HUBUNGAN KESEIMBANGAN NITROGEN NEGATIF DENGAN
PENYAKIT GINJAL KRONIS
MAKALAH
Disusun
untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah patofisiologi
Oleh
:
Setyaningrum Adi Kusuma
|
G1B013041
|
Fani Nuraini
|
G1B013077
|
Ellen Herliana Putri
|
G1B013084
|
UNIVERSITAS
JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS
KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN
KESEHATAN MASYARAKAT
PURWOKERTO
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sistem perkemihan merupakan suatu
sistem dimana terjdinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari
zat-zat yang yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih
dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan lagi oleh tubuh larut
dlam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih). Sistem perkemihan terdiri
atas ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra (Falasri, 2011).
Manusia dapat mengalami kelainan
pada ginjal, contohnya penyakit ginjal kronik. Penyakit ginjal merupakan suatu
keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversible,
yang bisanya pada keadaan tertentu memerlukan terapi hemodialisis. Keadaan
penyakit ginjal kronik yang memerlukan hemodialisis adalah bila faal ginjal
yang masih tersisa sudah minimal seperti tidak bisa diberi pengobatan
konservatif dan farmakologik (Silviani, 2011). Prosedur hemodialisa dapat
menyebabkan kehilangan zat gizi, seperti protein sehingga dapat menimbulkan
keseimbangan nitrogen negative (Sawe, 2013).
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat di
ambil rumusan masalah sebagai berikut:
1.
Apakah penyakit ginjal
kronik itu?
2.
Apakah keseimbangan
nitrogen itu?
3.
Bagaimanakan hubungan
keseimbangan nitrogen negatif dengan penyakit ginjal kronis?
C.
Tujuan
Makalah
ini disusun dengan tujuan sebagai berikut:
1.
Untuk mengetahui konsep
penyakit ginjal kronik.
2.
Untuk mengetahui konsep
keseimbangan nitrogen.
3.
Untuk mengetahui
hubungan keseimbangan nitrogen negatif dengan penyakit ginjal kronik.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENYAKIT GINJAL KRONIK
1. Definisi, klasifikasi, dan diagnosis PGK
Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah
suatu keadaan dimana ginjal secara bertahap dan progresif kehilangan fungsi
nefronnya. Penurunan fungsi ginjal ini bersifat kronis dan irreversibel.
Berbagai penyakit yang mengakibatkan kehilangan nefron secara progresif dapat
menyebabkan penyakit ginjal kronik. Gejala-gejala klinis yang serius seringkali
tidak muncul sampai jumlah nefron fungsional berkurang sedikitnya 70-75 persen
di bawah normal (Guyton, 2007: 423-35 dan Suwitra, 2006:570-3 dalam Hapsari,
2012).
Kriteria Penyakit
Ginjal Kronik antara lain:
a. Kerusakan ginjal (renal
damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau
fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dengan
manifestasi:
1) kelainan
patologis
2) terdapat
tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah dan urin atau
kelainan dalam tes pencitraan (imaging test).
b. Laju filtrasi
glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73m² selama 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan
ginjal.
Pada keadaan tidak terdapat kerusakan ginjal lebih dari
3 bulan dan LFG sama dengan atau lebih dari 60 ml/menit/1,73m², tidak termasuk
kriteria penyakit ginjal kronik.
(Suwitra, 2006:570-3 dalam Hapsari, 2012)
Tabel
1. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit
Derajat
|
Penjelasan
|
LFG
|
1.
|
Kerusakan ginjal
dengan LFG normal atau ↑
|
>90
|
2.
|
Kerusakan ginjal
dengan LFG↓ ringan
|
60-89
|
3.
|
Kerusakan ginjal
dengan LFG↓ sedang
|
30-59
|
4.
|
Kerusakan ginjal
dengan LFG↓ berat
|
15-29
|
5.
|
Gagal ginjal
|
<15
|
(Suwitra,
2006:570-3 dalam Hapsari, 2012)
2. Etiologi PGK
Dua
penyebab utama penyakit ginjal kronis adalah diabetes
dan hipertensi. Diabetes dapat menyebabkan kerusakan pada banyak organ dalam
tubuh, termasuk ginjal dan jantung, serta pembuluh darah, saraf dan mata.
Sedangkan hipertensi yang tidak terkendali dapat menjadi penyebab utama serangan
jantung, stroke dan penyakit ginjal kronis. Sebaliknya penyakit ginjal kronis
juga dapat menyebabkan tekanan darah tinggi (National
Kidney Foundation, 2012 dalam Hapsari, 2012)
Tabel 2. Penyebab Utama PGK di Amerika Serikat
(1995-1999)
Penyebab
|
Insiden
|
Diabetes Melitus
- Tipe 1 (7%)
- Tipe 2 (37%)
|
44%
|
Hipertensi dan
penyakit pembuluh darah besar
|
27%
|
Glomerulonefritis
|
10%
|
Nefritis
interstitialis
|
4%
|
Kista dan penyakit
bawaan lain
|
3%
|
Penyakit sistemik
(misal, lupus dan vasculitis)
|
2%
|
Neoplasma
|
2%
|
Tidak diketahui
|
4%
|
Penyakit lain
|
4%
|
(Suwitra,
2006:570-3 dalam Hapsari, 2012))
3. Patofisiologi PGK
Semua proses penyakit yang
mengakibatkan kehilangan nefron secara progresif dapat menyebabkan penyakit ginjal kronik
(O’Callaghan C, 2009 dalam
Hapsari, 2012). Patofisiologi
penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya,
tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama (Suwitra,
2006:570-3 dalam Hapsari, 2012)
Jika terdapat kerusakan nefron,
ginjal mempunyai kemampuan kompensasi untuk mempertahankan LFG dengan cara
meningkatkan daya filtrasi dan reabsorbsi zat terlarut dari nefron yang
tersisa. Pengurangan masa ginjal menyebabkan hipertrofi secara struktural dan
fungsional nefron yang masih tersisa sebagai upaya kompensasi. Hipertrofi
“kompensatori” ini akibat hiperfiltrasi adaptif yang diperantarai oleh
penambahan tekanan kapiler dan aliran glomerulus. Proses adaptasi ini
berlangsung singkat yang selanjutnya diikuti proses maladaptasi berupa
sklerosis nefron yang masih tersisa dan akhirnya terjadi penurunan fungsi
nefron yang progresif walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi (O’Callaghan C, 2009 dan Suwitra, 2006:570-3 dalam Hapsari, 2012).
Beberapa hal yang juga dianggap
berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronik adalah
albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia (Suwitra, 2006:570-3 dalam
Hapsari, 2012). Kemungkinan mekanisme progresi gagal ginjal di antaranya akibat
peningkatan tekanan glomerulus (akibat peningkatan tekanan darah sistemik, atau
kontriksi arteriolar eferen akibat peningkatan kadar angiotensin II), kebocoran
protein glomerulus, kelainan lipid (Rubenstein, Wayne, Bradley, 2007: 228-31 dalam Hapsari, 2012))
Pada stadium yang paling dini
gejala-gejala klinis yang serius seringkali tidak muncul (Guyton, 2007:
423-35). Kemudian secara perlahan tapi pasti akan terjadi penurunan fungsi
nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin
serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan
(asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum.
Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti
nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan.
Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia
yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme
fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga
mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas,
maupun infeksi saluran cerna (Suwitra, 2006:570-3). Juga akan terjadi gangguan
keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia, gangguan keseimbangan
elektrolit antara lain natrium dan kalium (O’Callaghan C, 2009 dan Suwitra, 2006:570-3 dalam Hapsari, 2012)). Pada LFG dibawah 15% akan
terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan
terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis
atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada
stadium gagal ginjal (Suwitra, 2006:570-3 dalam Hapsari, 2012).
4. Komplikasi PGK
Komplikasi penyakit ginjal kronik
disebabkan oleh akumulasi berbagai zat yang normalnya diekskresi oleh ginjal,
serta produksi eritopoietin dan vitamin D yang tidak adekuat oleh ginjal.
Banyak komplikasi yang timbul seiring dengan penurunan fungsi ginjal, seperti:
1)
Anemia akibat produksi
eritropoietin yang tidak adekuat oleh ginjal
2)
Hipertensi akibat retensi
natrium dan air (hipervolemia)
3)
Komplikasi kulit berupa gatal
yang dapat disebabkan oleh deposit kalsium fosfat pada jaringan
4)
Perikarditis dapat terjadi
akibat kadar ureum dan fosfat yang tinggi
5)
Kardiomiopati dilatasi atau
hipertrofi ventrikel kiri akibat hipervolemia
6)
Komplikasi neurologis dan
psikiatrik dapat terjadi akibat uremia
7)
Gangguan imunologis
(O’Callaghan
C, 2009 dalam Hapsari, 2012)
5.
Faktor Resiko
Protein
terdiri dari 16% nitrogen dan merupakan sumber nitrogen satu-satunya. Tubuh
berada dalam keseimbangan nitrogen ketika asupan dan haluaran nitrogen
sama. Keseimbangan nitrogen negatif dapat terjadi dalam keadaan infeksi,
luka bakar, kelaparan, demam, dan cedera (pratama, 2013). Keseimbangan
Nitrogen yang negatif biasanya terjadi ketika orang menjalani pembedahan, menderita
kanker akut, atau dalam kasus
gizi buruk (penyakit kwashiorkor dan marasmus).
Keseimbangan nitrogen negative dapat terjadi dalam
keadaan infeksi, misalnya Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA). ISPA
sering dihubungkan dengan gejala sistemik, seperti anoreksia, fatigue dan
malaise. Ketika gejala ini disertai dengan batuk dan atau dispneu asupan oral
sering menjadi lebih sedikit. Kombinasi penurunan asupan oral dan peningkatan
kebutuhan metabolik mengarah pada keseimbangan negatif nitrogen dengan
penurunan ketahanan otot per-nafasan karena katabolisme protein, pertukaran udara yang kurang dan penurunan
fungsi kekebalan. Guna merespons peningkatan kebutuhan energi pada masa
infeksi, maka cadangan protein otot rangka akan dimobilisasi. Akibatnya
keseimbangan nitrogen menjadi negatif karena katabolisme protein.
Salah satu faktor
yang meningkatkan resiko terjadi keseimbangan nitrogen negatif adalah diet
rendah protein yang menyebabkan kandungan protein kurang atau kandungan lemak
yang berlebihan. Kuantitas asupan mungkin tidak mencukupi karena kebutuhan
metabolic yang meningkat atau gangguan yang terjadi pada pemanfaatan nutrisi
(Carpenito, 2002).
Diet tinggi protein pada pasien
penyakit ginjal kronik akan mengakibatkan penimbunan substansi nitrogen dan ion
anorganik lain mengakibatkan gangguan klinis dan metabolik yang disebut uremia.
Pembatasan protein akan mengakibatkan berkurangnya sindrom uremik (Suwitra, 2006).
Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk PGK harus adekuat dengan tujuan
utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen, memelihara status
nutrisi dan memelihara status gizi (Sukandar, 2006).Peranan diet terapi diet
rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau mengurangi toksin
azotemia tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama gangguan
keseimbangan negatif nitrogen (Sukandar, 2006).
Diet
rendah protein yang direncanakan dan didesain dengan baik oleh ahli diet yang
terampil dan diikuti dengan motivasi dan kepatuhan pasien akan memberikan
keseimbangan nitrogen yang netral atau positif dan tidak memberikan pengaruh
yang merugikan terhadap kondisi nutrisi (Kopple dkk, 1986; Ikizler dkk, 1995;
Mitch, 2005), tetapi hasil ini sejalan dengan penelitian yang tidak mendukung
pemberian diet rendah protein utamanya untuk jangka panjang yang menyatakan
bahwa diet rendah protein dapat menyebabkan kemunduran status nutrisi pada
pasien penyakit ginjal kronis. (Watanabe, 2008; Pan Li, 2008; Menon, 2009).
Keseimbangan nitrogen negatif juga
terjadi pada penderita diabetes. Penderita diabetes secara umum berada dalam
keseimbangan nitrogen negatif, mereka harus menerima sekitar dua kali dari
protein seperti halnya orang normal. Protein harus bernilai biologi yang tinggi
dan menyediakan sekitar 20 – 25% dari kalori dalam makanan. Diet tinggi protein
baik untuk penderita diabetes karena:
1. Ini memasok asam amino esensial yang dibutuhkan
untuk perbaikan jaringan.
2. Protein tidak meningkatkan gula darah selama penyerapan, seperti halnya karbohidrat.
3. Ini tidak menyediakan banyak kalori sebagai lemak.
2. Protein tidak meningkatkan gula darah selama penyerapan, seperti halnya karbohidrat.
3. Ini tidak menyediakan banyak kalori sebagai lemak.
Selain penyakit-penyakit tersebut, keseimbangan nitrogen negatif juga
dapat menimbulkan penyakit pada berbagai sistem tubuh lainnya.
5.
Pencegahan
Hal-hal yang dapat
dilakukan untuk mencegah penyakit gagal ginjal kronis diantaranya:
1.
Stadium
1 (glomerulo filtrasirate/GFR normal
(> 90 ml/min). Seseorang perlu waspada akan kondisi ginjalnya berada pada
stadium 1 apabila kadar ureum atau kreatinin berada di atas normal, didapati
darah atau protein dalam urin, adanya bukti visual kerusakan ginjal melalui
pemeriksaan MRl, CT Scan, ultrasound atau contrast x-ray,dan salah satu
keluarga menderita penyakit ginjal polikistik. Cek serum kreatinin dan protein
dalam urin secara berkala dapat menunjukkan sampai berapa jauh kerusakan genial
penderita. Bagi penderita GGK stadium 'l dianjurkan untuk:
a) Melakukan
diet sehat, diantaranya:Mengkonsumsi roti dan sereal gandum whole grain, buah
segar dan sayur sayuran, pilih asupan rendah kolesterol dan lemak, batasi
asupan makanan olahan yang banyak mengandung kadargula dan sodiumtinggi, batasi
penggunaan garam dan racikan yangmengandung sodium tinggi saat memasak makanan,
pertahankan kecukupan kalori, pertahankan berat tubuh yang ideal, asupan kalium
dan fosfor biasanya tidak dibatasikecuali bagi yang kadar di dalam darah diatas
normal dan pertahankan tekanan darah pada level normal, yaitu: 125/75 bagi
penderita diabetes, 130/85 bagi penderita nondiabetes dan non proteinuria,
serta'l25t75bagi penderita diabetes dengan proteinuria.
b) Pertahankan
kadar gula darah pada level normal.
c) Melakukan
pemeriksaaan secara rutin ke dokter, termasuk melakukan cek serumkreatinin
untuk mendapatkan nilai GFR.
d) Minum
obat - obatan yang diresepkan oleh dokter.
e) Berolah
raga secara teratur.
f)
Berhenti merokok.
2.
Stadium
2 (penurunan GFRringan atau 60 s/d 89
m/min): Seseorang perlu waspada akan kondisi ginjalnya berada pada stadium 2
apabila: kadar ureum atau kreatinin berada di atas normal, didapati darah atau
protein dalam urin, adanya bukti visual kerusakan ginjal melalui pemeriksaan
MRl, CT Scan, ultrasound atau contrast x-ray, dan salah satu keluarga menderita
penyakit ginjal polikistik.
3.
Stadium
3 (penurunan GFR moderat atau 30 s/d 59
m/min) : Seseorang yang menderita GGK stadium 3 mengalami penurunan GFR moderat
yaitudiantara 30 s/d 59 ml/min. Dengan penurunan pada tingkat ini akumulasi
sisa-sisametabolisme akan menumpuk dalam darah yang disebut uremia. Pada
stadium ini muncul komplikasi seperti tekanan darah tinggi (hipertensi), anemia
atau keluhan pada tulang.
Gejala-
gejala juga terkadang mulai dirasakan seperti:
a) Fatique:
rasa lemah/lelah yang biasanya diakibatkan oleh anemia.
b) Kelebihan
cairan: Seiring dengan menurunnya fungsi ginjal membuat ginjaltidak dapat lagi
mengatur komposisi cairan yang berada dalam tubuh. Hal ini membuat penderita
akan mengalami pembengkakan sekitar kaki bagian bawah, seputar wajah atau
tangan. Penderita juga dapat mengalami sesak nafas akaibat teralu banyak cairan
yang berada dalam tubuh.
c) Perubahan
pada urin: urin yang keluar dapat berbusa yang menandakan adanya kandungan
protein di urin, Selain itu warna urin iuga mengalami perubahan menjadi coklat,
orannye tua, atau merah apabila bercampur dengan darah. Kuantitas urin bisa
bertambah atau berkurang dan terkadang penderita sering trbangun untuk buang
air kecil di tengah malam.
d) Rasa
sakit pada ginjal. Rasa sakit sekitar pinggang tempat ginjal berada dapat
dialami oleh sebagian penderita yang mempunyai masalah ginjal seperti
polikistik dan infeksi.
e) Sulit
tidur: Sebagian penderita akan mengalami kesulitan untuk tidur disebabkan
munculnya rasa gatal, kram ataupun resf/ess /egs. Penderita GGK pada stadium
ini biasanya akan diminta untuk menjaga kecukupanprotein namun tetap mewaspadai
kadar fosfor yang ada dalam makanan tersebut, karena menjaga kadar losfor dalam
darah tetap rendah penting bagi kelangsungan lungsi ginjal. Selain itu
penderita juga harus membatasi asupan kalsium apabila kandungan dalam darah
terlalu tinggi. Tidak ada pembatasan kalium kecuali didapati kadar dalam darah
diatas normal. Membatasi karbohidrat biasanya luga dianiurkan bagi penderita
yang juga mempunyai diabetes. Mengontrol minuman diperlukan selain pembatasan
sodium untukpenderita hipertensi.
4.
Stadium
4 (penurunan GFR parah atau 15-29 ml/min):
Pada stadium ini lungsi ginjal hanya sekitar 15-30% saja dan apabila
seseorangberada pada stadium ini maka sangat mungkin dalam waktu dekat
diharuskan menjalani terapi pengganti ginjal/dialisis atau melakukan
transplantasi. Kondisi dimana teriadipenumpukan racun dalam darah atau uremia
biasanya muncul pada stadium ini. Selain itubesar kemungkinan muncul komplikasi
seperti tekanan darah tinggi (hipertensi), anemia,penyakit tulang, masalah pada
jantung dan penyakit kardiovaskular lainnya.
Pend.erita
GGK stadium 4 dianjurkan untuk melakukan diet sehat antara lain:
1) Mengkonsumsi
roti dan sereal gandum whole grain, buah segar dan sayur sayuran. Namun
konsumsi beberapa jenis sayuran, buah dan sereal gandum perlu dibatasi apabila
kadar fosfor dan kalium dalam tubuh berada diatas normal.
2) Pilih
asupan rendah kolestroldan lemak.
3) Meniaga
asupan protein sesuai dengan kecukupan gizi yang dianjurkan untuk orangsehat
yaitu 0.8 gram protein per kilogram berat badan.
4) Batasi
asupan makanan olahan yang banyak mengandung kadar gula dan sodiumtinggi.
5) Pertahankan
berat tubuh yang ideal, salah satunya dengan melakukan aktivitasolahraga yang
sesuai dengan kemampuan.
6) Menjaga
kecukupan asupan protein, namun perlu diperhatikan konsumsi makananyang
mengadung kadar protein yang tinggi.
7) Asupan
vitamin D dan besi biasanya disesuaikan dengan kebutuhan.
8) Membatasi
asupan loslor dan kalsium dan kalium apabila kadar dalam darah diatasnormal.
5.
Stadium
5 (penyakit ginjal stadium akhirAerminal
atau < 15 ml/min) : Pada level ini ginjal kehilangan hampir seluruh
kemampuannya untuk bekerja secaraoptimal. Untuk itu diperlukan suatu terapi
pengganti ginjal (dialisis) atau transplantasi agarpenderita dapat bertahan
hidup. Gejala yang dapat timbul pada stadium 5 antara lain,kehilangan napsu
makan, nausea, sakit kepala, merasa lelah, tidak mampu berkonsentrasi,gatal -
gatal, urin tidak keluar atau hanya sedikit sekali, bengkak, terutama di
seputarwajah, mata dan pergelangan kaki, keram otot dan perubahan warna kulit.
Seseorangdidiagnosa menderita gagal ginjal terminal disarankan untuk melakukan
hemodialisis,peritoneal dialisis atau transplantasi ginjal.
Diet
sehat bagi penderita gagal ginjal terminal yang. menjalani dialisis antara
lain:
1) Mengkonsumsi
roti dan sereal gandum whole grain, buah segar dan sayur sayuran.Namun konsumsi
beberapa jenis sayuran, buah dan sereal gandum yang mengandungkadar losfor dan
kalium yang tinggi perlu dibatasi atau dihindari.
2) Pilih
asupan rendah kolestrol dan lemak.
Metode pencegahan lain yang di kemukakan
oleh Graber et al., (2006) adalah
dengan inhibitor ACE (biasanya
kaptopril), yang terbukti mengurangi pemburukan penyakit menjadi gagal ginjal
baik pada penderita diabetes maupun yang bukan. Pembatasan protein dapat
mengurangi pemburukan penyakit ginjal kronik meskipun data yang ada masih
bertentangan, sehingga tampaknya beralasan untuk membatasi asupan protein
sampai 0,6 g/kg/ hari. Pengendalian tekanan darah sangat penting karena
hipertensi akan mempercepat terjadinya gagal ginjal.
B. Keseimbangan Nitrogen
Keseimbangan
nitrogen adalah perbedaan antara jumlah nitrogen yang masuk ke dalam tubuh
setiap hari (terutama dari protein makanan) dan jumlah senyawa bernitrogen yang
keluar melalui air kemih, keringat, tinja, dan sel-sel yang terlepas. Apabila
nitrogen yang keluar lebih banyak daripada yang diperoleh daripada yang
diperoleh dari makanan, akan terjadi yang disebut keseimbangan nitrogen
negatif. Sebaliknya, apabila lebih banyak nitrogen yang masuk daripada yang
keluar, terjadilah keseimbangan nitrogen positif (Marks, Marks, Smith, 1996).
Keseimbangan
nitrogen nitrogen negative timbul pada dua keadaan: apabila seseorang memakan
terlalu sedikit protein, atau seseorang seseorang memakan protein yang
kandungan satu atau lebih asam aminonya terlalu sedikit. Penyebab kekurangan
asam amino yang menimbulkan keseimbangan nitrogen negatif adalah tubuh
memerlukan komplemen lengkap ke-20 jenis asam amino untuk menyintesis protein.
Apabila keseimbangan nitrogen negatif tersebut berlangsung lama, fungsi-fungsi
tubuh akan terganggu karena hilangnya protein-protein penting (Marks, Marks, Smith, 1996).
C.
Hubungan
Keseimbangan Nitrogen Negatif dengan Penyakit Ginjal Kronik
Prevalensi
pasien Penyakit Ginjal Kronik (PGK) yang mengalami malnutrisi energi protein
cukup tinggi sehingga meningkatan angka morbiditas dan mortalitas. Peningkatan
angka morbiditas dan mortalitas tidak hanya terbatas pada pasien yang telah
menjalani dialisis saja, namun sudah terjadi sejak Laju Filtrasi Glomerulus
(LFG) < 60 ml/menit. Keseimbangan nitrogen
yang negatif secara bermakna didapatkan pada kelompok pasien PGK yang mendapat
asupan <0,75 gr/kgBB/hari, kelompok pasien PGK dengan LFG<15 ml/menit secara
bermakna memiliki keseimbangan nitrogen negatif yang lebih banyak daripada
mereka dengan LFG 15-60 ml/menit, dan terdapat perbedaan asupan protein yang
bermakna antara kelompok pasien PGK dengan LFG<15 ml/menit dengan LFG 15-60
ml/menit (Sawe, 2013).
Pasien PGK pra dialisis yang
memiliki asupan protein <0,75 gr/kgBB/hari memperlihatkan adanya
keseimbangan nitrogen negatif yang lebih banyak daripada kelompok yang memiliki
asupan protein >0,75 gr/kgBB/hari. Lebih jauh lagi, dalam analisis diketahui
bahwa seluruh pasien yang memiliki LFG <15ml/menit yang berdasarkan kriteria
masuk dalam Gagal Ginjal Tahap Akhir (GGTA), mengkonsumsi protein lebih rendah
dan seluruhnya memberikan keseimbangan nitrogen yang negatif. Bukti ini menjelaskan
bahwa masih terdapat ruang untuk memberikan protein lebih besar daripada jumlah
yang selama ini direkomendasikan (Sawe,
2013).
Penelitian
Sawe (2013) membagi 2 kelompok berdasarkan asupan protein. Kelompok 1 adalah
pasien PGK pra-dialisis yang mendapat asupan protein ≤ 0,75
g/kgBB/hr. Kelompok 2 adalah pasien PGK pra-dialisis yang mendapat asupan
protein lebih dari 0,75 g/kgBB/hr. Lalu kedua kelompok diuji kebermaknaan atas
hubungannya terhadap keseimbangan nitrogen. Hasilnya adalah keseimbangan
nitrogen yang negatif secara bermakna didapatkan pada kelompok pasien PGK yang
mendapat asupan protein ≤ 0,75
g/kgBB/hari.
Rekomendasi
nutrisi pada pasien PGK juga menyarankan pemberian Diet Rendah Protein (DRP) berdasarkan
GFR. Terdapat perbedaan dari sejumlah rekomendasi yang telah dikeluarkan, mulai
dari GFR<60 mL/menit hingga GFR<25 mL/menit, DRP sebaiknya mulai
diberikan. Bahkan untuk GFR<15 mL/menit atau masuk dalam kategori GGTA, DSRP
sebaiknya diberikan (PDGKI, 2011; Dharmeizar, 2011 dalam Sawe, 2013).
Berdasarkan alasan ini, dalam penelitian
Sawe (2013) membagi kembali subyek menjadi 2 kelompok berdasarkan TKK. Kelompok
1 adalah pasien PGK pradialisis yang memiliki TKK 15-60 ml/menit dan kelompok 2
adalah pasien PGK pra-dialisis yang memiliki TKK <15 ml/menit. Lalu kedua
kelompok diuji kebermaknaan atas hubungannya terhadap keseimbangan nitrogen.
Hasilnya adalah kelompok dengan TKK<15 ml/menit secara bermakna memiliki keseimbangan
nitrogen negatif yang lebih banyak daripada mereka dengan TKK 15-60 ml/menit.
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat diambil
simpulan sebagai berikut:
1. Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses
patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi
ginjal yang progresif, dan umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya,
gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi
ginjal yang ireversibel. Gagal ginjal kronis (chronic renal failure) adalah
kerusakan ginjal progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia
(urea dan limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta komplikasinya
jika tidak dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal.
2. Keseimbangan
nitrogen adalah perbedaan antara jumlah nitrogen yang masuk ke dalam tubuh
setiap hari (terutama dari protein makanan) dan jumlah senyawa bernitrogen yang
keluar melalui air kemih, keringat, tinja, dan sel-sel yang terlepas. Apabila
nitrogen yang keluar lebih banyak daripada yang diperoleh daripada yang
diperoleh dari makanan, akan terjadi yang disebut keseimbangan nitrogen
negatif. Sebaliknya, apabila lebih banyak nitrogen yang masuk daripada yang
keluar, terjadilah keseimbangan nitrogen positif. Keseimbangan nitrogen
nitrogen negative timbul pada dua keadaan: apabila seseorang memakan terlalu
sedikit protein, atau seseorang seseorang memakan protein yang kandungan satu
atau lebih asam aminonya terlalu sedikit.
3. Pasien
PGK pra dialisis yang memiliki asupan protein <0,75 g/kgBB/hari
memperlihatkan adanya keseimbangan nitrogen negatif yang lebih banyak daripada
kelompok yang memiliki asupan protein >0,75 g/kgBB/hari. Lebih jauh lagi,
dalam analisis diketahui bahwa seluruh pasien yang memiliki TKK <15ml/menit
yang berdasarkan kriteria masuk dalam GGTA, mengkonsumsi protein <0,6
g/kgBB/hari dan seluruhnya memberikan keseimbangan nitrogen yang negatif.
DAFTAR PUSTAKA
Hapsari, Annisa Prasetya. 2012. “Perbedaan
Kejadian Leukosituri Antara Penderita Penyakit Ginjal Kronik Stadium V Dengan
Diabetes Melitus Dan Tanpa Diabetes Melitus”, Laporan Hasil Karya Tulis Ilmiah. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
Falasri, Anamiza Em, dkk. 2011. “Anatomi Sistem Urinaria”, Makalah. Prodi S1 Keperawatan STIKES AL-
Irsyad Al Islamiyah Cilacap.
Silviani,
Dewi. 2011. “Hubungan Lama Periode Hemodialisis Dengan Status Albumin Penderita Gagal
Ginjal Kronik Di Unit Hemodialisis Rsud. Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto”, Mandala of Health. Volume 5, Nomor 2.
Marks, Dawn B. , Allan D. Marks, Collen M. Smith.
1996. Biokimia Kedokteran Dasar: Sebuah Pendekatan Klinis, diterjemahkan Brahm
U. Pendit. Jakarta: Penerbit EGC.
Sawe,
Nur Rachmat Adi Sawe. 2013. “Korelasi Diet Rendah Protein Terhadap Keseimbangan
Nitrogen Pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik”, Tesis. Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Taruna, Ardiansyah. 2014. Chronic Kidney Disease Stage V. Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung. Vol
2(3):21-30
Pratama, Angger. 2013. Kebutuhan Nutrisi pada Klien dengan Gangguan
Sistem Kardiovaskuler (online),
dalam http://angger-pratama- fkp12.web.unair.ac.id/artikel_detail-81039- Keperawatan%20Kardiovaskuler%20- Kebutuhan%20Nutrisi%20pada%20klien%20dengan%20gangguan%20sis tem%20kardiovaskuler.html, diakses 20 Juli 2014
A.Graber,Mark.,
P.Toth,Peter., L.Herting,Robert. 2006. Buku Saku:Dokter Keluarga Universityof Lowa (Ed 3). Jakarta : EGC
Husna,
Ns Cut. 2010. .FIKkeS Jurnal Keperawatan:
Gagal Ginjal Kronis dan Penanganannya : Literatur Review.Vol. 3 No. 2, Hal: 67 –
73.
Carpenito,
Lynda Juall. 2002. Diagnosis Keperawatan: Aplikasi Pada Praktik Klinik Ed.9.
Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta
0 komentar:
Posting Komentar