PRAKTIK ABORSI OLEH DOKTER “RD”
DI KABUPATEN CILACAP
Tugas terstruktur dalam rangka memenuhi kewajiban dalam pembelajaran
mata kuliah Etika dan Hukum Kesehatan
Kelompok 4 :
Lala Shofia Latifah
|
G1B013040
|
Setyaningrum Adi
Kusuma
|
G1B013041
|
Arya Adhi Nugraha
|
G1B013044
|
Harsanji Pratomo M.
|
G1B013047
|
Fero Amelia F.
|
G1B013056
|
UNIVERSITAS
JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS
KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN
KESEHATAN MASYARAKAT
PURWOKERTO
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Membahas persoalan aborsi sudah
bukan merupakan rahasia umum dan bukan hal yang tabu untuk dibicarakan.
Sekarang aborsi dapat terjadi dimana-mana dan bisa saja dilakukan oleh berbagai
kalangan,baik oleh pasutri, pasangan remaja, bahkan oleh tenaga kesehatan. Kelahiran anak yang seharusnya dianggap
sebagai suatu anugerah yang tidak terhingga dari Allah SWT sebagai Sang
Pencipta justru dianggap sebagai suatu beban yang kehadirannya tidak
diinginkan.
Sejauh ini,
persoalan aborsi pada umumnya dianggap oleh sebagian besar masyarakat sebagai
tindak pidana. Namun, dalam hukum positif di Indonesia, tindakan aborsi pada
sejumlah kasus tertentu dapat dibenarkan apabila merupakan abortus provokatus medicialis. Sedangkan aborsi yang digeneralisasi
menjadi suatu tindak pidana lebih dikenal sebagai abortus provokatus criminalis.
Terlepas dari adanya sikap penerimaan maupun sikap penolakan yang saling bertentangan tersebut, tetap saja
angka kematian akibat aborsi begitu mencengangkan dan sangat memprihatinkan.
Data WHO (World Health Organization)
menyebutkan bahwa 15-50% kematian ibu disebabkan oleh pengguguran kandungan
yang tidak aman. Dari 20 juta pengguguran kandungan tidak aman yang dilakukan
tiap tahun, ditemukan 70.000 perempuan meninggal dunia. Dengan kata lain, 1
dari 8 ibu meninggal dunia akibat aborsi yang tidak aman. Hasil
riset Allan Guttmacher Institute ( 1989 ) melaporkan bahwa setiap tahun sekitar
55 juta bayi digugurkan. Angka ini memberikan bukti bahwa setiap hari 150.658
bayi dibunuh, atau setiap menit 105 nyawa bayi direnggut sewaktu masih dalam
kandungan.
B.
Rumusan
Permasalahan
Berdasarkan latar
belakang tersebut, maka dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.
Apa definisi aborsi?
2.
Apa saja jenis-jenis aborsi?
3.
Apa saja faktor yang
mendorong terjadinya aborsi?
4.
Bagaimana risiko
aborsi?
5.
Apa perundang-undangan
tentang aborsi di Indonesia?
6.
Bagaimana sanksi pidana
bagi pelaku aborsi di Indonesia?
7. Bagaiman menanggapi
kasus aborsi oleh tenaga kesehatan berdasarkan konsep aborsi dan peraturan
perundangan tentang aborsi?
C.
Tujuan
Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini antara
lain:
1.
Untuk mengetahui
definisi aborsi.
2.
Untuk mengetahui
jenis-jenis aborsi.
3.
Untuk mengetahui faktor
pendorong terjadinya aborsi.
4.
Untuk mengetahui risiko
aborsi.
5.
Untuk mengetahui
perundang-undangan tentang aborsi di Indonesia.
6.
Untuk mengetahui sanksi
pidana bagi pelaku aborsi di Indonesia.
7. Untuk dapat menanggapi
kasus aborsi oleh tenaga kesehatan berdasarkan konsep aborsi dan peraturan
perundangan tentang aborsi.
D.
Manfaat
Penulisan
Manfaat penulisan makalah ini antara
lain:
1.
Mahasiswa dapat
mengetahui definisi aborsi.
2.
Mahasiswa dapat
mengetahui jenis-jenis aborsi.
3.
Mahasiswa dapat
mengetahui faktor pendorong terjadinya aborsi.
4.
Mahasiswa dapat
mengetahui risiko aborsi.
5.
Mahasiswa dapat
mengetahui perundang-undangan tentang aborsi di Indonesia.
6.
Mahasiswa dapat
mengetahui sanksi pidana bagi pelaku aborsi di Indonesia.
7. Mahasiswa dapat
menanggapi kasus aborsi oleh tenaga kesehatan berdasarkan konsep aborsi dan
peraturan perundangan tentang aborsi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Konsep
tentang Aborsi
1.
Pengertian
Aborsi
Menggugurkan
kandungan atau dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah “abortus”, berarti
pengeluaran hasil konsepsi (pertemuannya sel telur dan sel sperma) sebelum
janin dapat hidup diluar kandungan. Ini adalah suatu proses pengakhiran hidup
dari janin sebelum diberi kesempatan untuk bertumbuh. Sedangkan Menurut WHO,
aborsi adalah penghentian kehamilan sebelum usia janin 20 minggu atau berat
janin 500 mg.
2.
Jenis-Jenis Aborsi
Aborsi dapat
dibagi menjadi 2, yaitu:
a.
Abortus
provokatus medicialis
Merupakan aborsi yang
dilakukan dengan disertai indikasi medis. Aborsi ini dapat dipertimbangkan,
dipertanggung-jawabkan, dan dibenarkan oleh hukum. Misalnya, calon ibu yang
sedang hamil tetapi mempunyai penyakit yang berbahaya seperti penyakit jantung,
bila kehamilan diteruskan akan membahayakan nyawa ibu serta janin. Dalam hal
ini, keputusan menggugurkan akan sangat dipikirkan secara matang.
b.
Abortus
provokatus criminalis
Merupakan aborsi yang sengaja dilakukan
tanpa adanya indikasi medis
(ilegal). Aborsi ini
melanggar hukum kode etik kedokteran, melanggar hukum agama, dan melanggar
undang-undang(kriminal). Dalam
proses menggugurkan janin pun kurang mempertimbangkan segala kemungkinan apa yang akan terjadi
kepada wanita/ calon ibu yang melakukan tindakan aborsi ilegal.
3.
Faktor
Pendorong Aborsi
Aborsi dilakukan oleh seorang wanita dengan
alasan medis maupun non-medis, tetapi alasan yang paling utama pada banyak
kasus adalah alasan-alasan yang non-medis.
Pernyataan
tersebut didukung oleh studi dari Aida
Torres dan Jacqueline Sarroch Forrest (1998) yang menyatakan bahwa:
a.
Sebanyak 1% kasus
aborsi karena perkosaan atau incest (hubungan intim satu darah).
b.
Sebanyak 3% kasus
aborsi karena membahayakan nyawa calon ibu.
c.
Sebanyak 3% kasus
aborsi karena janin akan bertumbuh dengan cacat tubuh yang serius.
d. Sebanyak 93% kasus aborsi karena alasan-alasan yang sifatnya untuk kepentingan
diri sendiri, diantaranya: takut tidak
mampu membiayai, takut dikucilkan, malu atau gengsi.
4.
Risiko
Aborsi
Aborsi memiliki risiko yang tinggi terhadap
kesehatan dan keselamatan fisik seorang
wanita, maupun terhadap kesehatan mental wanita. Menurut Brian Clowes, Phd dalam buku Facts of Life , ada 2 macam risiko kesehatan terhadap wanita yang melakukan
aborsi, yaitu:
a.
Risiko kesehatan dan
keselamatan secara fisik
Pada saat melakukan aborsi dan setelah
melakukan aborsi ada beberapa risiko yang akan dihadapi seorang wanita, yaitu:
1)
Kematian mendadak
karena pendarahan hebat.
2)
Kematian mendadak karena
pembiusan yang gagal.
3)
Kematian akibat infeksi
serius disekitar kandungan.
4)
Rahim yang sobek (uterine perforation).
5)
Kerusakan leher rahim (cervical lacerations) yang akan
menyebabkan cacat pada anak berikutnya.
6)
Kanker payudara karena
ketidakseimbangan hormon estrogen pada wanita.
7)
Kanker indung telur (ovarian cancer).
8)
Kanker leher rahim (cervical cancer).
9)
Kanker hati (liver cancer).
10) Kelainan pada plasenta/ari-ari
(placenta previa) yang akan
menyebabkan cacat pada anak berikutnya dan pendarahan hebat pada saat kehamilan
berikutnya.
11)
Menjadi mandul/tidak
mampu memiliki keturunan lagi (ectopic
pregnancy).
12)
Infeksi rongga panggul
(pelvic inflammatory disease).
13)
Infeksi pada lapisan
rahim (endometriosis).
b.
Risiko kesehatan mental
Proses
aborsi bukan saja suatu proses yang memiliki risiko tinggi dari segi kesehatan
dan keselamatan seorang wanita secara fisik, tetapi juga memiliki dampak yang
sangat hebat terhadap keadaan mental seorang wanita. Gejala ini dikenal dalam
dunia psikologi sebagai Post-Abortion
Syndrome (PAS) atau Sindrom Paska Aborsi.
Pada dasarnya seorang wanita yang melakukan
aborsi akan mengalami hal-hal seperti berikut ini:
1)
Kehilangan harga diri.
2)
Berteriak-teriak
histeris.
3)
Mimpi buruk berkali-kali
mengenai bayi.
4)
Ingin melakukan bunuh
diri.
5)
Mulai mencoba menggunakan
obat-obat terlarang.
6)
Tidak bisa menikmati
lagi hubungan seksual.
7) Dipenuhi perasaan
bersalah yang tidak hilang selama bertahun-tahun dalam hidupnya.
B.
Perundang-Undangan
Tentang Aborsi dan Sanksi Pidana Bagi
Pelaku Aborsi
1.
Perundang-undangan
tentang Aborsi
Berkaitan
dengan masalah aborsi, Indonesia telah mengatur hal-hal tentang aborsi di dalam
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, terutama pada pasal 75,
pasal 76, dan pasal 77.
a. Pasal
75
(1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi.
(2)
Larangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:
(a) indikasi kedaruratan medis yang dideteksi
sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang
menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat
diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
(b) kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan
trauma psikologis bagi korban perkosaan.
(3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra
tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh
konselor yang kompeten dan berwenang.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai
indikasi kedaruratan medis dan perkosaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
b. Pasal
76
Aborsi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan:
a) sebelum kehamilan
berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam
hal kedaruratan medis;
b) oleh tenaga kesehatan
yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang
ditetapkan oleh menteri;
c)
dengan persetujuan ibu
hamil yang bersangkutan;
d)
dengan izin suami, kecuali
korban perkosaan; dan
e)
penyedia layanan
kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.
c.
Pasal 77
Pemerintah wajib melindungi dan
mencegah perempuan dari aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dan
ayat (3) yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab serta
bertentangan dengan norma agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selanjutnya,
untuk melaksanakan ketentuan Pasal 75 ayat (2), (3) dan ayat (4) pada
Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009
tentang Kesehatan, maka hadirlah Peraturan Pemerintah tentang Indikasi
Kedaruratan Medis dan Perkosaan untuk Pengecualian Larangan Aborsi.
Selain
itu, kaitannya dengan kode etik profesi tenaga medis, misalnya kode etik
dokter, dijelaskan juga bahwa “Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan
kewajiban melindungi hidup makhluk insan”, maka yang jelas dilarang baik oleh
Kode Etik Kedokteran juga dilarang oleh agama,maupun Undang-Undang Negara
adalah perbuatan-perbuatan:
a.
Menggugurkan kandungan
(abortus) tanpa indikasi yang benar.
b.
Mengakhiri kehidupan
seseorang pasien dengan alasan bahwa menurut ilmu kedokteran penyakit yang
dideritanya tidak mungkin lagi bisa disembuhkan (euthanasia).
2.
Sanksi
Bagi Pelaku Tindak Pidana Aborsi
Di
Indonesia , sanksi bagi pelaku tindak
pidana aborsi diatur di dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Pasal 194.
Dalam Pasal 194 disebutkan:
“Setiap orang yang dengan sengaja
melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
75 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan
denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”.
Selain
itu, sanksi bagi pelaku tindak pidana
aborsi diatur juga dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana , di dalam pasal 229,
pasal 346, pasal 347, pasal 348, dan
pasal 349.
a.
Pasal 229 KUHP
(1)
Barang siapa dengan
sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh seorang wanita supaya diobati
dengan memberitahu atau menerbitkan pengharan bahwa oleh karena pengobatan itu
dapat gugur kandungannya, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya empat
tahun (4 tahun) atau denda sebanyak-banyaknya empat puluh lima ribu rupiah (Rp
45.000,-).
(2) Kalau yang bersalah
berbuat karena mencari keuntungan, atau melakukan kejahatan itu sebagai mata pencaharian
atau kebiasaan atau kalau ia seorang doker, bidan atau juru obat pidana dapat
ditambah sepertiganya.
(3)
Kalau yang bersalah
melakukan kejahatan itu dalam pekerjaannya maka, dapat dicabut haknya melakukan
pekerjaan itu.
b.
Pasal 346 KUHP
Wanita
dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungannya atau menyuruh orang
lain menyebabkan itu, dipidana penjara selama-lamanya empat tahun (4 tahun).
c.
Pasal 347 KUHP
(1)
Barang siapa dengan
sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungan seorang wanita dengan izin wanita
itu, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya duabelas tahun (12 tahun).
(2)
Jika perbuatan itu
berakibat wanita itu mati, ia dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya
lima belas tahun (15 tahun).
d.
Pasal 348 KUHP
(1) Barang siapa dengan
sengaja menyebabkan gagal atau mati kandungan seorang wanita dengan izin wanita
itu,dipidana dengan pidana selama-lamanya lima tahun enam bulan (5 tahun 6
bulan).
(2) Jika perbuatan itu
berakhir wanita itu mati, ia dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya
tujuh tahun (7 tahun).
e.
Pasal 349 KUHP
(1) Bila dokter,bidan, atau
juru obat membantu kejahatan tersebut dalam pasal 346, atau bersalah melakukan
atau membantu salah satu kejahatan diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka
pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat dicabut haknya melakukan pekerjaan
yang dipergunakan untuk menjalankan kejahatan itu.
BAB
III
TINJAUAN
KASUS DAN PEMBAHASAN
A.
Tinjauan Kasus
Seorang dokter kandungan di Kabupaten Cilacap berinisial RD
mengaku sudah melakukan praktik aborsi berulang-ulang dan sudah lupa sudah
berapa janin yang sudah digugurkannya. Dokter RD sudah menjalani praktiknya
sebagai dokter kandungan selama 30 tahun.
Polisi menangkap RD pada Kamis, 15 Maret 2012,
dan langsung melanjutkan penyelidikan
dengan membongkar septic tank yang diduga sebagai tempat pembuangan
janin hasil aborsi. Dalam pembongkaran septic tank yang dilakukan tim forensik, mereka
menemukan potongan organ tubuh yang tertanam dalam septic tank. Selain menemukan potongan tubuh janin, tim forensik
juga menemukan tiga buah botol. Botol tersebut masing-masing berisi potongan
tangan, tulang belakang, dan sisa kuretase janin.
Polisi menduga dokter RD tidak hanya melakukan praktik aborsi di
rumahnya saat ini di Jalan Gatot Subroto, Cilacap. Dari pengungkapan kasus ini,
polisi mendapati barang bukti sejumlah alat medis yang digunakan untuk praktek
aborsi yang dilakukan RD. Selain RD, polisi juga menetapkan lima tersangka
lainnya. Seorang tersangka lainnya merupakan pasien RD yang melakukan aborsi,
DH, 19 tahun, asal Pemalang; HRK; SM; AK; dan NK yang membiayai aborsi.
B.
Pembahasan
Kasus aborsi di atas termasuk abortus provokatus criminalis karena praktik
aborsi tersebut sengaja dilakukan tanpa adanya indikasi medis (ilegal) dan
aborsi tersebut melanggar hukum kode
etik kedokteran. Setelah mempelajari tinjauan pustaka di atas, maka pada kasus
ini yang dapat menerima sanksi tindakan abosi
adalah wanita yang melakukan aborsi, orang - orang yang mendukung
terlaksananya aborsi, dan dokter yang membantu melakukan aborsi.
1.
Wanita yang melakukan
aborsi
Pada
kasus ini, wanita yang melakukan aborsi terjerat pasal 194 dalam Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
subsider pasal 346 KUHP dengan ancaman pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
2.
Orang - orang yang
mendukung terlaksananya aborsi
Pada
kasus ini, orang - orang yang mendukung terlaksananya aborsi terjerat pasal 194 dalam Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
subsider pasal 229 KUHP dengan ancaman pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).
3.
Dokter yang membantu
melakukan aborsi
Pada
kasus ini, dokter yang membantu melakukan aborsi telah melanggar kode etik
dokter, dan terjerat pasal 194 dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan subsider
pasal 348 KUHP subsider pasal 349 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).
BAB
IV
PENUTUP
A.
Simpulan
Dari uraian di atas, maka dapat kami
simpulkan:
1.
Aborsi berarti
pengeluaran hasil konsepsi (pertemuannya sel telur dan sel sperma) sebelum
janin dapat hidup diluar kandungan.
2. Aborsi dilihat dari
aspek hukum dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu: aborsi legal (abortus provocatus therapeticus) dan aborsi
ilegal (abortus provocatus criminalis).
3. Faktor pendorong aborsi
bisa karena alasan medis maupun non-medis, tetapi pada banyak kasus, faktor pendorong utama adalah alasan-alasan
yang bersifat non-medis.
4. Praktik aborsi pada
wanita dapat menimbulkan risiko kehatan dan keselamatan fisik, serta kesehatan
mental.
5. Dalam Perundang-Undangan
Negara Republik Indonesia, pengaturan tentang aborsi terdapat dalam dua
Undang-Undang, yakni Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-undang
Nomor 30 Tahun 2000 tentang Kesehatan.
6. Dalam KUHP hanya
mengatur tentang ancaman hukuman melakukan aborsi ilegal, sedangkan tentang aborsi legal diatur dalam Undang-undang
Nomor 30 Tahun 2000 tentang Kesehatan.
B.
Saran
Sesuai
dengan simpulan di atas, maka kami memberi saran, sebagai berikut:
1. Masyarakat hendaknya
meningkatkan pendalaman ajaran agama dan menjaga etika dalam pergaulan untuk mencegah kehamilan yang tidak
diinginkan dan mencegah tindakan aborsi yang tidak aman.
2. Para dokter dan tenaga medis lainnya hendaknya
selalu menjaga sumpah profesi dan kode etiknya dalam melakukan pekerjaan
sehingga kasus aborsi ilegal dapat dikurangi.
3. Pemerintah wajib melindungi dan
mencegah perempuan dari tindak aborsi yang tidak aman, tidak bermutu, dan tidak
bertanggung jawab, dengan cara menindak pelaku-pelaku praktek aborsi yang tidak
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. Pemerintah wajib melakukan
pengawasan terhadap prosedur dan metode aborsi agar sesuai ketentuan perundang-undangan.
DAFTAR
PUSTAKA
Andrianto, Aris. 2012. 30 Tahun Dokter RD Praktek Aborsi. http://www.tempo.co/read/news/2012/03/16/058390730/30-Tahun-Dokter-RD-Praktek-Aborsi , diakses 15 mei
2014.
Depkes
RI. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan. http://www.depkes.go.iddownloadsUU_No._36_Th_2009_ttg_Kesehatan.pdf , diakses 15 Mei 2014.
FK
USU. 2006. Kode Etik Kedokteran Indonesia dan Pedoman Pelaksanaan Kode Etik
Kedokteran Indonesia. http://www.dikti.go.id/files/atur/sehat/Kode-Etik-Kedokteran.pdf, Kode
Etik Kedokteran IDI , diakses 15 Mei
2014.
Kemenkes RI. 2010. Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia tentang Indikasi Kedaruratan Medis Dan Perkosaan. http://www.ykesehatanperempuan.orgwp-contentuploadsDraft-PP-Indikasi-Kedaruratan-Medis.pdf , diakses 15 Mei 2014.
Law Skripsi. 2008. Tinjauan
Atas Tindakan Aborsi Dengan Dalih Indikasi Medis Karena Terjadinya Kehamilan
Akibat Perkosaan Incest. http://www.lawskripsi.com/index.php?option=com_content&view=article&id=125&Itemid=125, diakses 15 Mei 2014.
Rahmadi,
Akhmad. 2013. Makalah Aborsi Perpektif
Kesehatan. http://www.akhmadrahmadi2103.blogspot.com/2013/10/makalah-aborsi-perpektif-kesehatan.html , diakses 15 Mei 2014.
Lampiran
30 Tahun,
Dokter RD Praktek Aborsi
Jumat, 16 Maret 2012 || 19:49 WIB , oleh Aris
Andrianto
EMPO.CO, Cilacap – Seorang dokter
berinisial RD mengaku lupa sudah berapa janin yang sudah digugurkannya. Dokter
RD sendiri sudah menjalani prakteknya sebagai dokter kandungan selama 30 tahun.
“Dalam pemeriksaan, RD mengaku sudah melakukan
praktek aborsi berulang-ulang. Dia tidak ingat jumlahnya,” kata Kepala Satuan
Resor Kriminal Kepolisian Resor Cilacap, Ajun Komisaris Polisi Guntur Saputra,
Jumat, 16 Maret 2012 petang.
Guntur mengatakan RD sudah menjalani praktek
kandungan selama 30 tahun. Menurut pengakuan RD ke penyidik, proses aborsi
dilakukan atas analisis dokter itu seorang diri.
Polisi menangkap RD pada Kamis, 15 Maret 2012,
dan langsung melanjutkan penyelidikan dengan membongkar septic tank yang
diduga sebagai tempat pembuangan janin hasil aborsi.
Guntur menambahkan, dalam pembongkaran septic
tank yang dilakukan tim forensik, mereka menemukan potongan organ
tubuh yang tertanam dalam septic tank. “Kami menemukan sedikitnya
14 potongan organ tubuh," kata dia.
Selain menemukan potongan tubuh janin, tim
forensik juga menemukan tiga buah botol. Botol tersebut masing-masing berisi
potongan tangan, tulang belakang, dan sisa kuretase janin.
Potongan organ tubuh itu akan dikirim ke
laboratorium forensik di Jakarta untuk dilakukan tes DNA. Polisi juga akan
meminta pendapat Dinas Kesehatan setempat, apakah tindakan aborsi yang
dilakukan RD merupakan praktek legal atau ilegal.
Masih menurut Guntur, pihaknya akan terus
mengembangkan kasus tersebut. Diduga dokter tersebut tidak hanya melakukan
praktek aborsi di rumahnya saat ini di Jalan Gatot Subroto, Cilacap.
Selain RD, polisi juga menetapkan lima
tersangka lainnya. Seorang tersangka lainnya merupakan pasien RD yang melakukan
aborsi, DH, 19 tahun, asal Pemalang; HRK; SM; AK; dan NK yang membiayai aborsi.
Dari pengungkapan kasus ini, polisi mendapati
barang bukti sejumlah alat medis yang digunakan untuk praktek aborsi yang
dilakukan RD. RD dikenai Pasal 194 UU Nomor 36 Tahun 2000 tentang Kesehatan subsider Pasal 348 KUHP.
Para tersangka diancam hukuman 10 tahun dengan denda Rp 1 miliar.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Cilacap dr
Bambang Setyono mengatakan pihaknya akan mengedepankan asas praduga tak
bersalah sebelum menjatuhkan sanksi. Kata dia, RD merupakan dokter senior di
Cilacap dan sudah lama membuka praktek. "Kita akan menunggu proses
persidangan untuk menjatuhkan sanksi," katanya.
Ketua RT 01 RW 01 Kelurahan Gunung Simping,
Kecamatan Cilacap Tengah, T. Kadi, mengatakan ia tidak tahu-menahu bahwa RD
selama ini melakukan praktek aborsi. “Justru saya baru tahu dari Anda,” kata
dia kepada wartawan.
Kadi mengatakan, selama ini, rumah RD yang
digunakan sebagai tempat praktek khusus kandungan memang terkenal tertutup. RD
merupakan dokter yang sering membantu warga yang ingin berobat tapi tak
mempunyai uang.
BUKA LINK !!!
BalasHapusJual Obat Aborsi Obat penggugur kandungan Obat Peluntur janin Cytotec Asli
TESTIMONI
081381771900 - 2AF6F109
Obat Aborsi 082243668529
BalasHapushadeh anak muda sekarang, suka sex bebas,tapi saat hamil malah di gugurkan aneh aneh tidak tanggug jawab
BalasHapusObat Aborsi Asli,
BalasHapusObat Aborsi https://hokyshoop.com/ Jual Obat Penggugur Kandungan
Jual Obat Penggugur Kandungan Ampuh,
Pemesanan Hubungi Kami
SMS : 0822 4236 1182 – WA : 0822 4236 1182