Jumat, 14 November 2014

HUBUNGAN KESEIMBANGAN NITROGEN NEGATIF DENGAN PENYAKIT GINJAL KRONIS

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah patofisiologi





Oleh :
Setyaningrum Adi Kusuma
G1B013041
Fani Nuraini
G1B013077
Ellen Herliana Putri
G1B013084


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
PURWOKERTO
2014



BAB I
PENDAHULUAN


A.                 Latar Belakang
            Sistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjdinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan lagi oleh tubuh larut dlam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih). Sistem perkemihan terdiri atas ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra (Falasri, 2011).
            Manusia dapat mengalami kelainan pada ginjal, contohnya penyakit ginjal kronik. Penyakit ginjal merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversible, yang bisanya pada keadaan tertentu memerlukan terapi hemodialisis. Keadaan penyakit ginjal kronik yang memerlukan hemodialisis adalah bila faal ginjal yang masih tersisa sudah minimal seperti tidak bisa diberi pengobatan konservatif dan farmakologik (Silviani, 2011). Prosedur hemodialisa dapat menyebabkan kehilangan zat gizi, seperti protein sehingga dapat menimbulkan keseimbangan nitrogen negative (Sawe, 2013).

B.            Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat di ambil rumusan masalah sebagai berikut:
1.             Apakah penyakit ginjal kronik itu?
2.             Apakah keseimbangan nitrogen itu?
3.             Bagaimanakan hubungan keseimbangan nitrogen negatif dengan penyakit ginjal kronis? 

C.            Tujuan
Makalah ini disusun dengan tujuan sebagai berikut:
1.             Untuk mengetahui konsep penyakit ginjal kronik.
2.             Untuk mengetahui konsep keseimbangan nitrogen.
3.             Untuk mengetahui hubungan keseimbangan nitrogen negatif dengan penyakit ginjal kronik.



  
BAB II
PEMBAHASAN


A.        PENYAKIT GINJAL KRONIK
1.         Definisi, klasifikasi, dan diagnosis PGK
            Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah suatu keadaan dimana ginjal secara bertahap dan progresif kehilangan fungsi nefronnya. Penurunan fungsi ginjal ini bersifat kronis dan irreversibel. Berbagai penyakit yang mengakibatkan kehilangan nefron secara progresif dapat menyebabkan penyakit ginjal kronik. Gejala-gejala klinis yang serius seringkali tidak muncul sampai jumlah nefron fungsional berkurang sedikitnya 70-75 persen di bawah normal (Guyton, 2007: 423-35 dan Suwitra, 2006:570-3 dalam Hapsari, 2012).

Kriteria Penyakit Ginjal Kronik antara lain:
a.      Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dengan manifestasi:
1)      kelainan patologis
2)      terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah dan urin atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging test).
b.      Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73m² selama 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal.

Pada keadaan tidak terdapat kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan dan LFG sama dengan atau lebih dari 60 ml/menit/1,73m², tidak termasuk kriteria penyakit ginjal kronik.
(Suwitra, 2006:570-3 dalam Hapsari, 2012)


Tabel 1. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit
Derajat
Penjelasan
LFG
1.
Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑
>90
2.
Kerusakan ginjal dengan LFG↓ ringan
60-89
3.
Kerusakan ginjal dengan LFG↓ sedang
30-59
4.
Kerusakan ginjal dengan LFG↓ berat
15-29
5.
Gagal ginjal
<15
(Suwitra, 2006:570-3 dalam Hapsari, 2012)
2.         Etiologi PGK
            Dua penyebab utama penyakit ginjal kronis adalah diabetes dan hipertensi. Diabetes dapat menyebabkan kerusakan pada banyak organ dalam tubuh, termasuk ginjal dan jantung, serta pembuluh darah, saraf dan mata. Sedangkan hipertensi yang tidak terkendali dapat menjadi penyebab utama serangan jantung, stroke dan penyakit ginjal kronis. Sebaliknya penyakit ginjal kronis juga dapat menyebabkan tekanan darah tinggi (National Kidney Foundation, 2012 dalam Hapsari, 2012)
Tabel 2. Penyebab Utama PGK di Amerika Serikat (1995-1999)
Penyebab
Insiden
Diabetes Melitus
- Tipe 1 (7%)
- Tipe 2 (37%)
44%
Hipertensi dan penyakit pembuluh darah besar
27%
Glomerulonefritis
10%
Nefritis interstitialis
4%
Kista dan penyakit bawaan lain
3%
Penyakit sistemik (misal, lupus dan vasculitis)
2%
Neoplasma
2%
Tidak diketahui
4%
Penyakit lain
4%
(Suwitra, 2006:570-3 dalam Hapsari, 2012))

3.         Patofisiologi PGK
            Semua proses penyakit yang mengakibatkan kehilangan nefron secara progresif dapat menyebabkan penyakit ginjal kronik (O’Callaghan C, 2009 dalam Hapsari, 2012). Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama (Suwitra, 2006:570-3 dalam Hapsari, 2012)
            Jika terdapat kerusakan nefron, ginjal mempunyai kemampuan kompensasi untuk mempertahankan LFG dengan cara meningkatkan daya filtrasi dan reabsorbsi zat terlarut dari nefron yang tersisa. Pengurangan masa ginjal menyebabkan hipertrofi secara struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa sebagai upaya kompensasi. Hipertrofi “kompensatori” ini akibat hiperfiltrasi adaptif yang diperantarai oleh penambahan tekanan kapiler dan aliran glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat yang selanjutnya diikuti proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa dan akhirnya terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi (O’Callaghan C, 2009 dan Suwitra, 2006:570-3 dalam Hapsari, 2012).
            Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia (Suwitra, 2006:570-3 dalam Hapsari, 2012). Kemungkinan mekanisme progresi gagal ginjal di antaranya akibat peningkatan tekanan glomerulus (akibat peningkatan tekanan darah sistemik, atau kontriksi arteriolar eferen akibat peningkatan kadar angiotensin II), kebocoran protein glomerulus, kelainan lipid (Rubenstein, Wayne, Bradley, 2007: 228-31 dalam Hapsari, 2012))
            Pada stadium yang paling dini gejala-gejala klinis yang serius seringkali tidak muncul (Guyton, 2007: 423-35). Kemudian secara perlahan tapi pasti akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun infeksi saluran cerna (Suwitra, 2006:570-3). Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium (O’Callaghan C, 2009 dan Suwitra, 2006:570-3 dalam Hapsari, 2012)). Pada LFG dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal (Suwitra, 2006:570-3 dalam Hapsari, 2012).   

4.         Komplikasi PGK
            Komplikasi penyakit ginjal kronik disebabkan oleh akumulasi berbagai zat yang normalnya diekskresi oleh ginjal, serta produksi eritopoietin dan vitamin D yang tidak adekuat oleh ginjal. Banyak komplikasi yang timbul seiring dengan penurunan fungsi ginjal, seperti:
1)        Anemia akibat produksi eritropoietin yang tidak adekuat oleh ginjal
2)        Hipertensi akibat retensi natrium dan air (hipervolemia)
3)        Komplikasi kulit berupa gatal yang dapat disebabkan oleh deposit kalsium fosfat pada jaringan
4)        Perikarditis dapat terjadi akibat kadar ureum dan fosfat yang tinggi
5)        Kardiomiopati dilatasi atau hipertrofi ventrikel kiri akibat hipervolemia
6)        Komplikasi neurologis dan psikiatrik dapat terjadi akibat uremia
7)        Gangguan imunologis
(O’Callaghan C, 2009 dalam Hapsari, 2012)
5.                  Faktor Resiko
                Protein terdiri dari 16% nitrogen dan merupakan sumber nitrogen satu-satunya. Tubuh berada dalam keseimbangan nitrogen ketika asupan dan haluaran nitrogen sama. Keseimbangan nitrogen negatif dapat terjadi dalam keadaan infeksi, luka bakar, kelaparan, demam, dan cedera (pratama, 2013). Keseimbangan Nitrogen  yang negatif   biasanya terjadi  ketika orang menjalani pembedahan, menderita kanker akut, atau  dalam kasus gizi buruk (penyakit kwashiorkor dan marasmus).
            Keseimbangan nitrogen negative dapat terjadi dalam keadaan infeksi, misalnya Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA). ISPA sering dihubungkan dengan gejala sistemik, seperti anoreksia, fatigue dan malaise. Ketika gejala ini disertai dengan batuk dan atau dispneu asupan oral sering menjadi lebih sedikit. Kombinasi penurunan asupan oral dan peningkatan kebutuhan metabolik mengarah pada keseimbangan negatif nitrogen dengan penurunan ketahanan otot per-nafasan karena katabolisme protein,  pertukaran udara yang kurang dan penurunan fungsi kekebalan. Guna merespons peningkatan kebutuhan energi pada masa infeksi, maka cadangan protein otot rangka akan dimobilisasi. Akibatnya keseimbangan nitrogen menjadi negatif karena katabolisme protein.
            Salah satu faktor yang meningkatkan resiko terjadi keseimbangan nitrogen negatif adalah diet rendah protein yang menyebabkan kandungan protein kurang atau kandungan lemak yang berlebihan. Kuantitas asupan mungkin tidak mencukupi karena kebutuhan metabolic yang meningkat atau gangguan yang terjadi pada pemanfaatan nutrisi (Carpenito, 2002).
            Diet tinggi protein pada pasien penyakit ginjal kronik akan mengakibatkan penimbunan substansi nitrogen dan ion anorganik lain mengakibatkan gangguan klinis dan metabolik yang disebut uremia. Pembatasan protein akan mengakibatkan berkurangnya sindrom uremik (Suwitra, 2006). Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk PGK harus adekuat dengan tujuan utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen, memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi (Sukandar, 2006).Peranan diet terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau mengurangi toksin azotemia tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen (Sukandar, 2006).
            Diet rendah protein yang direncanakan dan didesain dengan baik oleh ahli diet yang terampil dan diikuti dengan motivasi dan kepatuhan pasien akan memberikan keseimbangan nitrogen yang netral atau positif dan tidak memberikan pengaruh yang merugikan terhadap kondisi nutrisi (Kopple dkk, 1986; Ikizler dkk, 1995; Mitch, 2005), tetapi hasil ini sejalan dengan penelitian yang tidak mendukung pemberian diet rendah protein utamanya untuk jangka panjang yang menyatakan bahwa diet rendah protein dapat menyebabkan kemunduran status nutrisi pada pasien penyakit ginjal kronis. (Watanabe, 2008; Pan Li, 2008; Menon, 2009).
            Keseimbangan nitrogen negatif juga terjadi pada penderita diabetes. Penderita diabetes secara umum berada dalam keseimbangan nitrogen negatif, mereka harus menerima sekitar dua kali dari protein seperti halnya orang normal. Protein harus bernilai biologi yang tinggi dan menyediakan sekitar 20 – 25% dari kalori dalam makanan. Diet tinggi protein baik untuk penderita diabetes karena:
1. Ini memasok asam amino esensial yang dibutuhkan untuk perbaikan jaringan.
2. Protein tidak meningkatkan gula darah selama penyerapan, seperti halnya karbohidrat.
3. Ini tidak menyediakan banyak kalori sebagai lemak.
Selain penyakit-penyakit tersebut, keseimbangan nitrogen negatif juga dapat menimbulkan penyakit pada berbagai sistem tubuh lainnya.
           
5.                  Pencegahan
            Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah penyakit gagal ginjal kronis diantaranya:
1.      Stadium 1 (glomerulo filtrasirate/GFR normal (> 90 ml/min). Seseorang perlu waspada akan kondisi ginjalnya berada pada stadium 1 apabila kadar ureum atau kreatinin berada di atas normal, didapati darah atau protein dalam urin, adanya bukti visual kerusakan ginjal melalui pemeriksaan MRl, CT Scan, ultrasound atau contrast x-ray,dan salah satu keluarga menderita penyakit ginjal polikistik. Cek serum kreatinin dan protein dalam urin secara berkala dapat menunjukkan sampai berapa jauh kerusakan genial penderita. Bagi penderita GGK stadium 'l dianjurkan untuk:

a)      Melakukan diet sehat, diantaranya:Mengkonsumsi roti dan sereal gandum whole grain, buah segar dan sayur sayuran, pilih asupan rendah kolesterol dan lemak, batasi asupan makanan olahan yang banyak mengandung kadargula dan sodiumtinggi, batasi penggunaan garam dan racikan yangmengandung sodium tinggi saat memasak makanan, pertahankan kecukupan kalori, pertahankan berat tubuh yang ideal, asupan kalium dan fosfor biasanya tidak dibatasikecuali bagi yang kadar di dalam darah diatas normal dan pertahankan tekanan darah pada level normal, yaitu: 125/75 bagi penderita diabetes, 130/85 bagi penderita nondiabetes dan non proteinuria, serta'l25t75bagi penderita diabetes dengan proteinuria.
b)      Pertahankan kadar gula darah pada level normal.
c)      Melakukan pemeriksaaan secara rutin ke dokter, termasuk melakukan cek serumkreatinin untuk mendapatkan nilai GFR.
d)      Minum obat - obatan yang diresepkan oleh dokter.
e)      Berolah raga secara teratur.
f)        Berhenti merokok.
2.      Stadium 2 (penurunan GFRringan atau 60 s/d 89 m/min): Seseorang perlu waspada akan kondisi ginjalnya berada pada stadium 2 apabila: kadar ureum atau kreatinin berada di atas normal, didapati darah atau protein dalam urin, adanya bukti visual kerusakan ginjal melalui pemeriksaan MRl, CT Scan, ultrasound atau contrast x-ray, dan salah satu keluarga menderita penyakit ginjal polikistik.
3.      Stadium 3 (penurunan GFR moderat atau 30 s/d 59 m/min) : Seseorang yang menderita GGK stadium 3 mengalami penurunan GFR moderat yaitudiantara 30 s/d 59 ml/min. Dengan penurunan pada tingkat ini akumulasi sisa-sisametabolisme akan menumpuk dalam darah yang disebut uremia. Pada stadium ini muncul komplikasi seperti tekanan darah tinggi (hipertensi), anemia atau keluhan pada tulang.

Gejala- gejala juga terkadang mulai dirasakan seperti:
a)      Fatique: rasa lemah/lelah yang biasanya diakibatkan oleh anemia.
b)      Kelebihan cairan: Seiring dengan menurunnya fungsi ginjal membuat ginjaltidak dapat lagi mengatur komposisi cairan yang berada dalam tubuh. Hal ini membuat penderita akan mengalami pembengkakan sekitar kaki bagian bawah, seputar wajah atau tangan. Penderita juga dapat mengalami sesak nafas akaibat teralu banyak cairan yang berada dalam tubuh.
c)      Perubahan pada urin: urin yang keluar dapat berbusa yang menandakan adanya kandungan protein di urin, Selain itu warna urin iuga mengalami perubahan menjadi coklat, orannye tua, atau merah apabila bercampur dengan darah. Kuantitas urin bisa bertambah atau berkurang dan terkadang penderita sering trbangun untuk buang air kecil di tengah malam.
d)      Rasa sakit pada ginjal. Rasa sakit sekitar pinggang tempat ginjal berada dapat dialami oleh sebagian penderita yang mempunyai masalah ginjal seperti polikistik dan infeksi.
e)      Sulit tidur: Sebagian penderita akan mengalami kesulitan untuk tidur disebabkan munculnya rasa gatal, kram ataupun resf/ess /egs. Penderita GGK pada stadium ini biasanya akan diminta untuk menjaga kecukupanprotein namun tetap mewaspadai kadar fosfor yang ada dalam makanan tersebut, karena menjaga kadar losfor dalam darah tetap rendah penting bagi kelangsungan lungsi ginjal. Selain itu penderita juga harus membatasi asupan kalsium apabila kandungan dalam darah terlalu tinggi. Tidak ada pembatasan kalium kecuali didapati kadar dalam darah diatas normal. Membatasi karbohidrat biasanya luga dianiurkan bagi penderita yang juga mempunyai diabetes. Mengontrol minuman diperlukan selain pembatasan sodium untukpenderita hipertensi.

4.      Stadium 4 (penurunan GFR parah atau 15-29 ml/min): Pada stadium ini lungsi ginjal hanya sekitar 15-30% saja dan apabila seseorangberada pada stadium ini maka sangat mungkin dalam waktu dekat diharuskan menjalani terapi pengganti ginjal/dialisis atau melakukan transplantasi. Kondisi dimana teriadipenumpukan racun dalam darah atau uremia biasanya muncul pada stadium ini. Selain itubesar kemungkinan muncul komplikasi seperti tekanan darah tinggi (hipertensi), anemia,penyakit tulang, masalah pada jantung dan penyakit kardiovaskular lainnya.

Pend.erita GGK stadium 4 dianjurkan untuk melakukan diet sehat antara lain:

1)  Mengkonsumsi roti dan sereal gandum whole grain, buah segar dan sayur sayuran. Namun konsumsi beberapa jenis sayuran, buah dan sereal gandum perlu dibatasi apabila kadar fosfor dan kalium dalam tubuh berada diatas normal.
2)     Pilih asupan rendah kolestroldan lemak.
3)  Meniaga asupan protein sesuai dengan kecukupan gizi yang dianjurkan untuk orangsehat yaitu 0.8 gram protein per kilogram berat badan.
4)     Batasi asupan makanan olahan yang banyak mengandung kadar gula dan sodiumtinggi.
5)   Pertahankan berat tubuh yang ideal, salah satunya dengan melakukan aktivitasolahraga yang sesuai dengan kemampuan.
6)  Menjaga kecukupan asupan protein, namun perlu diperhatikan konsumsi makananyang mengadung kadar protein yang tinggi.
7)      Asupan vitamin D dan besi biasanya disesuaikan dengan kebutuhan.
8)      Membatasi asupan loslor dan kalsium dan kalium apabila kadar dalam darah diatasnormal.


5.      Stadium 5 (penyakit ginjal stadium akhirAerminal atau < 15 ml/min) : Pada level ini ginjal kehilangan hampir seluruh kemampuannya untuk bekerja secaraoptimal. Untuk itu diperlukan suatu terapi pengganti ginjal (dialisis) atau transplantasi agarpenderita dapat bertahan hidup. Gejala yang dapat timbul pada stadium 5 antara lain,kehilangan napsu makan, nausea, sakit kepala, merasa lelah, tidak mampu berkonsentrasi,gatal - gatal, urin tidak keluar atau hanya sedikit sekali, bengkak, terutama di seputarwajah, mata dan pergelangan kaki, keram otot dan perubahan warna kulit. Seseorangdidiagnosa menderita gagal ginjal terminal disarankan untuk melakukan hemodialisis,peritoneal dialisis atau transplantasi ginjal.

Diet sehat bagi penderita gagal ginjal terminal yang. menjalani dialisis antara lain:
1)    Mengkonsumsi roti dan sereal gandum whole grain, buah segar dan sayur sayuran.Namun konsumsi beberapa jenis sayuran, buah dan sereal gandum yang mengandungkadar losfor dan kalium yang tinggi perlu dibatasi atau dihindari.
2)      Pilih asupan rendah kolestrol dan lemak.

Metode pencegahan lain yang di kemukakan oleh Graber et al., (2006) adalah dengan  inhibitor ACE (biasanya kaptopril), yang terbukti mengurangi pemburukan penyakit menjadi gagal ginjal baik pada penderita diabetes maupun yang bukan. Pembatasan protein dapat mengurangi pemburukan penyakit ginjal kronik meskipun data yang ada masih bertentangan, sehingga tampaknya beralasan untuk membatasi asupan protein sampai 0,6 g/kg/ hari. Pengendalian tekanan darah sangat penting karena hipertensi akan mempercepat terjadinya gagal ginjal.

B.        Keseimbangan Nitrogen
            Keseimbangan nitrogen adalah perbedaan antara jumlah nitrogen yang masuk ke dalam tubuh setiap hari (terutama dari protein makanan) dan jumlah senyawa bernitrogen yang keluar melalui air kemih, keringat, tinja, dan sel-sel yang terlepas. Apabila nitrogen yang keluar lebih banyak daripada yang diperoleh daripada yang diperoleh dari makanan, akan terjadi yang disebut keseimbangan nitrogen negatif. Sebaliknya, apabila lebih banyak nitrogen yang masuk daripada yang keluar, terjadilah keseimbangan nitrogen positif (Marks, Marks, Smith, 1996).
            Keseimbangan nitrogen nitrogen negative timbul pada dua keadaan: apabila seseorang memakan terlalu sedikit protein, atau seseorang seseorang memakan protein yang kandungan satu atau lebih asam aminonya terlalu sedikit. Penyebab kekurangan asam amino yang menimbulkan keseimbangan nitrogen negatif adalah tubuh memerlukan komplemen lengkap ke-20 jenis asam amino untuk menyintesis protein. Apabila keseimbangan nitrogen negatif tersebut berlangsung lama, fungsi-fungsi tubuh akan terganggu karena hilangnya protein-protein penting (Marks, Marks, Smith, 1996).


C.                 Hubungan Keseimbangan Nitrogen Negatif dengan Penyakit Ginjal        Kronik
            Prevalensi pasien Penyakit Ginjal Kronik (PGK) yang mengalami malnutrisi energi protein cukup tinggi sehingga meningkatan angka morbiditas dan mortalitas. Peningkatan angka morbiditas dan mortalitas tidak hanya terbatas pada pasien yang telah menjalani dialisis saja, namun sudah terjadi sejak Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) < 60 ml/menit. Keseimbangan nitrogen yang negatif secara bermakna didapatkan pada kelompok pasien PGK yang mendapat asupan <0,75 gr/kgBB/hari, kelompok pasien PGK dengan LFG<15 ml/menit secara bermakna memiliki keseimbangan nitrogen negatif yang lebih banyak daripada mereka dengan LFG 15-60 ml/menit, dan terdapat perbedaan asupan protein yang bermakna antara kelompok pasien PGK dengan LFG<15 ml/menit dengan LFG 15-60 ml/menit (Sawe, 2013).
            Pasien PGK pra dialisis yang memiliki asupan protein <0,75 gr/kgBB/hari memperlihatkan adanya keseimbangan nitrogen negatif yang lebih banyak daripada kelompok yang memiliki asupan protein >0,75 gr/kgBB/hari. Lebih jauh lagi, dalam analisis diketahui bahwa seluruh pasien yang memiliki LFG <15ml/menit yang berdasarkan kriteria masuk dalam Gagal Ginjal Tahap Akhir (GGTA), mengkonsumsi protein lebih rendah dan seluruhnya memberikan keseimbangan nitrogen yang negatif. Bukti ini menjelaskan bahwa masih terdapat ruang untuk memberikan protein lebih besar daripada jumlah yang selama ini direkomendasikan  (Sawe, 2013).
            Penelitian Sawe (2013) membagi 2 kelompok berdasarkan asupan protein. Kelompok 1 adalah pasien PGK pra-dialisis yang mendapat asupan protein 0,75 g/kgBB/hr. Kelompok 2 adalah pasien PGK pra-dialisis yang mendapat asupan protein lebih dari 0,75 g/kgBB/hr. Lalu kedua kelompok diuji kebermaknaan atas hubungannya terhadap keseimbangan nitrogen. Hasilnya adalah keseimbangan nitrogen yang negatif secara bermakna didapatkan pada kelompok pasien PGK yang mendapat asupan protein 0,75 g/kgBB/hari.
            Rekomendasi nutrisi pada pasien PGK juga menyarankan pemberian Diet Rendah Protein (DRP) berdasarkan GFR. Terdapat perbedaan dari sejumlah rekomendasi yang telah dikeluarkan, mulai dari GFR<60 mL/menit hingga GFR<25 mL/menit, DRP sebaiknya mulai diberikan. Bahkan untuk GFR<15 mL/menit atau masuk dalam kategori GGTA, DSRP sebaiknya diberikan (PDGKI, 2011; Dharmeizar, 2011 dalam Sawe, 2013).
            Berdasarkan alasan ini, dalam penelitian Sawe (2013) membagi kembali subyek menjadi 2 kelompok berdasarkan TKK. Kelompok 1 adalah pasien PGK pradialisis yang memiliki TKK 15-60 ml/menit dan kelompok 2 adalah pasien PGK pra-dialisis yang memiliki TKK <15 ml/menit. Lalu kedua kelompok diuji kebermaknaan atas hubungannya terhadap keseimbangan nitrogen. Hasilnya adalah kelompok dengan TKK<15 ml/menit secara bermakna memiliki keseimbangan nitrogen negatif yang lebih banyak daripada mereka dengan TKK 15-60 ml/menit.





BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat diambil simpulan sebagai berikut:
1.  Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel. Gagal ginjal kronis (chronic renal failure) adalah kerusakan ginjal progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal.
2.   Keseimbangan nitrogen adalah perbedaan antara jumlah nitrogen yang masuk ke dalam tubuh setiap hari (terutama dari protein makanan) dan jumlah senyawa bernitrogen yang keluar melalui air kemih, keringat, tinja, dan sel-sel yang terlepas. Apabila nitrogen yang keluar lebih banyak daripada yang diperoleh daripada yang diperoleh dari makanan, akan terjadi yang disebut keseimbangan nitrogen negatif. Sebaliknya, apabila lebih banyak nitrogen yang masuk daripada yang keluar, terjadilah keseimbangan nitrogen positif. Keseimbangan nitrogen nitrogen negative timbul pada dua keadaan: apabila seseorang memakan terlalu sedikit protein, atau seseorang seseorang memakan protein yang kandungan satu atau lebih asam aminonya terlalu sedikit.
3. Pasien PGK pra dialisis yang memiliki asupan protein <0,75 g/kgBB/hari memperlihatkan adanya keseimbangan nitrogen negatif yang lebih banyak daripada kelompok yang memiliki asupan protein >0,75 g/kgBB/hari. Lebih jauh lagi, dalam analisis diketahui bahwa seluruh pasien yang memiliki TKK <15ml/menit yang berdasarkan kriteria masuk dalam GGTA, mengkonsumsi protein <0,6 g/kgBB/hari dan seluruhnya memberikan keseimbangan nitrogen yang negatif.




DAFTAR PUSTAKA

Hapsari, Annisa Prasetya. 2012. “Perbedaan Kejadian Leukosituri Antara Penderita Penyakit Ginjal Kronik Stadium V Dengan Diabetes Melitus Dan Tanpa Diabetes Melitus”, Laporan Hasil Karya Tulis Ilmiah. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
Falasri, Anamiza Em, dkk. 2011. “Anatomi Sistem Urinaria”, Makalah. Prodi S1 Keperawatan STIKES AL- Irsyad Al Islamiyah Cilacap.
Silviani, Dewi. 2011. “Hubungan Lama Periode Hemodialisis Dengan Status Albumin Penderita Gagal Ginjal Kronik Di Unit Hemodialisis Rsud. Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto”, Mandala of Health. Volume 5, Nomor 2.
Marks, Dawn B. , Allan D. Marks, Collen M. Smith. 1996. Biokimia Kedokteran Dasar: Sebuah Pendekatan Klinis, diterjemahkan Brahm U. Pendit. Jakarta: Penerbit EGC.
Sawe, Nur Rachmat Adi Sawe. 2013. “Korelasi Diet Rendah Protein Terhadap Keseimbangan Nitrogen Pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik”, Tesis. Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Taruna, Ardiansyah. 2014. Chronic Kidney Disease Stage V. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.             Vol 2(3):21-30
Pratama, Angger. 2013. Kebutuhan Nutrisi pada Klien dengan Gangguan Sistem    Kardiovaskuler (online), dalam http://angger-pratama-  fkp12.web.unair.ac.id/artikel_detail-81039-      Keperawatan%20Kardiovaskuler%20-            Kebutuhan%20Nutrisi%20pada%20klien%20dengan%20gangguan%20sis       tem%20kardiovaskuler.html, diakses 20 Juli 2014
A.Graber,Mark., P.Toth,Peter., L.Herting,Robert. 2006.  Buku Saku:Dokter    Keluarga Universityof Lowa (Ed 3). Jakarta : EGC
Husna, Ns Cut. 2010. .FIKkeS  Jurnal Keperawatan: Gagal Ginjal Kronis dan Penanganannya : Literatur               Review.Vol. 3 No. 2, Hal: 67 – 73.

Carpenito, Lynda Juall. 2002. Diagnosis Keperawatan: Aplikasi Pada Praktik Klinik Ed.9. Penerbit Buku               Kedokteran EGC: Jakarta

0 komentar:

Posting Komentar