di dalam tubuh molluska. Larva ini memiliki oral sucker dan berisi redia atau serkaria.
4.           Serkaria, merupakan stadium terakhir yang terdapat di dalam tubuh molluska. Larva ini memiliki ekor dan akan meninggalkan tubuh molluska kemudian bebas berenang di air.
5.       Metaserkaria, merupakan stadium infektif yang membentuk kista dan kehilangan ekornya. Larva ini terdapat pada hospes perantara kedua.

Dalam tubuh hospes pertama Trematoda, yaitu siput,  terdapat sporokista, redia, dan serkaria. Dari ketiga larva tersebutm, biasanya serkaria yang diamati dengan mikroskop. Serkaria memiliki sebuah oral sucker  dengan banyak papila dan oral aperture  di tengahnya serta terapat ventral sucker dengan beberapa papila diskrit di tepi.  Serkaria memiliki kelenjar penetrasi lateral dan kelenjar pre-acetabular, yang menyebabkan saluran-saluran daerah anterior membuka ke dalam saku anterior kecil. Sel-sel api  serkaria terletak di lateral. Dalam tubuh serkaria, sel-sel somatik tampaknya memiliki metabolisme yang aktif, dengan retikulum endoplasma berkembang dengan baik, butiran sekretori, dan inti yang jelas (Pinheiro dkk, 2012). Ciri-ciri serkaria yang telah disebutkan di atas tidak terdapat pada pengamatan siput sehingga dapat dikatakan bahwa siput tersebut tidak membawa kemungkinan infeksi Trematoda.
Hasil negatif pada pemeriksaan yang telah dilaksanakan dapat disebabkan antara lain:
1.            Kemungkinan sampel keong mas/kraca/sumpil yang positif terdapat larva infektif adalah kecil, karena saat ini sawah dibajak tidak menggunakan kerbau tapi menggunakan traktor.
2.             Sampel keong mas/ kraca/ sumpil diambil dan disimpan terlalu lama sebelum praktikum.
3.      Kecerobohan praktikan dalam melakukan praktikum. Misalnya, kesalahan saat memotong segmen keong mas/ kraca/ sumpil.
4.             Kurangnya pemahaman praktikan pada bentuk morfologi larva  cacing Trematoda.
5.             Praktikan belum terlalu mampu untuk menggunakan mikroskop.


BAB IV
KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka dapat saya simpulkan sebagai berikut:
1.         Hasil yang didapat dari pemeriksaan potongan segmen keong mas, kraca, dan sumpil adalah negatif, karena tidak terdapat larva cacing trematoda (serkaria) pada keong mas, kraca, maupun sumpil.
2.         Ada berbagai macam jenis keong yang merupakan hospes perantara dari cacing trematoda. Diantaranya adalah keong mas (Pomacea canaliculata), kraca (Pila ampullaceae), dan sumpil (Helix pomatia). Ketiganya memiliki morfologi yang berbeda.
3.             Trematoda (cacing daun) memiliki lima jenis larva, tetapi yang biasanya dapat ditemukan dalam pengamatan adalah larva serkaria.



DAFTAR PUSTAKA

Hafsah. 2013. “Karakteristik Habitat dan Morfologi Siput Ongcomelania Hupensis Lindoensis Sebagai Hewan Reservoir dalam Penularan Shistosomiasis pada Manusia dan Ternak di Taman Nasional Lore Lindu”. J. Manusia Dan Lingkungan, Volume 20(2): 144-152.
Muchsin, dkk. 2010. “Kepadatan Keong Pila ampullaceal di Areal Persawahan Pondok Hijau”. Laporan Praktikum Ekologi Hewan.
Nurhudda. 2012. Sumpil si Keong Lezat. http://flora-faunaindonesia.blogspot.com/2012/05/sumpil-si-keong-lezat.html, diakses 20 Juni 2012.
Pinheiro, Jairo, dkk. 2012. “New insight into the morphology ofEurytrema coelomaticum (Trematoda, Dicrocoeliidae) cercariae by light, scanning, and transmission electron microscopies”. Parasitology Research, Volume 111(4): 1437-1445
 Rusdy, Alfian. 2010. “Pengaruh Pemberian Ekstrak Bawang Putih Terhadap Mortalitas Keong Mas”. J. Floratek,  5: 172 - 180
 Sardjono, Teguh Wahyu; Sri Winarsih, dan M. Rizqan Khalidi, 2006. “Larva Trematoda pada Berbagai Jenis Keong Persawahan di Daerah Blimbing Malang Jawa Timur dan Marampiau Rantau Kalimantan Selatan”. Jurnal.
Soedarto. 2011. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Jakarta : Sagung Seto.
Suhardono, Z. Kosasih, dan Sudraiat. 2000.  “Dinamika Popular Siput Lymnaea Rubiginosa dan Kejadian Fasciolosis pada Kerbau Rawa Di Kecamatan Danau Panggang”. Seminar Nasionai Peternakan dan Veleriner, hal 492-497.

Sutanta, Inge, dkk. 2009. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran Edisi Keempat. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

0 komentar:

Posting Komentar