PENGARUH TIPE PERILAKU TERHADAP
PENYAKIT JANTUNG KORONER
Tugas
Pengganti Kuliah Psikologi kesehatan
Oleh
:
Uswatun Khasanah
|
G1B013001
|
Setyaningrum Adi Kusuma
|
G1B013041
|
Kinanthi Wirama Sekarshashi
|
G1B013073
|
Fani Nuraini
|
G1B013077
|
UNIVERSITAS
JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS
KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN
KESEHATAN MASYARAKAT
PURWOKERTO
2014
Penyakit
jantung koroner (PJK) adalah penyakit yang menyerang pembuluh darah yang
mengalirkan darah ke jantung (arteri koronaria) yang mengakibatkan terjadinya
penyumbatan sebagian atau total dari satu atau lebih pembuluh darah arteri
koroner. Sampai saat ini penyebab pasti penyakit jantung koroner belum
diketahui, dimungkinkan merupakan interaksi dari penyebab multifaktorial yang berhubungan
dengan kenaikan risiko untuk terjadinya suatu penyakit jantung koroner.
Penyakit jantung koroner merupakan masalah kesehatan masyarakat karena
berkaitan dengan tingginya kejadian morbiditas, mortalitas, disabilitas dan
penurunan produktifitas (Supriyono, 2008).
Pada
saat ini penyakit jantung merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia. Pada
tahun 2005 sedikitnya 17,5 juta atau setara dengan 30,0 % kematian diseluruh
dunia disebabkan oleh penyakit jantung. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), 60
% dari seluruh penyebab kematian penyakit jantung adalah penyakit jantung
koroner (Supriyono, 2008).
Penyebab
penyakit jantung koroner memiliki berbagai faktor yang berperan penting
terhadap timbulnya penyakit jantung koroner, disebut sebagai faktor risiko PJK.
Faktor risiko PJK terdiri atas faktor yang tidak dapat dikendalikan dan faktor
yang dapat dikendalikan. Faktor yang tidak dapat dikendalikan (nonmodifiable
risk factors) terdiri atas keturunan;
umur, makin tua risiko makin besar; jenis kelamin, pria mempunyai risiko lebih
tinggi dari pada wanita (wanita risikonya meningkat sesudah menopouse).
Sedangkan faktor yang dapat dikendalikan (modifiable risk factors) terdiri atas dyslipidaemia, tekanan
darah tinggi (hipertensi), merokok, penyakit Diabates Mellitus, stress,
kelebihan berat badan dan obesitas (Supriyono, 2008).
Stres,
baik fisik maupun mental merupakan faktor risiko untuk PJK. Pada masa sekarang,
lingkungan kerja telah menjadi penyebab utama stress dan terdapat hubungan yang
saling berkaitan antara stress dan abnormalitas metabolisme lipid. Disamping
itu, stres merangsang sistem kardiovaskuler dengan dilepasnya catecholamine yang
meningkatkan kecepatan denyut jantung dan menimbulkan vasokonstriksi. Beberapa
ilmuwan mempercayai bahwa stress menghasilkan suatu percepatan dari proses
atherosklerosis pada arteri koroner (Supriyono, 2008).
Stres
terus menerus bisa mempengaruhi perilaku orang. Beberapa penelitian menunjukan adanya
hubungan antara tipe perilaku dengan risiko peningkatan penyakit jantung.
Frieldman (1969) mengenalkan 2 tipe perilaku, yaitu perilaku tipe A dan B.
Menurut Friedman dan Jenkins (dalam
Kaplan dan Stamler, 1991), orang dengan pola perilaku tipe A mempunyai gaya
aktivitas kehidupan yang ditandai oleh hal berikut: kompetisi, usaha keras
untuk mencapai tujuan tertentu, kemarahan yang mudah dibangkitkan, perasaan
ketergesaan untuk menyelesaikan sesuatu dengan cepat, selalu tepat pada
waktunya, tidak sabar, sikap dan berbicara mendadak dan gerak isyarat yang
cepat serta konsentrasi terhadap tujuan yang dipilih sendiri sampai hal yang
tidak diterimakan, dan mengikuti beberapa aspek lingkungan lainnya, yang
mencakup komunikasi dari lainnya. Orang yang mempunyai gaya perilaku lawannya,
yang rileks, tidak tergesa-gesa, tidak mudah dirangsang, serta mempunyai pola
berbicara dan gerak isyarat dirubah menjadi lebih tenang, didefinisikan sebagai
tipe B.
Walaupun orang tipe A menjalankan
perjuangan terus menerus untuk mengatasi hambatan dalam lingkungannya, namun
mereka tidak perlu mempunyai kecenderungan lebih besar untuk merasa cemas atau
depresi daripada tipe B. Pola tipe A tidak dilihat sebagai kesimpulan
psikodinamik, tipe A merupakan gaya perilaku yang dapat diamati, tempat
seseorang yang dipresdisposisi secara psikologis bereaksi tehadap keadaan yang
menantangnya (Kaplan dan Stamler, 1991).
Menurut Ratnaningtyas (2011), stress
psikologis sebagai pemicu terjadinya berbagai kelainan kardiovaskular, seperti
penyakit jantung koroner sering dikaitkan dengan perilaku tipe A. Dua
penelitian prospektif telah memperlihatkan bahwa perilaku tipe A mendahului penyakit
jantung koroner, bahwa efeknya bebas dari faktor risiko penyerta, dan bahwa
risiko sebanding dengan derajat perilaku tipe A yang diperlihatkan (Kaplan dan
Stamler, 1991).
Prevalensi pola perilaku tipe A
bervariasi sesuai kelompok budaya, pekerjaan, dan pendidikan. Pekerjaan yang
melibatkan tingkat kebanggaan lebih tinggi cenderung memiliki proporsi orang
tipe A yang lebih tinggi. Orang dengan pendidikan lebih tinggi, lebih sering
tipe A daripada yang pendidikannya rendah (Kaplan dan Stamler, 1991).
Derajat peningkatan risiko terhadap
penyakit jantung koroner yang dibawa oleh adanya pola perilaku tipe A telah
diteliti pada sejumlah keadan. Framingham
Heart Study menunjukan hal sebagai berikut:
· Pria berusia 45-54
tahun dengan tipe A mempunyai prevalensi penyakit jantung koroner 1,6 kali
lipat dibandingkan dengan pria tipe B, sedangkan pria yang berusia lebih tua
dengan tipe A memiliki prevalensi 1,1 kali lipat dibandingkan dengan pria tipe
B.
· Diantara wanita,
hubungan tipe A dengan penyakit jantung koroner lebih kuat. Wanita berusia
45-54 tahun dengan tipe A mempunyai prevalensi penyakit jantung koroner 8 kali
lipat dibandingkan dengan wanita tipe B, sedangkan wanita yang berusia 65-74
tahun dengan tipe A memiliki memiliki prevalensi 2 kali lipat dibandingkan dengan
wanita tipe B.
·
Pria pekerja kantor
berumur 45-75 tahun dengan tipe A mempunyai indeks PJK 2,9 kali tipe B, tetapi
di dalam pria pekerja kasar rasionya hanya 1,4:1 pada pria usia sebelum pensiun
dan kurang dari 1 (hanya 0,7) pada pria pekerja kasar berumur 65 tahun atau
lebih.
· Bagi wanita, rasio
risiko relatif 2,5 terhadap 1 pada wanita lebih muda dan 1,9 terhadap 1 pada
wanita lebih tua, dengan perbedaan dasar yang sama dalam rasio risiko relatif
yang diperlihatkan sama bagi ibu rumah tangga dan wanita pekerja.
(Haynes dkk, 1980 dalam Kaplan dan
Stamler, 1991).
Dalam
penelitian Framingham, sejumlah faktor psikososial didapatkan berhubungan
dengan penyakit jantung koroner. Pada penelitian tersebut, didapatkan bahwa
pria tipe A memiliki risiko penyakit jantung koroner lebih tinggi dibandingkan
dengan tipe B. Penemuan pada pria tersebut juga memperlihatkan risiko serupa
pada wanita tipe A.Wanita pekerja lebih mungkin daripada ibu rumah tangga
melaporkan memiliki perilaku tipe A, ketidakcocokan perkawinan, mobilitas
pekerjaan, stress sehari-hari, atau ketidakpuasan perkawinan. Walaupun
pekerjaan itu sendiri tidak berhubungan dengan penyakit jantung koroner pada
wanita, namun lingkungan kerja (pimpinan yang tidak membantu, penurunan
mobilitas pekerjaan) dan kepribadian (kemarahan terpendam) serta tekanan
ekonomi tampak merupakan penentu vulnerebilitas terhadap penyakit jantung
koroner (Kaplan dan Stamler, 1991).
Beberapa
program intervensi kecil telah memperlihatkan bahwa mungkin merubah pola
perilaku tipe A pada dewasa yang termotivasi baik bisa diikuti oleh penurunan
faktor lain seperti kolesterol serum dan tekanan darah sistolik. Tapi, masih
belum ditetapkan apakah usaha untuk mengurangi intensitas pola tipe A akan menghasilkan
perubahan perilaku jangka panjang atau penurunan terus-menerus pada tekanan
darah kolesterol (Kaplan dan Stamler, 1991).
Salah satu hambatan utama untuk
merubah perilaku tipe A adalah dalam masyarakat pola ini sering dihadiahi
pujian, kenaikan pangkat, dan peningkatan penghasilan. Gangguan pola tipe A
juga membangkitkan ansietas dan kemarahan. Karena itu kembali lagi berperilaku
seperti tipe A. Kebanyakan orang dengan perilaku tipe A tidak mempunyai
motivasi untuk tetap terlibat dalam program yang mencari jalan perubahan
perilaku. Banyak orang tipe A menggunakan berbgai mekanisme psikologi,
khususnya isolasi dan denial untuk mengurangi luas pola tipe A menyerang
kehidupannya dan risiko penyakit jantung koroner yang mungkin dibawa pola tipe
A (Kaplan dan Stamler, 1991).
Tampaknya tepat menggunakan adanya
pola tipe A sebagai petunjuk bahwa harus ada intervensi lebih giat terhadap
faktor risiko lain yang ada bersamaan pada perorangan yang mungkin lebih mudah
diturunkan, seperti merokok atau tekanan darah tinggi. Intervensi langsung
untuk menurunkan pola tipe A, bila berhasil mungkin akan menyebabkan kenikmatan
hidup lebih besar (Kaplan dan Stamler, 1991).
Berdasarkan tinjauan pustaka di
atas, maka dapat kami simpulkan bahwa aktivitas perilaku yang bersemangat
seperti yang ditunjukan pada orang dengan tipe A memberikan risiko penyakit
jantung koroner yang sebanding dengan faktor risiko standar lainnya. Untuk
mencegah terjadinya penyakit jantung koroner, saran kami adalah masyarakat
diharapkan berperilaku hidup sehat dengan tidak merokok, olah raga secara
teratur, makan makanan yang sehat dan konsumsi kolesterol yang berimbang. Kaitannya
dengan tipe perilaku, masyarakat hendaknya dapat merespon stress secara
positif.
DAFTAR PUSTAKA
Kaplan,
Norman M. dan Jeremiah Stemler. 1991. Pencegahan
Penyakit Jantung Koroner, diterjemahkan Sukwan Handali. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Supriyono,
Mamat. 2008. “Faktor-Faktor Risiko Yang
Berpengaruh Terhadap Kejadian Penyakit Jantung Koroner Pada Kelompok Usia <
45 Tahun”, Tesis. Magister
Epidemiologi Universitas Diponegoro Semarang.
Ratnaningtyas,
Yosefin. 2011. “Hubungan Kepribadian Tipe D Dengan Kejadian
Hipertensi Di Rsud Prof. Dr. Margono Soekardjo”, Mandala of Health. Volume 5, Nomor 2.
0 komentar:
Posting Komentar