LAPORAN PRAKTIKUM
MATA
KULIAH PARASITOLOGI
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN
KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
PURWOKERTO
2014
PEMERIKSAAN CACING
TREMATODA PADA KEONG
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Trematoda atau cacing daun termasuk dalam filum
Platyhelminthes dan hidup sebagai parasit.
Banyak sekali macam hewan yang dapat berperan sebagai hospes definitif
bagi cacing trematoda. Tidak ketinggalan manusia pun merupakan hospes utama bagi cacing trematoda.
Trematoda menurut tempat hidupnya dibagi menjadi empat yaitu trematoda hati,
trematoda paru, trematoda usus, dan trematoda darah (Sutanta, 2009).
Menurut Sardjono, Winarsih,
dan Khalidi
(2006), Trematoda diketahui bisa menyebabkan penyakit infeksi pada manusia.
Dalam siklus hidupnya, trematoda memerlukan hospes perantara untuk pertumbuhan
dan perkembangannya, berupa Mollusca (biasanya kelas Gastropoda), orang awam biasanya
menyebutnya degan siput. Siput dapat dengan mudah ditemukan di lingkungan yang
lembab atau berair. Salah satu contoh lingkungan yang cocok untuk pertumbuhan siput
adalah daerah persawahan. Keberadaan Siput di persawahan ini diikuti dengan
terdapatnya hewan-hewan lain seperti bebek, sapi, dan kambing yang merupakan
hospes definitif dari trematoda. Hal ini menyebabkan siput yang terdapat di
persawahan kemungkinan mengandung trematoda yang berpotensi sebagai penyebab
infeksi pada manusia.
Siput
merupakan perantara (hospes) dari cacing trematoda yang dapat menyebabkan
penyakit pada manusia dan hewan. Pada tubuh siput tersebut berkembang cerkaria
yang pada waktu tertentu keluar mencari hospes untuk bertumbuh lebih
lanjut. Apabila mendapatkan hospes maka mirasidium tersebut akan masuk ke dalam
tubuh manusia atau hewan dengan menembus kulit, selanjutnya akan masuk dalam
pembuluh darah dan bertumbuh menjadi cacing dewasa (Hafsah, 2013).
B.
Tujuan
Praktikum
Tujuan dari praktikum
ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya infeksi larva cacing trematoda pada sampel
siput yang diperiksa.
BAB
II
METODE
A.
Metode
Pemeriksaan
Dalam praktikum
parasitologi ini, kelompok saya menggunakan sampel keong mas, kraca, dan sumpil
yang saya ambil dari persawahan Desa
Panerusan Kulon, Kecamatan Susukan, Kabupaten Banjarnegara pada satu hari
sebelum praktikum dilaksanakan.
Prinsip dari praktikum ini
adalah perkembangbiakan Trematoda secara
aseksual berada pada hospes perantara yaitu tubuh siput yang berlokasi di hati
(berada pada segmen ketiga). Dasar teori Trematoda termasuk digenea yang
mengalami reproduksi seksual pada stadium dewasanya diikuti oleh reproduksi
seksual selama larvanya yang terjadi dalam tubuh siput sebagai hospes
perantaranya. Pada waktu keluar dari badan mengandung larva yang telah ataupun
yang belum matang. Telur yang menetas dalam air menjadi mirasidium yang
bergerak aktif menembus kepala, alat peraba, kaki siput dapat juga tertelan dan
menetas ditubuh siput. Di dalam jaringan siput, mirasidium mengalami
metamorphosis menjadi sporokista tingkat dua atau redia. Redia mempunyai farinx
dan usus sederhana atau ekskresi dengan sela api dan saluran pengumpul serta
sel yang akhirnya melewati integument siput masuk ke dalam air. Serkaria akan
keluar dari tubuh siput, berenang menuju ke binatang air (hewan atau tumbuhan)
sebagai hospes perantara kedua dan akan tumbuh menjadi kista yang dikenal
dengan metaserkaria dalam bentuk infektif.
B.
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang
digunakan dalam pemeriksaan ini, antara lain:
1.
Objek glass
2.
Cover glass
3.
Mikroskop
4.
Pisau
5.
Talenan
6.
Tisu
7.
Keong Mas
8.
Kraca
9.
Sumpil
C.
Cara
Kerja
Cara
kerja yang dilakukan dalam pemeriksaan cacing trematoda pada keong mas, kraca
dan sumpil adalah sebagai berikut.
1.
Keong mas, kraca,
sumpil diambil dan diletakan di atas talenan.
2.
Segmen ketiga dari belakang
dipotong tanpa merusak cangkangnya.
3.
Lendir dari keong mas
dioleskan pada objek glass.
4.
Objek glass ditutup dengan
cover glass.
5.
Sampel diamati di
mikroskop.
BAB
III
HASIL
Pada pemeriksaan keong mas (Pomacea canaliculata), kraca (Pila ampullaceae), dan sumpil (Helix pomatia), yang
diambil dari persawahan Desa Panerusan Kulon, Kecamatan Susukan,
Kabupaten Banjarnegara didapatkan
hasil:
Hasil
Pengamatan
|
|
Jenis Gastropoda
|
Larva serkaria (+/-)
|
Keong mas
|
-
|
Kraca
|
-
|
Sumpil
|
-
|
Dari
percobaan yang kelompok saya lakukan, dapat diketahui bahwa ketiga
hasil pemeriksaan menunjukkan hasil negatif dengan tidak ditemukanya larva serkaria pada pengamatan yang kami lakukan di bawah mikroskop.
BAB
IV
PEMBAHASAN
Dalam praktikum ini,
kelompok saya melakukan
pembelahan keong mas, kraca, dan sumpil. Pada pelaksanaannya, saya menemukan kelebihan dan
kekurangan metode
ini, yaitu:
Kelebihan : .mudah dilakukan, membutuhkan waktu yang sebentar, dan alat
yang digunakan pun sederhana.
Kekurangan : membutuhkan kehati-hatian saat
memotong keong mas, kraca, dan sumpil karena berisiko pecah.
Jenis siput, seperti keong mas (Pomacea canaliculata), kraca (Pila ampullaceae), dan sumpil (Helix pomatia)
potensial untuk menyerang persawahan. Siput adalah herbivora yang sangat rakus.
Selain padi muda, mereka juga menyukai tanaman air seperti Azolla, eceng gondok, kangkung, dan berbagai jenis sayuran lainnya.
Oleh karena itu, kelompok siput dengan mudah dapat
berkembang biak di persawahan (Susanto, 1995).
Keong mas (Pomacea canaliculata) tergolong
dalam famili Ampullaridae dan ordo Mesogastropoda. Cangkang keong mas berwarna
kuning. Lingkaran (ubin) cangkang terdiri dari lima sampai enam buah dipisahkan
dengan kedalaman yang disebut suture, bukaan cangkang (aperture)
berbentuk panjang dan hampir bulat. Keong mas jantan memiliki aperture lebih
bulat dari betina. Ukuran cangkang bervariasi dengan lebar 4-6 cm dan tinggi
4,5-7,5 cm. Operculum (tutup cangkang) umumnya tebal dan strukturnya
berpusat di pusat cangkang. Oper-culum dapat ditarik masuk ke dalam aperture.
Pada bagian kepala keong mas terdapat sepasang tentakel panjang berpangkal di
atas kepala (Rusdy, 2010).
Keong sawah (Pilla ampullaceal) adalah jenis siput air yang mudah dijumpai di
perairan tawar Asia tropis, seperti di sawah, aliran parit, dan danau. Hewan
bercangkang ini dikenal pula sebagai kraca, keong gondang, siput sawah, siput
air, atau tutut. Bentuknya agak menyerupai siput murbai, tetapi keong sawah
memiliki warna cangkang hijau pekat sampai hitam. Sebagaimana anggota
Ampullariidae lainnya, ia memiliki operculum
, semacam penutup/ pelindung tubuhnya yang lunakketika menyembungikan diri
di dalam cangkangnya (Muchsin dkk, 2010).
Sampel ketiga yang digunakan adalah
sumpil (Helix pomatia). Sumpil sering dijumpai di sungai atau di areal
persawahan. Sumpil sangat mudah dibedakan dengan
Gastropoda lain karena sumpil berbentuk
kerucut lancip dan kecil. Cangkang sumpil berwarna hitam polos, walaupun jenis
lain ada yang berwarna kecoklatan dengan bintik-bintik hitam maupun coklat yang
lebih tua (Nurhudda, 2012).
Di daerah pedesaan yang
pengolahan sawahnya masih dilakukan secara tradisional dengan menggunakan hewan
seperti kerbau atau sapi, perpindahan siput bisa terjadi karena terbawa hewan
pembajak tersebut. Siput muda atau telur siput mungkin terselip diantara
kaki-kaki hewan pembajak, dan jika kemudian sapi atau kerbau tersebut dipakai
membajak sawah lain, maka tertularlah sawah lain tersebut (Susanto, 1995).
Pada praktikum ini, kelompok saya mengambil
sampel siput di daerah persawahan, sehingga jika terdapat larva trematoda diperkirakan adalah larva dari Echinostoma sp dan Fasciola sp. (Sardjono, Winarsih, Khalidi, 2006).
Trematoda atau
cacing daun termasuk dalam filum Platyhelminthes dan hidup sebagai parasit. Trematoda
dalam hidupnya memiliki hospes devinitif dan hospes perantara. Hospes devinitif
Trematoda adalah manusia dan berbagai mamalia. Hospes perantara pertama Treamatoda
adalah molluska. Sedangkan hospes perantara keduanya, antara lain: tumbuhan
air, ikan, udang atau ketam, dan siput. Trematoda memiliki siklus hidup sebagai
berikut:
Telurà larva àcacing dewasa (Soedarto, 2011).
Telurà larva àcacing dewasa (Soedarto, 2011).
Menurut Soedarto
(2011), Trematoda memiliki lima jenis larva, yaitu:
1. Mirasidium, merupakan
larva stadium pertama yang menetas dari telur pada waktu masuk ke dalam air.
Larva ini memiliki silia untuk bergerak.
2. Sporokista, merupakan
larva yang terbentuk di dalam tubuh molluska. Larva ini merupakan kantong yang
berisi redia muda.
3. Redia, merupakan larva
yang terbentuk di dalam tubuh molluska. Larva ini memiliki oral sucker dan berisi redia atau serkaria.
4. Serkaria, merupakan
stadium terakhir yang terdapat di dalam tubuh molluska. Larva ini memiliki ekor
dan akan meninggalkan tubuh molluska kemudian bebas berenang di air.
5. Metaserkaria, merupakan
stadium infektif yang membentuk kista dan kehilangan ekornya. Larva ini
terdapat pada hospes perantara kedua.
Dalam tubuh
hospes pertama Trematoda, yaitu siput,
terdapat sporokista, redia, dan serkaria. Dari ketiga larva tersebutm,
biasanya serkaria yang diamati dengan mikroskop. Serkaria memiliki sebuah oral sucker dengan banyak papila dan oral aperture di tengahnya
serta terapat ventral sucker dengan
beberapa papila diskrit di tepi.
Serkaria memiliki kelenjar penetrasi lateral dan kelenjar
pre-acetabular, yang menyebabkan saluran-saluran daerah anterior membuka ke
dalam saku anterior kecil. Sel-sel api
serkaria terletak di lateral. Dalam tubuh serkaria, sel-sel somatik
tampaknya memiliki metabolisme yang aktif, dengan retikulum endoplasma
berkembang dengan baik, butiran sekretori, dan inti yang jelas (Pinheiro
dkk, 2012). Ciri-ciri serkaria yang telah disebutkan di atas tidak
terdapat pada pengamatan siput sehingga dapat dikatakan bahwa siput tersebut
tidak membawa kemungkinan infeksi Trematoda.
Hasil
negatif pada pemeriksaan yang
telah dilaksanakan
dapat disebabkan antara lain:
1. Kemungkinan
sampel keong mas/kraca/sumpil yang positif terdapat
larva infektif adalah kecil, karena saat ini sawah dibajak tidak menggunakan
kerbau tapi menggunakan traktor.
2.
Sampel keong mas/
kraca/ sumpil diambil dan disimpan terlalu lama sebelum praktikum.
3. Kecerobohan praktikan
dalam melakukan praktikum. Misalnya, kesalahan saat memotong segmen keong mas/
kraca/ sumpil.
4.
Kurangnya pemahaman
praktikan pada bentuk morfologi larva
cacing Trematoda.
5.
Praktikan belum
terlalu mampu untuk menggunakan mikroskop.
BAB
IV
KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka
dapat saya simpulkan sebagai berikut:
1. Hasil yang didapat dari
pemeriksaan potongan segmen keong mas, kraca, dan sumpil adalah negatif, karena tidak terdapat larva cacing trematoda (serkaria)
pada keong mas, kraca, maupun sumpil.
2. Ada berbagai macam
jenis keong yang merupakan hospes perantara dari cacing trematoda. Diantaranya
adalah keong mas (Pomacea
canaliculata), kraca (Pila ampullaceae), dan sumpil (Helix pomatia). Ketiganya
memiliki morfologi yang berbeda.
3.
Trematoda (cacing daun)
memiliki lima jenis larva, tetapi yang biasanya dapat ditemukan dalam
pengamatan adalah larva serkaria.
DAFTAR
PUSTAKA
Hafsah.
2013. “Karakteristik Habitat dan
Morfologi Siput Ongcomelania Hupensis Lindoensis Sebagai Hewan Reservoir
dalam Penularan Shistosomiasis pada Manusia dan Ternak di Taman Nasional Lore
Lindu”. J. Manusia Dan Lingkungan,
Volume 20(2): 144-152.
Muchsin, dkk. 2010. “Kepadatan Keong Pila ampullaceal di
Areal Persawahan Pondok Hijau”. Laporan Praktikum Ekologi Hewan.
Nurhudda.
2012. Sumpil si Keong Lezat. http://flora-faunaindonesia.blogspot.com/2012/05/sumpil-si-keong-lezat.html,
diakses 20 Juni 2012.
Pinheiro, Jairo,
dkk. 2012. “New insight into the morphology ofEurytrema coelomaticum (Trematoda,
Dicrocoeliidae) cercariae by light, scanning, and transmission electron
microscopies”. Parasitology Research, Volume 111(4): 1437-1445
Rusdy, Alfian. 2010. “Pengaruh Pemberian Ekstrak Bawang Putih Terhadap
Mortalitas Keong Mas”. J.
Floratek, 5: 172 - 180
Sardjono, Teguh Wahyu; Sri Winarsih, dan M.
Rizqan Khalidi, 2006. “Larva Trematoda pada Berbagai Jenis Keong Persawahan di
Daerah Blimbing Malang Jawa Timur dan Marampiau Rantau Kalimantan Selatan”. Jurnal.
Soedarto.
2011. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran.
Jakarta : Sagung Seto.
Suhardono,
Z. Kosasih, dan Sudraiat. 2000.
“Dinamika Popular Siput Lymnaea
Rubiginosa dan Kejadian Fasciolosis pada
Kerbau Rawa Di Kecamatan Danau Panggang”. Seminar
Nasionai Peternakan dan Veleriner, hal 492-497.
Sutanta, Inge, dkk. 2009. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran Edisi Keempat. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.
0 komentar:
Posting Komentar